Pandemi virus corona yang tengah melanda dunia di tahun yang suram ini mengingatkan saya akan seorang virologist yang tak biasa. Ya, tak biasa karena virologist yang satu ini adalah seorang doktor biologi molekuler yang nge-punk. Â Bersama Greg Graffin (Bad Religion) dan Milo Aukerman (Descendants), Bryan "Dexter" Holland menjadi salah satu punker yang memiliki gelar Ph.D, bo!
Pak Doktor yang menggeber disertasi 175 halamannya berkenaan tentang virus HIV itu bersama bandnya "The Offspring" pernah menghingar-bingarkan telinga remaja saya dengan lagu-lagunya yang berirama cepat dengan lirik sarkas nan ringan.  Saya yang sedang adem ayem mendengarkan musik dari band-band grunge tiba-tiba disentil dengan riang gembira oleh nomor-nomor menyenangkan milik mereka.  Bagaikan virus, The Offspring merangsek  dan mengoyak-oyak pertahanan telinga saya dengan salah satu single hits mereka yang bertajuk "Come Out and Play". Â
Nomor "Come Out and Play" berada di album ketiga mereka yang bertajuk "Smash".  Album yang rilis tahun 1994 ini  telah terjual sebanyak 16 juta kopi di seluruh dunia di bawah label rekaman indie Epitaph, suatu hal yang jarang terjadi.
Lagu yang disisipi liukan gitar ala bebunyian khas timur tengah oleh sang gitaris Kevin "Noodles" Wasserman itu berkisah tentang kegembiraan dan kebodohan remaja yang suka menantang maut.
Di dukung oleh mulai jenuhnya sebagian penikmat musik rock akan aliran grunge yang memenuhi siaran radio kala itu, "Come Out and Play" langsung merangsek menduduki  tangga pertama versi Mainstream Rock Billboard.  Nah, berjayanya nomor hits yang satu ini mendongkrak nomor lainnya ke permukaan, salah duanya adalah "Self Esteem" dan "Gotta Get Away".
Bila band punk seperti T.S.O.L (ini adalah band kegemaran Pak Holland) berteriak akan pemberontakan karena mereka berasal dari keluarga yang berantakan maka The Offspring tidak. Mereka tumbuh dalam keluarga yang baik-baik saja dan bermusik karena suka. Â Walaupun ada lagu-lagunya yang berisi tentang hal yang tidak-tidak seperti misalnya dalam nomor "Bad Habbit" namun mereka sama sekali tidak ingin melakukannya karena itu bukanlah jalan ninja mereka, haik!
Menuntut ilmu di sekolah yang memiliki banyak kumpulan penggemar musik seperti punk, new wave, dan rockabilly tidak membuat Holland berada di salah satu kelompok tersebut. Alih-alih ikutan ngabring kesana-kemari bersama kumpulan musik yang disukai, pria yang menguasai ilmu matematika dengan baik ini sibuk belajar dan meraih prestasi sana-sini. Â Baru di kemudian hari ia mengenal musik punk dari kakaknya yang memberinya sebuah album kompilasi ROQ.
Ternyata Holland tertarik dengan lagu-lagu punk, ia pun lalu membentuk bandnya sendiri dengan nama Manic Subsidal  bersama temannya Gregory "Greg" Kriesel yang sama-sama buta musik dan tidak memiliki alat musik secuil pun.
Namun dasarnya anak-anak yang rajin, gigih, dan cerdas, mereka pun akhirnya bisa mementaskan beberapa nomor yang disukai di rumah Kriesel yang kerap dijadikan tempat nongkrong di antara 20 pasang mata bersama drummer Jim Benton dan vokalis Doug Thompson dengan Marcus Parrish sebagai gitaris kedua. Â
Tak begitu lama akhirnya posisi vokal diisi oleh Holland setelah dipecatnya Thompson sedangkan Benton digantikan oleh Dave Lilja.