Koneksi antar materi modul 2.3 coaching dalam supervisi akademik
Apakah itu coaching ? International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai suatu bentuk kemitraan antara seorang pendamping (coach) bersama dengan klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif. Dari definisi ini, ada 3 kata kunci yang dapat diambil yaitu kemitraan (partnership), memberdayakan (empowering) dan optimalisasi.
Maksud kemitraan pada proses coaching adalah bahwa kedudukan coach dan coachee itu sama , tidak ada yang lebih tinggi. Coach memposisikan diri sebagai teman bicara yang mengarah kan dengan memberdayakan ( empowering) coachee nya melalui optimalisasi pertanyaan pertanyaan berbobot berupa pertanyaan terbuka sehingga dapat menggali ide ide dari pengalaman pribadi coachee nya.Â
Pada modul 2.3 disampaikan ada 3 kompetensi yang harus dimiliki seorang coach yaitu :
Pressence, hadir sepenuhnya. Seorang coach harus hadir sepenuhnya baik jiwa maupun raga dalam percakapan  coaching, ini dapat terlihat dari selarasnya hati pikiran serta bahasa tubuh sang coach
Mendengar kan aktif.kompetensi ini lahir dari kehadiran penuh sang coach. Pada kompetensi ini coach dilarang untuk menjudment, ber asumsi serta ber Asosiasi berdasarkan pengalaman coach sendiri.Â
Pertanyaan berbobot. Coach harus berupaya memberikan pertanyaan terbuka pada sang coachee yang nanti nya, akan dapat menggali ide ide dari pengalaman pribadi coachee. Pertanyaan terbuka ini dapat diberikan dengan kata tanya apa, siapa, kapan, dimana, bagaimana.Â
Pada materi 2.3 ini disampaikan pula perbedaan dari coaching, mentoring, dan consulting
Keterampilan coaching ini sangat dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas untuk menggali kemampuan siswa dalam menangani masalah sendiri baik masalah dalam hal belajar maupun masalah pribadi siswa. Begitupun dengan hubungan sosial dengan atasan maupun teman sejawat, keterampilan coaching dapat pula membantu rekan sejawat dalam menyelesaikan masalah mereka dalam mengajar maupun masalah pribadi dengan mengoptimalkan pengetahuan sang coachee berdasarkan pengalaman pribadi.Â
Selama dan setelah saya belajar materi coaching ini, saya merasa tertantang bagaimana bisa menggali pengalaman dalam mengatasi masalah, membuat pertanyaan berbobot yang dapat membangkitkan pengetahuan coachee saya tanpa berusaha memberikan arahan. Saya juga belajar menahan diri untuk tidak menjudgment, mengasumsikan serta mengasosiasikan ketika coachee berpendapat. Untuk permasalahan ini saya bertanya pada saya sendiri,apa yang bisa saya lakukan agar tetap terkontrol?. Menurut saya disini lah keterampilan sosial emosional yang saya dapat di modul 2.2 diuji pemahamannya. Saya harus mampu mengolah emosi saya, keterampilan kesadaran diri, pengelolaan diri dan keterampilan berelasi perlu diterapkan ketika saya menjadi coach di kelas saya.Â
Selama pembelajaran, saya sudah merasa baik dalam menahan diri saya untuk tidak menjudgment ketika siswa saya berpendapat. Saya berikan mereka kebebasan berpendapat ketika saya mengajukan pertanyaan, tentu dengan pengaturan kesempatan berpendapat agar tidak mengganggu ketertiban di kelas. Saya merasa berhasil dalam menerapkan keterampilan sosial emosional . Saya juga menjadi pendengar yang baik bagi rekan sejawat saya ketika mereka berkeluh kesah ,curhat bahasa kekinian nya, menjadi teman ngobrol yang sedikit banyak dapat melepaskan beban mereka. Dari obrolan santai ini terlahir rencana bagaimana rekan berusaha mengatasi masalah yang dihadapinya, dan tentu saja saya tetap menerapkan 3 keterampilan coaching yang sudah saya pelajari di modul 2.3 ini.Â