Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gapura Keramat

6 September 2017   15:21 Diperbarui: 5 Agustus 2024   14:43 3193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : gapurabeton.blogspot.com

Gapura itu masih disana, berdiri tegak menyambut kepulanganku yang dapat dihitung dengan jari selama setahun ini.

Lelah, aku duduk dikakinya.  Ku belai pilar beton itu dengan mesra. Gapura gagah itu memberi naungan nyaman di antara terik mentari yang bersinar sangar.

"Jo, kamu tidak masuk?"

Ibu bertanya kepadaku dari balik pintu pagar minimalis hasil karya Ayah yang modelnya sungguh sangat manis.

Aku tersenyum pada Ibu, menghampirinya lalu mencium tangannya dengan takzim.

"Bagaimana Ayah? Masih mempertahankan predikatnya?" Aku bertanya kepada Ibu yang disambut dengan tawanya yang selalu membuatku rindu.

Baca juga: Selamat Tinggal Mey

"Ayah mu memang aneh, menjadi musuh bersama malah membuatnya bahagia."

Aku kembali tersenyum, ya musuh bersama gara-gara sebuah gapura yang sama sekali tak berdosa. Orang-orang yang membangunnya lah yang membuat gapura itu terlihat bagai pendosa.

"Murni swadaya masyarakat" begitu kalimat yang tertera pada salah satu kakinya. Baris kalimat yang membuat kebanggaan para pendiri membuncah di dada. Tak ada campur tangan pemerintah daerah apalagi pusat tentunya. Namun gapura yang menjadi penanda wilayah itu mendadak merana justru karena ulah para pendirinya.

Berawal dari konflik pribadi berujung menjadi konflik bersama dan merembet ke masalah gapura. Mereka pun memutuskan untuk berkubu ria.  Karena adanya pemekaran wIlayah, dua kubu itu akhirnya benar-benar terbelah. Awalnya Pak RW dapat bernafas lega, namun itu tak lama. Gapura yang gagah perkasa langsung jadi bulan-bulanan mereka.

Pagi hari di cat putih oleh RT 2, esoknya RT 3 mengganti warnanya menjadi merah. Hari senin tertulis komplek "Selalu Asri," selasanya berubah menjadi komplek "Asri Selalu."  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun