Senang rasanya ketika bertemu dengan seseorang yang mempunyai cerita yang sama tentang suatu hal. Begitulah yang terjadi pada saya ketika berbelanja di lapak sayur milik Pak Soni beberapa waktu lalu. Kesamaan cerita yang kami punya adalah berupa sekolah. Satu dari lima orang putra pak Soni ternyata satu almamater dengan saya. Dari jenjang sekolah menengah pertama sampai perguruan tinggi. Saya seakan bertemu kawan lama, karena bapak yang berasal dari Semarang itu banyak mengetahui tentang almamater saya beserta para pengajarnya, tentu saja berdasarkan cerita putranya.
Pak Soni adalah satu dari banyak pedagang di pasar tradisional yang sering saya sambangi. Pasar yang jaraknya kurang lebih 1 km dari tempat tinggal saya itu setiap hari selalu ramai di isi oleh orang-orang yang melakukan transaksi jual beli.
Pasar yang setahun ini baru saja di renovasi menjadi lebih nyaman, bersih dan rapi itu memiliki keramahan tersendiri. Suasana hangat penuh canda dan tawa menyelimuti kegiatan jual beli setiap hari.
Pasar tradisional atau yang kini dikenal dengan pasar rakyat ini dapat dikatakan mewakili sebuah keberagaman. Â Disini saya bertemu dengan para penjual yang berasal dari banyak suku yang ada di negeri ini. Dari suku asli tanah parahyangan yaitu sunda, jawa, batak, melayu, manado, keturunan tianghoa sampai keturunan arab. Dari yang gagah perkasa sampai yang agak melambai. Dari yang kocaknya luar biasa sampai yang susah diajak tertawa. Semua jenis manusia ada di pasar ini yang membuat suasana berbelanja menjadi sangat berwarna.
Diantara kesibukan aktivitas belanja, terkadang saya bertemu dengan kawan lama, tetangga, sampai ketua RT dan sekretaris RW sebelah. Hal ini sering membuat saya senang karena suasana akrab yang ditimbulkannya. Dari bertegur sapa seadanya sampai terlibat obrolan serius sambil menunggu di layani oleh penjualnya. Seperti pagi ini, saya bertemu dengan sekretaris RW sebelah yang dengan semangatnya membicarakan tentang kirmir, sampah, dan banjir. Sebuah pertemuan singkat di lapak tahu cibuntu milik Kang Yadi dengan pembahasan masalah yang padat.
Pasar yang tidak terlalu besar ini menyediakan berbagai macam kebutuhan, dari bahan makanan, alat rumah tangga, alat kecantikan, Â sampai pakaian. Walaupun skalanya terbilang kecil namun dapat mengakomodir semua kebutuhan pelanggannya.
Di pasar ini pula lah, terkadang saya kerap menemukan sayuran yang agak jarang ditemui di pasar modern atau swalayan seperti kenikir, kecombrang, batang talas, jantung pisang, bunga pepaya, genjer beserta bunganya, eceng, bunga bawang, selada air, bunga sosin, sampai pucuk daun labu. Bila tidak tahu bagaimana memasak sayuran itu, tinggal bertanya kepada penjualnya atau sesama pembeli yang dengan senang hati akan memberikan informasi secukupnya. Â
Selain sayuran, di pasar ini pula saya dapat menemukan makanan-makanan kecil tradisional tempo dulu yang tetap eksis hingga kini. Makanan kecil seperti gerontol jagung, klepon, candil, awug, empek, onde-onde, klepon, putu ayu, ali agrem, cucur, sagon, galendo, dan masih banyak lagi itu kerap memberi nuansa nostalgia tersendiri dalam diri saya ketika menikmatinya. Â
Satu hal, para penjual di pasar ini tidak segan memberikan tips dan pengetahuannya seputar hal yang berkaitan dengan apa yang mereka jual. Sebuah keuntungan tersendiri ketika berbelanja di pasar rakyat seperti ini.
Mengenai harga, tak usah khawatir. Harga di pasar rakyat seperti ini lebih rendah dari harga di pasar modern ataupun pasar swalayan. Selain itu para pedagang biasanya menerapkan sistim pembulatan ke bawah, tak jarang pula ada acara tawar-menawar yang menghiasi transaksi jual beli antara pedagang dan pembeli. Â
Pasar rakyat dapat dikatakan sebagai pasar yang di bangun dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Semua aktivitas di dalamnya kental dengan nuansa kerakyatan. Dengan kita berbelanja di pasar yang telah menopang sendi-sendi ekonomi bangsa sejak dulu ini, sedikitnya akan ikut mengangkat perekonomian rakyat yang sesungguhnya.