"Mbaknya itu kurang beribadah." Â Kata Kakak sepupu saya sesaat setelah kami melewati seorang wanita muda yang diajak tersenyum tapi ia tak senyum balik.
"Kenapa memangnya?"
"Lha itu gak mau tersenyum balik. Â Senyum kan ibadah, kalau kurang senyum berarti kurang beribadah." Jawab Kakak sepupu saya dengan santuynya dan saya pun terkikik panjang pendek bagai untaian sandi Morse.
Ya, selain ibadah senyum adalah bagian dari sedekah, begitu kata Pak Ustadz yang kerap diundang berceramah di pengajian 4 bulanan bayi yang masih ada dalam kandungan di lingkup RW saya.
Sedekah itu tidak harus berbentuk materi atau turunannya, senyum yang notabene sebuah gerakan mudah dibibir itu pun adalah sedekah bila kita melakukannya dengan tulus dan ikhlas.
Hal itu sesuai dengan yang disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
"Senyummu terhadap wajah saudaramu adalah sedekah." (HR. Tirmidzi 1956, Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib).
Dulu saya kerap mencak-mencak di belakang bila ada orang yang diajak tersenyum tapi tak senyum balik. Pikir saya, sombong banget itu orang, membalas senyum saja tak mau apalagi memberi buah pepaya yang bergandulan di halaman rumahnya, eeehhh ralat apalagi menyapa duluan deng, heuheu.
Padahal tersenyum itu kan adalah upaya menularkan kebahagiaan atau dapat dibilang sebagai cara Connecting Happiness. Â Saya happy, anda happy, tapi bukan di "Pagi-Pagi Pasti Happy," itu mah acara yang sering di geruduk KPI.
Namun setelah berkontemplasi di bawah pohon mangga tetangga yang daunnya sedang lebat-lebatnya, saya pun sadar bahwa orang-orang yang jarang dan tak mau tersenyum itu memiliki banyak alasan salah satunya mungkin dia sedang lelah menghadapi beratnya kehidupan, aih.
Jadi saya pun berketetapan hati, tetaplah tersenyum dengan tulus walaupun kepada orang yang tak mau tersenyum kepada kita karena sejatinya senyum adalah ibadah dan bagian dari sedekah.