Dodol aja picnic, masa kamu enggak! Â Mungkin itu ungkapan yang cocok disematkan kepada saya sebelum melakukan banyak acara bertajuk piknik, dulu ya, saat belum berkeluarga. Â Kalau sekarang hampir setiap hari minggu saya dan keluarga meluangkan waktu untuk pergi piknik walau hanya di dalam kota saja. Ya, kota Bandung sejak berada di tangan Kang Emil banyak mengalami perubahan, salah satunya adalah banyaknya taman yang bermunculan. Hal ini membuat orang-orang yang kurang piknik bagai di ulang tahun-kan.Â
Kembali ke masa lalu. Â Setelah disentil oleh si dodol, maka saya pun bertekad untuk sering piknik. Piknik saya kala itu selalu rombongan tapi gak sampai berkloter-kloter juga sih. Alasannya, ya biar ramai dan seru aja waktu berfoto ria.Â
Dulu belum ada acara wefie-wefie-an via smart phone, ya paling banter kemruyukan di depan kamera digital, itu pun belum lunas cicilannya eh belajarnya. Tempat-tempat yang dikunjungi belum jauh-jauh amat, masih di dalam kota, sekali-kali antar kota dalam dan luar provinsi, belum sampai menyeberangi selat, laut, samudera apalagi keluar tata surya.
Biasanya saya piknik bersama teman-teman saat bulan muda, karena bila bulan sabit sinarnya kurang terang eh maksudnya tanggal muda, dimana dompet masih lumayan tebal.  Alasan lainnya untuk  sekedar menyegarkankan pikiran yang telah diribetkan oleh cicilan  bukan ding pekerjaan maksudnya.
Suatu kali saya pun bersama teman-teman pergi menikmati suasana alam di Kebun Raya Cibodas, memandangi dan memetik buah-buahan langsung dari pohonnya di taman buah Mekarsari lalu mengagumi pesona indahnya warna-warni bunga di Taman Bunga Nusantara.Â
Di tempat yang berjuluk kota Intan itu, selain mutar-muter di kotanya, Â kami pun berangkat mendaki ke Gunung Papandayan walau hanya kuat setengah jalan, dan tentu saja tak lupa untuk berendam di kolam air panas yang terletak di daerah Cipanas.
Setelah mengubek-ubek kota yang identik dengan dombanya itu, beberapa waktu berikutnya  saya dan teman-teman mengunjungi  Gunung Galunggung di Tasikmalaya. Walaupun ngasngesngos menaiki tangga Galunggung yang berjumlah kurang lebih 640-an anak tangga namun menyisakan kepuasan tersendiri ketika berada diatas dan menatap kawah gunung yang pernah meletus pada tahun 1982 itu. Bila ada libur agak panjang atau cuti berjamaah (bisa-bisanya walaupun beda tempat kerja), rute piknik kami pun agak diperbuas , misalnya ke pantai Pangandaran bahkan sampai Semarang, Jogja, Solo dan daerah sekitarnya.
Ada sebagian orang yang menyukai piknik tidak hanya saat di tempat tujuan namun saat diperjalanan  tapi ada juga yang benci karena mudah tepar terkena mabuk perjalanan dan salah satunya adalah kakak saya.  Jalan yang berkelok-kelok terkadang menjadi kambing hitam yang cukup manis untuk disalahkan. Â
Bila dulu pembangunan jalan tol segencar sekarang, mungkin kakak saya akan ikutan mengkambinghitamkan jalan tol yang dibangun berkelok-kelok ala kelok sembilan pangkat seribu tahun cahaya karena masalah mabuk perjalanannya. Â
Belum lima menit kendaraan berjalan sudah uwek, ditengah perjalanan uwek lagi, saat istirahat di tempat makan uwek lagi, akhirnya sampai di tujuan badan jadi lemas, boro-boro menikmati dan mensyukuri indahnya alam yang ada hati eh kepala cenat-cenut gak karuan.
Mabuk perjalanan bisa disebabkan oleh dua hal yaitu dari sisi fisik dan dari sisi kendaraan. Dari sisi fisik, mabuk perjalanan disebut pula motion sickness yaitu penyakit yang disebabkan oleh gerakan. Â