Salah satu hobi saya adalah jalan-jalan, tapi selama ini jalan-jalan saya gak jauh-jauh amat seperti jalan-jalannya Kapten Jean Luc Picard dan kru pesawat Enterprise-nya walau gak jalan di tempat juga sih. Â Ah segitu juga udah uyuhan, suka bikin iri orang, eh pletaaakkk!!!
Sejak SMA yang mana sudah berabad silam, saya kerap melakukan perjalanan bersama teman-teman. Â Deket-deket sini aja, Â hanya seputaran Padalarang, Sumedang, Majalengka, Garut, dan Pangandaran. Namun yang namanya jalan-jalan, kemanapun tujuannya pasti menyenangkan.
Di karenakan masih menyandang status unyu-unyu dengan dompet yang isinya dana talangan maka jalan-jalan tempo dulu itu gak ada kepikiran buat bela-beli souvenir lha wong duitnya pas-pasan.
Baru setelah bekerja, bela-beli barang di tempat tujuan bisa dilakukan walau gak banyak karena yang jumlahnya banyak adalah makanan, weks.
Ada beberapa peninggalan barang yang masih ada hingga kini namun ada juga yang sudah lama menghilang karena rusak atau aus sebab keseringan dipakai.
Saya kerap nyengir sendiri bila melihat barang-barang yang saya beli. Â Karena yang dibeli itu alih-alih barang khas daerah yang saya datangi eh malah barang-barang yang sebenarnya di tempat saya tinggal juga ada seperti centong nasi, boneka monyet, gayung, pisau, piring, cangkir, bunga dari kayu dan vasnya, seprei, selimut sampai kemoceng. Â Bila ada yang protes, satu jawaban yang bakal meluncur dari mulut saya adalah " beda psikologinya", halah opo to yo, ra jelas tenan. Â
Berikut ini beberapa souvenir yang telah merelakan dirinya untuk dibawa pulang dari daerah asalnya :
Yang pertama adalah kursi. Ya, kursi santuy berbahan kayu yang saya beli di Rajapolah Tasikmalaya ketika jalan-jalan ke Gunung Galunggung dan sekitarnya ini adalah barang yang mengamalkan salah satu sila percintaan yang berbunyi "Love at the first sight". Betapa tidak, begitu melihat kursi itu tanpa pikir panjang saya langsung ciduk dari tempatnya. Â Berusia kurang lebih 17 tahun, kursi bertubuh pendek itu kini banyak digunakan untuk membaca buku di teras, menonton televisi, dan ngobrol bareng teman.
Daerah yang sering saya kunjungi selama karir saya bepergian adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. Â Nah, di tempat inilah saya menemukan sebuah hobi baru yaitu nongkrongin Mirota. Â Swalayan souvenir yang kini bernama Hamzah Batik itu selalu membuat saya klepek-klepek. Â Geta, sepatu gladiator, tas, minyak bunga-bungaan, aksesoris, dan kendi adalah beberapa barang yang masih ada hingga kini.Â
Geta atau tekleknya orang Jepang adalah barang yang masih awet, lha ya iya lha wong belinya sudah 3 kali, je. Â Yang dua sudah menjadi rongsokan karena sering dipakai di medan terjal alias jalanan di kampung saya tercinta. Saya menyukai alas kaki yang ada sejak zaman Yayoi itu karena penampangnya yang lebar (yang saya beli geta untuk kaum lelaki soalnya hihi) dan anti becek karena lumayan tinggi walau tak setinggi air di bendungan Katulampa kala musim penghujan tiba, ish apasiiihhh.
Nah, kemarin ketika ke Jogya lagi saya menemukan sepatu sandal ala gladiator yang runyem tali-temalinya. Â Setelah dicoba sana-sini ternyata itu sepatu sandal keren juga. Salah satu kelebihan sang sepatu sendal adalah ringan dan flat alias rata jadi enak dibawa jalan kemana aja. Dengan gaya Mister Stockton, saya langsung lemparkan itu barang ke keranjang belanjaan.