Mohon tunggu...
ika puspa dewi
ika puspa dewi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Fakultas komunikasi dan penyiaran islam IAIN Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Semangat Lekol Sroedji dan Selembar Kain Batik Jember

21 Februari 2015   00:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:48 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

tulislomba ini aku buat waktu ikut lomba yang diadakan oleh PWI jember. Semoga bia memberi manfaat bagi semuanya

Semangat Lekol Sroedji dan Selembar Kain Batik Jember

Jember terus berbenah dari hari ke hari. Terahir kali proyek pelebaran jalan Hayam Wuruk. Kini jalan itu nampak melar. Badanya yang kegemukan mampu menampung beribu – ribu kendaraan yang melintas. Berbagai mall berjejer rapi meawarkan trend fashion terbaru setiap bulanya. Tempat wisatapun mulai bermunculan untuk memanjakan keluarga. Semuanya berubah kearah yang lebih baik namun ada satu yang tidak berubah yakni patung Letkol Sroedji. Dua tugu pahlawan itu tidak mengalami perubahan sedikitpun. Api semngat perjuangan tetap memancar didalamnya.

Letkol Sroedji sebagai seorang pahlawan sudah tidak diragukan lagi. Berkat keberanianya Jember mampu berdiri sejahtera. Semangat dan kisah perjuangan beliau tergambar dalam selembar kain batik khas jember. Baik beliau dan kain batik keduanya berbicara tentang jalinan kerja keras dan kreatifitas untuk sebuas identitas.

Membatik bukan sekedar tentang guratan canting diatas kain. Seorang pembatik harus memainkan kreatifitasnya untuk sebuah karya yang indah. Dia harus membuat perpaduan motif yang indah antara tembakau dan ikon lainya. Belum lagi persoalan padu padan warna yang sesuai. Banyak hal yang harus dipertimbangkan.

Jika membatik saja butuh kreatifitas yang tinggi apa lagi sebuah perjuangan . Meski hal ini identik dengan pertempuran yang meneteskan banyak darah, namun sejatinya kretifitas juga ikut andil. Peran aktif Letkol Sroedji dalam membentuk TKR dan BKR menjadi bukti nyata. Ide pembuatan kedua pasukan ini bak angin segar dipadang gersang. Setidaknya Karisidenan Besuki memiiki ribuan pejuang yang siaga digarda depan jika musuh mulai bertingkah.

Menjelang detik - detik kritispun Letkol Sroedji masih bermain dengan kretifitasnya. Saat beban akomodasi pasukan Damarwoelan menipis , beliau justru mengambil inisiatif untuk menaggung semua beban tersebut. Andai saja waktu itu beliau tidak mengambil keputusan tersebut mungkin hal buruk akan terjadi. Daya tahan pasukan akan menurun karena kekurangan makanan. Alhasil langkah perjuangan mereka mungkin tidak maksimal. Memang makanan tampak kecil dan remeh, namun makanan menjadi sumber tenaga utama pasukan untuk bergerak.

Seorang pembatik di Sumberpakem akan dengan sabar menggambar satu persatu motif diatas kainya. Dengan menggunakan canting dia akan tekun mengikuti garis pola yang ditentukan. Ada motif tembakau, bunga kakao, buah naga dan buah pisang. Bak seorang pembatik, Letkol Sroedji mendedikasikan hidupnya digaris yang sudah ditentukan. Beliau mengikuti intruksi sang Menteri Pertahanan melalui keputusan saktinya dengan nomer, RI. No. A/532/42, Resimen 40 Damarwoelan dilebur dan dirubah namanya menjadi Brigade III Damarwoelan Divisi I T.N.I. Jawa Timur. Hingga ahirnya bertugas di Batalyon I Kencong Jember.

Setelah lulus PETA angkatan I di Bogor beliau dilantik sebagai komandan kompi untuk Karisidenan Besuki tepatnya di Batalyon I Kencong Jember. Berbekal semangat sebagai seorang prajurit, beiau bekerja keras melewati babak – babak pertempuran. Beliau rela menempuh perjalanan sejauh 500 meter melalui rute Lumajang- Klakah- Jember – Banyuwangi. Semua ini beliau lakukan demi sebuah kemerdekaan. Hingga akhirnya puncak pertempuran pada 08 February 1949 di Kreongan Mumbulsari merenggut nyawa beliau.

Batik dan Letkol Sroedji keduanya sama – sama mengincar identitas. Batik mendambakan dirinya tampil dan dikenal sebagai salah satu ikon jember. Sementara sang letkol memimpikan jember sebagai bagian dari pertiwi yang merdeka. Batik Jember tampil dengan warna – warna cerah berbeda denga batik Solo yang identik dengan warna coklat teduh. Warna cokalat menggambarkan kebudayaan suku jawa yang sederhana dan kalem. Sementara itu warna cerah batik Jember menggambarkan kerukunan dua suku yakni jawa dan Madura.

Selanjutnya Letkol Sroedji juga mngidamkan sebuah identitas layaknya batik. Beliau ingin dirinya dan anak cucunya kelak hidup beridentitas sebagaia warga merdeka bukan jajahan.Impian terbesarnya kelak Indonesia menjadi negri yang merdeka seluruhnya bersih dari penjajah.Dan esok hari nanti semua orang akan bangga dihadapan dunia berkata ‘ aku orang Indonesia, wong Jember asli’.

Letkol Sroedji dan Kita

Tak kenal maka tak sayang. Sepertinya pepatah itu benar adanya. Banyak warga Jember yang tidak menyayangi sang pahlawan lokal ini kerena tidak mengenalnya lebih dalam. Sejarah terkait beliau sangat sedikit ditemui. Semua catatan yang tersedia hanya berkisah tentang perjuangan beliau secara umum. Semua tentang beliau terasa gelap hingga ahirnya ada titik terang dari buku ‘ Sang patriot”. Berkat buku karangan Irma Devita salah satu cucu beliau lika – liku perjuangan sang letkol mulai terkuak. Dan bahkan sang penulis mengusulkan agar kisah pahlawan local ini dalam muatan local pelajaran dibangku sekolah. Namun, sudah cukupkah dengan menjadikan kisah beliau dalam satu pelajaran di bangku sekolah?

Impian besar letkol Sroedji dan pejuang lainya adalah tinggal dibumi merdeka dan menjadi warga yang merdeka. Sudakah kita memenuhi impian mereka? Bukankah dua tugu letkol Sroedji sudah menjadi saksi bisu perjuangan mereka? Bukankah hari – hari kita sudah tidak asing lagi dengan batik Jember yang mengajarkan kerja keras dan ketekunan?

Memang saat ini kita tak perlu mengangkat bambu runcing untuk senjata. Namun kita perlu meruncingkan niat dan tekad. Perjalanan letkol Sroedji tak ubahnya seperti membatik. Beliau mengikuti garispola yang digambarkan di kehiduanya. Dengan sentuhan kreatifitas beliau mulai menyusun pasukan . Beliau menyusun strategi winget action seperti menggambar motif diselembar kain. Dengan ketekunan dan kerja keras sediit demi sedikit motif itu mulai terbentuk nyata. Saat semunya selesai , kain dan perjuangan itu akan diingat sebagai sebuah jati diri atau identitas perjuangan.

Seperti membatik semunaya harus diawali dengan perlahan. Kita harus memulai menjadi warga merdeka sesui kemampuan dan kondisi yang ada saat ini. Jika saat ini kita dalah seorang mahasiswa, sudakah kita bertanggung jawab sepenuhnya sebagai mahasiswa merdeka? Berapa kali kita absen dalam satu bulan? Semampu mungkin kita hars melenyapkan nilai “ C” dalam deretan nilai di kartu Hasil Studi. Selanjutnya sebagai seorang warga merdeka mampukah kita sekedar membuang sampah pada tempatnya? Sampah yang menimbun akan berpotensi menimbulkan banjir. Dan banjir hanya akan meregut kemerdekaan kita untuk beraktifitas seperti biasanya.

Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mewujudkan mimpi para pejuang. Sudah selayaknya kita tidak hanya mengenal namun menyayangi dalam bentuk mewujudkan cita – cita dan impian mereka. Sejatinya tanpa disadari kemerdekaan letkol Sroedji dan pejuang lainya sudah terampas habis tanpa sisa . Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan Tan Malaka

Barang siapa sungguh menghendaki kemerdekaan buat umum, segenap waktu ia harus siap sedia dan ikhlas buat menderita “kehilangan kemerdekaan diri sendiri” (Dari Penjara ke Penjara, Tan Malaka)

Letkol Sroedji tidak akan sempat mebelikan sepasang baju untuk istrinya tercinta Hj. Mas Roro Rukmini. Sementara itu hampir tiap bulan kita mengunjungi mall untukk membeli baju baru. Beliau tidak akan tahu putri kecilnya, Pudji Redjeki Irawati Sroedji memimpikan bermain dengan sang ayah meski hanya sehari saja. Dan kita bisa mudah melepas penat bersama keluarga di Dira Park atau Taman Botani. Mungkin saja kulit kaki beliau kapalan akibat menempuh jarak sekian meter dari Blitar ke Jember. Lagi – lagi kita dipermudah dengan jalanan yang mulus dengan naik angkutan umum ata kedaraan pribadi.

Semua kemudahan yang diperoleh saat ini berkat perjuangan letkol sroedji dan pejuang lainya. Sudah selayaknya kita mengabadikan namanya dalam posisi teristimewa. Jika seorang pahlawan nasional adalah orang yang berjasa bagi kepentingan publik baik didaerah ataupun kota. Maka tidak ada keraguan sedikitpun ‘Pahlawan Nasional Itu Bernam Letkol Sroedji.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun