Mohon tunggu...
Ika Prihatiningsih
Ika Prihatiningsih Mohon Tunggu... Jurnalis - I am an Author

Kelahiran 12 Juli. Menyelesaikan studi S-I di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Senang menulis sejak duduk di bangku SMA. Ibu dua orang anak dengan banyak karya antologi fiksi maupun non fiksi. Artikel dan fiturnya pun juga sering menghiasi surat kabar. Jurnalis beberapa media online lokal ini pernah kolaborasi menulis sebuku dengan para tokoh: Najeela Shihab, Aan Mansyur, dan sastrawan legendaris Sapardi Djoko Damono. Buku-buku karyanya: Pendidikan Berkemerdekaan, Kota Kata Kita, Menenun Rinai Hujan, Kisah Ramadhan, Rahasia Sekeping Hati, Melangitkan Karya, Membumikan 1000 Puisi, Cerita Sebuah Amplop, dan Wajah Ayu Kesederhanaan. Kini ia sedang giat menulis buku cerita anak.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dialektis Mbah Minto dalam Pandemi, antara Hiburan dan Perut Lapar

10 Mei 2020   03:11 Diperbarui: 10 Mei 2020   03:29 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Belakangan viral mbah-mbah sepuh dengan gaya bahasanya yang medok mengkampanyekan jargon 'jangan mudik'. 

Video ini banyak digandrungi netizen baik karena kemasan videonya, maupun karena pesan yang terkandung di dalamnya. Entahlah, yang jelas masyarakat mendapat hiburan segar yang baru. Lebih mengena dari pada teriakan para punggawa.

Di tengah krisis pandemi yang mencekik leher, hadirnya hiburan seolah menjadi salah satu oase, setidaknya mengalihkan sejenak rasa lapar karena beras belum terbeli sementara bantuan sosial juga tak kunjung tiba.

Ironisme ini mengajarkan pada kita bahwa pahitnya musibah menjadi sedikit tawar jika kita sempatkan melihat kekonyolan lakon di luar kita. Tengok anak-anak yang sedang bertingkah lucu, sesekali keluar ikut nimbrung di gardu jaga bersama anak-anak muda.

Diskusi mumpluk ala aktivis hingga berkelakar ria. Atau berselancar ke pasar-pasar hewan sok-sok an pilih-pilih kambing sementara kantong sedang meraung-raung minta diisi. Artinya, merdeka itu perlu. Merdeka dari rasa takut, khawatir besok makan apa? Meskipun PHK  kemarin masih menyisakan luka.

Ya, merdeka itu perlu. Barang sebentar saja. Berdamai dengan kemelut hati. Menikmati perhelatan sosial di luar sana. Asal jangan lupa pakai masker dan patuhi protokol kesehatan. Melihat betapa kesulitan ternyata melekat pada setiap yang hidup. Dan itu hanya penggalan episode yang pasti akan berlalu berganti episode lakon yang baru.

Di sana ada penjual ternak yang mengeluh "Regone  ajur!" ada tukang ojek yang mengeluh sepi, ada tukang bikin undangan, biro perjalanan, katering, yang mengeluh zero orderan, masih banyak yang ekonominya ambruk di masa pandemi ini. Artinya apa? Kita tak sendiri. Semua merasakan himpitan dan semua berjuang. Tidak mengeluh itupun perjuangan.

Dialektika. Sebagaimana Hegel bilang tesis dan antitesis harus berjalan seiring demi sebuah sintesis. Tesis, pandemi dan ambruknya ekonomi. Antitesis, waspada, positive thinking, jangan panik dan jaga imunitas  dan perut harus tetap diisi. Sementara sintesisnya adalah lenyapnya wabah dari muka bumi ini.

Dialektika adalah ketika tesis dan antitesis tetap harus bisa sejalan. Antitesis harus bisa mengimbangi kekuatan tesis bahkan lebih. Inilah yang sedang kita upayakan. Berjuang dalam keterbatasan dengan pikiran positif tanpa kepanikan tetapi harus selalu mematuhi protokol kesehatan.

Berpikir positif menumbuhkan energi positif, dari situ akan muncul ide-ide baru dan kreatif bagaimana menggerakkan seluruh panca indera untuk menghasilkan karya yang bernilai ekonomi demi tetap bisa mengisi lambung keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun