Tadi waktu sahur ikut nimbrung nonton sepak bola sebentar. Ahaha gaya, biasa nonton adu jangkrik aja pake nonton sepak bola segala. Sebagai emak-emak yang mencintai olahraga ini karena ke-charming-an pemainnya bukan karena keahliannya mengocok bola, saya merasa begitu terhura eh terharu saat melihat Dik Karius menangis tersedu-sedu bagai Tante Betharia Sonata ketika mendendangkan lagu "Hati yang Luka".
Tapi ya sudalah Us, namanya juga permainan, pasti ada yang menang ada pula yang kalah, gak masalah ibarat pepatah selama janur kuning belum ditancapkan di depan rumah, ya gak masalah buat deket-deket dengan si dia, aih gak nyambung. Ya, paling apes engkau bakal di depak dari klub. Tapi minimal engkau tak akan pernah berjalan sendiri seperti halnya motto Liverpool "You'll Never Walk Alone". Yaeyalah, main bola kan banyakan gak kayak lempar lembing.
Hubungan saya dengan sepakbola tidaklah terlalu dekat, kadang jauh tapi juga kadang erat. Dulu pernah ngikutin World Cup sampai nonton Persikab. Tapi ya cuma gitu aja, nontonnya gak sampai pakai Jersey sambil bersepokat bola atau nempelin poster klub bola kesayangan di atas jendela.
Saya hanya tahu segelintir pemain bola seperti Pele, Paolo Maldini (wahaha jadul) dan beberapa pemain yang bermain di klub-klub sepakbola terkenal tahun 90-an, baik dalam maupun luar negeri. Namun yang pasti duet Dejan Glusevic dan Peri Sandria pernah menemani hari-hari saya menonton Bandung Raya.
Sepak bola itu bisa mengalahkan segalanya, itu terlihat dari timeline medsos saya yang mendadak penuh dengan status tentang pertandingan final liga Champions dini hari tadi. Ya, sepak bola adalah salah satu olahraga yang merakyat layaknya badminton. Olahraga ini dapat dimainkan secara murah dan tentunya meriah. Betapa tidak dengan seonggok bola plastik seharga lima ribuan, anak-anak sudah dapat menghibur dirinya dengan bermain sepak bola. Â
Olahraga yang terdiri dari 11 pemain di masing-masing timnya ini tak pernah mengalami kemorosotan popularitas, ini terbukti dari menjamurnya sekolah-sekolah sepakbola atau yang kerap disingkat dengan SSB. Jersey klub-klub bola laris manis di pasaran, dari yang diperuntukan bagi dedek bayi sampai orang dewasa. Tak pelak hal tersebut membuat sepak bola menjadi ladang bisnis yang menggiurkan. Selain hal tersebut, para pemain bola pun memberi banyak inspirasi bagi para orang tua dalam hal menamai anaknya.
Pada tahun 2000-an, nama Zinedine Zidane sepertinya paling banyak dipakai. Pokoknya banyak lah yang anaknya seumuran dengan anak saya yang dinamai dengan nama pria keturunan Aljazair itu. Tak mengejutkan karena pesepakbola plontos yang kini melatih klub Real Madrid itu memiliki prestasi yang mencengangkan. Namun, tentu saja ada alasan lainnya, apa coba? Ya, karena Zizou adalah muslim. Sama halnya dengan Mesut Ozil, nama pemain Real Madrid ini pun tengah booming dijadikan nama anak. Terhitung ada 3 bayi di kampung saya yang dinamai dengan pemain yang pernah dinobatkan sebagai pemain terbaik Jerman ini.
Ternyata kesamaan keyakinan memang terkadang membuat baper. Ya gak pa pa juga sih, kan tujuannya baik. Tapi siap-siap aja memberi jawaban yang pas ketika di kemudian hari ada anak yang bertanya "Kok namaku pasaran, Bu. Di kelas aja ada 3, katanya bu guru jadi pusing." Heuheu.
Ah, tapi kayaknya gak bakalan ada yang nanya gitu sih, itu mah saya aja yang lebay lagi pula mungkin mereka akan bangga memiliki nama yang sama dengan para pemain sepak bola yang prestasinya mencengangkan dunia.
Nah, untuk periode sekarang mungkin giliran nama Karim Benzema atau Mohammed Salah-lah yang akan mewarnai kartu posyandu, bidan, dan dokter spesialis anak.
Tapi kalau boleh sedikit usul, bedakan sedikit lah jangan plek ngambil mentah-mentah nama yang bersangkutan, Â supaya terlihat sedikit kreatif dan gak dianggap sebagai praktisi copy paste ehehe.Â