Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senja Terakhir (Bagian 3)

17 Januari 2018   15:08 Diperbarui: 19 Mei 2022   20:57 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini adalah hari kelima sejak Rein mendengar berita duka yang mencabik-cabik hatinya. Sepulang kuliah ia selalu mengunci dirinya di dalam kamar. 

Telah berjam-jam ia mendekam di kamarnya, mendengarkan suara Angie Hart mendendangkan "Calmly" berkali-kali. 

Di luar kegelapan telah menyergap. Rein membuka laptopnya, mengganjal layarnya yang telah terkulai dengan beberapa tumpuk buku dan menekan tombol powernya pelan.  

Kini layar laptop berukuran 12 inchi itu menayangkan tulisan Windows 3.1.  Ia menggerakkan tetikusnya untuk membuka program manager ketika mendadak ia merasa sangat merindukan Jed.  Segera ia  menutup laptop Compal warisan kakaknya dan beranjak.

Rein terpaku di depan kamar kos Jed yang gelap.  Dulu kamar itu selalu ramai dengan suara musik entah berasal dari kaset ataupun dari gitar.  Tapi kini hanya kesunyian yang ada disana.

"Masuk yuk, bantuin aku." ajak sebuah suara.  Rein terlonjak, tersaruk beberapa langkah ke depan, bulu kuduknya meremang seketika. Ia tak kunjung menoleh ke asal suara.

"Ini aku, bukan setan." bisik Nara lalu memegang lengan sweater Rein yang longgar,  mengajaknya berjalan  menuju kamar kos Jed.  Rein mengikuti pemuda itu dengan langkah diseret.Rein duduk di sisi ranjang mendiang Jed, matanya menyapu seluruh ruangan bercat krem itu.   Ia memandangi Nara yang tengah melipat baju bengkel berwarna khaki milik adiknya, sementara di kapstok masih ada beberapa baju yang tergantung. 

Rein meraih sebuah jaket denim merah yang model dan merknya sama persis seperti jaket denim miliknya yang berwarna hijau.  Ia ingat ketika mereka mengenakan jaket itu secara bersamaan, Senny mengomentari mereka, bahwa mereka terlihat seperti hiasan Natal di rumahnya. 

Rein tersenyum, mencium jaket yang masih ditempeli wangi parfum Jed yang seakan enggan meninggalkan hidungnya. Lalu ia menatap Nara yang tengah merapikan charger laptop Compaq milik adiknya.

"Aku gak tahu pasti kenapa dia minta di beliin laptop ini ke mami, padahal PC dia masih bagus. Kalau ditanya alasannya, PC gak bisa di bawa kemana-mana, memangnya dia mau kemana? Kayak Esmud aja. " Nara tertawa kecil. "Terus dia bilang, Rein juga gak kemana-mana tapi dia punya laptop."  Nara tesenyum menatap gadis yang juga tersenyum tipis kepadanya.

"Sebesar itu masih sirik aja sama orang lain." Nara menggeleng-gelengkan kepalanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun