Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Purnama Lima Belas

21 Maret 2017   17:56 Diperbarui: 22 Maret 2017   04:02 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alih alih pergi, Lykan malah membuka jaket jeansnya dan menyelimutkannya di bahu gadis itu.

"Jangan pernah lakukan apapun untuk ku." Theia setengah berlari, ia tidak tahu bahwa sebuah genangan minyak yang dicecerkan oleh salah seorang teman Karin menantinya. Ia terjerembab di lantai, Lykan bergegas menghampiri untuk menolongnya namun lagi-lagi Theia bersikeras menolak semua pertolongan dari pemuda itu.

***

Theia memandangi sepeda gunungnya yang kini terkapar di tanah. Bannya kempes, stangnya bengkok, rantainya lepas. Theia menggigit bibirnya, ia tàhu siapa yang melakunya namun ia tak ingin memikirkannya, ia hanya kebingungan bagaimana ia bisa mencapai rumah tanpa alat transportasi satu-satunya itu. Malam telah menjelang, akhirnya ia pun memutuskan untuk pulang sebelum malam semakin pekat. Theia berjalan tertatih sambil menuntun sepedanya. Purnama lima belas mulai mengintip diantara jajaran pohon pinus, menemani langkah langkah lelahnya.

Jalanan begitu sepi, satu dua rumah telah ia lewati. Rumah sepupunya, Selly, dimana ia tinggal sekarang masih setengah perjalanan lagi. Suara gemerisik daun kering dan ranting pohon terinjak membuat perasaannya sedikit tak menentu. Ia menoleh ke kiri, kanan dan belakang. Namun ia tak menemukan apa pun.  Theia melanjutkan perjalanannya. Kini terdengar deru kendaraan dengan sorotan silau lampunya berjalan ugal-ugalan di belakangnya.  Theia menyingkir dari jalan dengan nafas memburu karena hampir saja kendaraan itu menabraknya.  Terdengar bunyi rem berdecit, lalu empat orang penumpangnya turun dan menghampirinya.  Perasaan Theia mulai tak enak, degub jantungnya menjadi tak beraturan. Empat orang yang tergambar  berperawakan  lelaki dengan swhal yang menyembunyikan wajah mereka itu merubungnya.

Theia sangat ketakutan, ia tak kuasa berteriak begitu salah seorang dari mereka mencengkram kerah kemejanya, satu orang lagi mengunci tangannya ke belakang.  Sementara dua lainnya tertawa dengan nada yang menyeramkan

"Jangan pernah membuat adikku kecewa dan marah, bila kamu tidak ingin terluka." bisik seseorang yang berbadan tinggi besar di telinganya.

"Cewek kayak dia ini harusnya kita beri pelajaran saja."  sahut yang lainnya.

Theia meringis ketika pergelangan tangannya di plintir oleh orang yang baru saja berbicara itu.

Orang yang tadi berbisik tertawa tertahan, ia mengambil sesuatu dari saku jaketnya.

"Mengapa kamu selalu menutupi wajah jelek kamu ini hah? Malu? Sekarang aku akan berbaik hati kepada kamu dengan menambah lukisan di wajah kamu ini."  sebuah belati berkilau di timpa cahaya bulan, ujung pisaunya yang runcing menempel di pipi Theia siap untuk di goreskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun