Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Bernostalgia dengan Bus DAMRI Bandung yang Kini Tengah Berhenti Beroperasi

31 Oktober 2021   07:40 Diperbarui: 1 November 2021   13:45 4493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bus Mercedes Benz Vario lawas yang dimiliki Perum DAMRI. Foto: Kompas.com/Alsadad Rudi 

Perum DAMRI Bandung resmi menghentikan kegiatan operasional bus kotanya sampai waktu yang belum ditentukan untuk 8 rute dari 11 rute yang dilayani per tanggal 28 Oktober 2021 kemarin karena adanya masalah keuangan.

DAMRI merupakan perusahaan umum transportasi yang telah berdiri sejak tahun 1946.  DAMRI merupakan singkatan dari Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia. 

DAMRI pun pernah berubah bagai ksatria baja hitam, eh hehe, menjadi Badan Pimpinan Umum Perusahaan Negara DAMRI pada tahun 1961,  Perusahaan Negara DAMRI pada tahun 1965, dan Perusahaan Umum DAMRI di tahun 1984.

Nah, mendengar kabar berhentinya armanda bus kota ini saya sedikit termehek-mehek secara si dia ini telah menjadi angkutan yang paling setia mengantar saya sekolah walaupun bukan jenis bis sekolah berwarna kuning ... yang ku tunggu-ku tunggu.

Ya, bila saat SD letak sekolah saya tinggal moncor pagar dan SMP di dekat terminal angkot maka saat SMA-lah bus Damri menjadi teman setia.  DAMRI selanjutnya saya tulis Damri ya biar akrab, bagai kau dan aku.

Nah, letak SMA saya bisa dilewati oleh dua jalur bus Damri jadi tinggal pilih saja mau naik bus jalur mana.  Milihnya sih bebas suka-suka tapi tetap aja dua bus jalur itu selalu penuh sesak. Maklum lah ya armada andalan masyarakat Bandung.  Tak jarang, walaupun naiknya di terminal tetap saja gak kebagian tempat duduk, apes.

Ongkos bus di zaman kegelapan dulu saat kakak saya SMA hanya 150 rupiah sedangkan tarif berlangganan dibandrol sebesar 75 rupiah saja.  Kakak saya memang abonemenan bus, jadi setiap sekolah dia membawa gepokan karcis yang telah dibayar di muka. Akan halnya ongkos bus saat zaman saya SMA sudah naik menjadi 300 atau 500 rupiah ya,  lupa perlu minum gibolan.

Hampir setiap naik bus ini selalu berdesakan. Bus bermerek Mercedes Benz yang seharusnya berisi 48 penumpang itu bisa dipadatkan menjadi 2 bahkan 3 kali lipatnya. Jadi jarang ada kejadian seperti halnya Jung Hwan menjaga Deok Sun dengan lengannya yang kekar agar tidak terjatuh saat Pak Supir memainkan gas dan remnya. Yaiyalah, lha wong formasinya sudah seperti ikan pindang.  Jangan ditanya bagaimana rasanya, belum lagi aroma tujuh rupa yang menguar kemana-mana.

Namun demikian ada satu hal yang paling saya suka bila gak kebagian tempat duduk yaitu duduk di atas mesin di samping Pak Kusir eh Sopir yang sedang rajin bekerja. Hot seat dalam arti yang sesungguhnya.  Lumayan lah bisa menghilangkan mules-mules grogi saat mata ini bersiborok dengan kecengan, heuheu.

Etapi, kursi favorit saya adanya di bagian belakang dekat pintu yang selalu terbuka.  Duduk di sana itu untuk mempermudah proses turun dan sekaligus dekat dengan tiang jadi bila Pak Supir tak sabar mau maju jalan dan Pak Kondektur sedang ada di depan, saya tinggal membunyikan tiang dengan koin seratusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun