Warna kuning memenuhi jalan di pagi hari. Siang hari warnanya akan mengumpul di tepi jalan, dihempas alat transpotasi yang melintas. Bertaburan di bawah pohon, guguran bunga angsana terlihat cantik dan semakin cantik saat pohonnya tidak hanya satu. Berjejer di tepi jalan. Warna kuning semakin panjang, sepanjang jalan yang diteduhi pohon itu. Sangat memesona. Sayang aku tak mengambil gambarnya.
Air tumpahan langit dari akumulasi kondensasi di awan, mengguyur tanah di negeri katulistiwa ini. Hampir setiap hari, matahari tergelincir dibarengi hujan. Maka genangan air dan banjir yang menggelisahkan, menghantui kota-kota yang saluran airnya tak beres. Longsor akan mengingatkan penduduk tentang pentingnya kekuatan tanah yang mereka diami, tak kuat menahan air tanpa penampungan alami.
"... siramilah juga jiwa kami semua, ...". Mengutip syair lagunya Ebiet.
Guncangan dirasakan oleh beberapa tempat di kerak bumi. Bulan ini semakin sering. Guncangan keras di atas 6 SR di Indonesia merembet ke Jepang. Sempat ada peringatan tsunami yang selanjutnya berhenti, ditayangkan di TV swasta nasional saat siang beberapa hari lalu. Kemampuan teknologi sekarang memungkinkan Indonesia lebih waspada tsunami. Alat pendeteksi dini tsunami Indonesia bahkan ditulis media sebagai yang tercanggih di dunia. Tapi itu jumlahnya masih kurang mengingat ini negara yang lautannya sangat luas. Alatnya perlu diperbanyak.
Negeri subtropis telah menerima saljunya. Bahkan ada yang sudah terbenam 2 meter oleh salju. Kedinginan. Awas hipotermia.
Musim buah seperti mangga, durian semangka, melon telah mendatangkan lebih banyak lalat. Laron kadang seperti menginvasi permukiman saat pagi hari setelah malamnya hujan. Tapi tak tiap hari.
Nah yang terpenting, sebelum keluar rumah di negeri tropis bulan ini, bawa payung atau mantel sebelum kehujanan. Jaga kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H