Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hear the Sirens

23 Desember 2014   19:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:37 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“I hear the sirens more and more in this here town“ - Sirens, Pearl Jam.

Di suatu pagi pukul 7 kurang beberapa menit, saya mendengar bunyi sirine meraung raung, dan ternyata datangnya dari salah satu jalan komplek perumahan menuju ke arah jalan raya, jalan dimana saya berada kala itu. Sirine itu berasal dari sebuah motor seorang anggota kepolisian, yang lalu dengan manisnya memarkirkan motornya yang segede gaban itu di tengah jalan.
Lalu muncul lah sebuah mobil keluaran Jerman yang terlihat mengkilap dengan hiasan bunga bernuansa peach melenggang dengan anggunnya.
Diikuti oleh kurang lebih 20 an mobil pribadi yang rata rata keluaran terbaru. Bila satu mobil yang lewat memakan waktu 20 detik maka dibutuhkan waktu 400 detik untuk menunggu iring iringan itu lewat, yang membuat pemakai jalan lainnya tertunda perjalanannya. Demi apa coba? Demi mengejar jadwal pak penghulu yang ketat seketat legging macan tetangga? demi menjaga hidangan berasa suam suam kuku ketika resepsi tiba? atau demi menjaga ketebalan make up agar tidak terkikis oleh keringat yang mana itu gak mungkin karena semua mobilnya pasti sudah dilengkapi oleh AC yang dinginnya tiada tara.

Dan hebatnya di hari itu, ada 4 kali iring iringan mobil pengantin yang lewat selama saya menempuh perjalanan mengantar anak saya sekolah pulang pergi.
Dan 4 kali juga saya merasa begitu sedih, kenapa saya dulu gak nyewa motor segede gaban yang bersirine itu yah, keliatannya gayak banget, haih.

Di lain hari, bunyi sirine meraung raung kembali. Walaupun gak ada aksi naro motor segede gaban di tengah jalan, tapi kembali sirine yang ini cukup membuat kebat kebit lalu lintas pagi itu, semua kendaraan minggir memberi jalan. Yang lewat bukanlah ambulans yang membawa orang sakit atau pun orang meninggal, kali ini yang lewat satu buah mobil kinclong yang lagak lagaknya milik orang penting, semacam pejabat atau apalah. Ah  positif thinking aja deh, mungkin sang orang penting takut ketinggalan pesawat? takut dateng telat ke acaranya?,maklumlah ya, bangun kesiangan atau hanya kebelet aja? Kasian juga sih soalnya toilet di pom bensin emang gak nyaman dan kadang ngantri juga, masa harus bunyiin sirine biar gak usah ngantri. Tsk.

Lain harinya lagi, bunyi sirine kembali meraung raung. Kali ini yang lewat adalah para pengendara motor ala Lorenzo Malas di film nya Renegade. Motor yang segede gede kerbau  itu, padahal kerbau juga gak segede motor, memenuhi jalan. Para pengendaranya kadang terlalu fokus dengan dandanan lebaynya, sampai helm pun di lupakan. Tapi gapapa lah ya gak pake helm, mungkin motornya punya peralatan anti kecelakaan, kan harganya mahal.  Terkadang beliau beliau ini sang rider moban, motor segede gaban, suka bentak bentak pengguna jalan lain bila sekiranya ada yang sedikit menghalangi jalan mereka.

Dan pagi ini ketika saya menempelkan earphone di telinga, terbersit dalam pikiran saya,
Eddie Vedder menulis lirik lagu “sirens“ yang bercerita tentang mortality dan rasa takut akan kehilangan seseorang karena terinspirasi oleh bunyi sirine ambulans di LA yang bersahut sahutan.

Coba om Eddie Vedder nangkring di jalanan sini, tema lirik lagunya pasti nambah, gak hanya rasa takut akan kehilangan seseorang tapi juga rasa takut akan ketinggalan jadwal pak penghulu, rasa takut harus ngantri toilet di pom bensin dan rasa takut gak dipandang “wah“.

Ah ya sudahlah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun