Mohon tunggu...
marie yohana
marie yohana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - ꦲꦤ

manusia, bukan hewan atau tumbuhan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seputar Prasangka "Mbak Titik" Dobrak Stigma Negatif Janda

17 Maret 2021   21:26 Diperbarui: 17 Maret 2021   21:34 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampul buku "Mbak Titik" karya Maria A. Sardjono (dokpri)

Penulis kelahiran Semarang, Maria A. Sardjono, dikenal dengan karyanya yang bernuansa romansa dewasa. Penulis produktif ini berhasil mempublikasikan salah satu novel karangannya, "Mbak Titik". Karya satu ini ia masukkan dalam novel dengan 300 halaman dan diterbitkan oleh Sanjaya Agency Jakarta. Meski kurang dikenal seperti karyanya yang lain, "Bukan Isteri Pilihan", "Di Antara Dua Benua", dan lainnya, novel satu ini dituliskan sedemikian rupa dengan topik yang menarik pula: pandangan dan asumsi terhadap kaum janda.

Cerita diawali dengan Mbak Titik yang ingin hidup mandiri bersama anaknya, Kiki, di rumah susun. Meski ditentang oleh orang tuanya, Titik tetap bersikeras demi menunjukkan kemandiriannya baik dalam berkehidupan maupun membesarkan anak perempuannya yang berusia 5 tahun. Nantinya diketahui bahwa Abimanyu, mantan suami Titik yang meninggal karena kecelakaan, memiliki adik, Danu. Danu dan Titik pernah memiliki rasa suka dulu, tetapi tidak pernah diungkap hingga sang adik ditinggal menikah oleh Abimanyu bersama Titik. Titik, seorang janda yang kini tinggal mandiri di flat, mendapat berkali-kali tindakan terhadap statusnya itu. Antara lain adalah gosip tetangganya mengenai prasangka mereka terhadap kehidupan Titik, hingga atasan dan rekan kerja Titik yang kerap kali menggodanya meskipun mereka sudah berkeluarga. Meski demikian, Titik terus membuktikan kemampuannya dalam menghidupi keluarganya. 

Hingga suatu saat Danu tiba-tiba datang ke mendiang Titik di Jakarta untuk berlibur. Sudah bisa ditebak bahwa hal ini memicu gosip di antara tetangga. Lama tidak kembali, Danu ditegur Titik dan ditanyakan tujuan sebenarnya. Ia pun mengungkap perasaannya itu kepada Titik. Kemudian Danu meminta izin ke Titik untuk membawa Kiki ke Yogyakarta untuk mendekatkan Kiki ke keluarga almarhum ayahnya. Sepulangnya ke Jakarta, Titik membohongi dirinya dengan menjawab bahwa ia tidak mencintai Danu. Berbulan-bulan kemudian, ketika Danu sudah pindah, Titik kehilangan Kiki dan mendapat surat bahwa Kiki telah diculik. Tetangga Titik tidak lelah membantunya dalam menghadapi situasi ini, hingga nanti diketahui bahwa Kiki dibawa orang tua Abimanyu karena tidak berani izin ke Titik. Hal ini diketahui Titik oleh Danu yang menemukan Kiki di rumah orang tuanya. Di akhir cerita, Titik berhasil jujur ke dirinya dan mengungkap rasa cintanya ke Danu. 

Bernuansa cinta dan realitas, cerita ini mampu membangun suasana yang unik. Persepsi terhadap janda masih begitu melekat dalam masyarakat dan buku ini mencoba untuk mendobrak hal ini. Status janda (dan duda) menjadi satu tantangan emosional dengan beban psikologis yang ditimpa pada mereka, khususnya janda muda. Asumsi bahwa janda tidak memiliki ekonomi yang berkecukupan dan tidak bisa hidup mandiri membawa stigma negatif tersendiri. Budaya patriarki yang begitu mematri menjadikan anggapan bahwa wanita menjadi lemah tanpa kehadiran seorang laki-laki dalam hidupnya. Hal ini juga didukung dalam Mc Donald (1980) ( Sulaeman dan Homzah, 2010:3) yang mengatakan bahwa budaya patriarki berperan sebagai norma sentral dan tatanan simbolis masyarakat untuk mengakses material basic of power daripada perempuan. 

Dalam "Mbak Titik" diungkap bahwa Titik mampu membesarkan anaknya sekaligus bekerja dan berpenghasilan. Berkali-kali ia menolak permintaan atasannya yang ingin menghidupi Titik dengan alasan kasihan. Justifikasi terhadap kaum janda yang "menggoda" tidak ditunjukkan dalam tokoh Titik ini. Selain itu, tetangga Titik berasumsi macam-macam dan mendiskriminasi Titik. Meski demikian, Titik mampu bangkit dan justru menjalin hubungan baik dengan tetangga-tetangganya yang lain dari muda hingga tua. Hal ini antara lain adalah sifat Titik yang ramah dan positif. 

Dalam cerita ini juga ditekankan betapa pentingnya pengaruh lingkungan sekitar. Lingkungan yang bersahabat cenderung memberikan pengaruh positif kepada sesama anggota. Hal ini ditunjukkan ketika hilangnya Kiki, tetangga Titik menjadi orang-orang yang menjaga Titik dan mencari anaknya tidak henti selama tiga hari. Persaudaraan yang dijalin Titik selama ini membuktikan bahwa meskipun ia bisa hidup mandiri, juga penting untuk bersosialisasi. 

"Di balik kejelekan-kejelekan sifatnya, Titik yakin pasti ada yang baik pada diri ibu Atikah itu." ("Mbak Titik":18---19). 

"Mbak Titik" berkali-kali membuktikan bahwa di setiap situasi pasti ada keretakan dan di setiap aksi pasti ada pengorbanan. Mulai dari pengorbanannya untuk meninggalkan orang tuanya, menjaga Kiki, mencintai Danu, dan teguh dalam menghadapi prasangka buruk tetangga-tetangganya. William Isaac Thomas dalam teori definisi sosial mengatakan bahwa tindakan seseorang selalu didahului suatu tahap penilaian dan pertimbangan. Begitu pula digambarkan dalam reaksi tetangga terhadap perilaku Titik yang di mana status jandanya tidak membuatnya seperti stereotip kebanyakan orang terhadap kaum janda. Sosialisasi yang dilakukan antara Titik dengan tetangganya (lingkungan) membuat kedua pihak menerima definisi-definisi yang ada. 

"'Siapa yang dapat mengatakan bahwa jatuh cinta itu tolol? Kurasa setiap orang pernah mengalaminya. Jadi tololkah kalau aku tetap setia dengan perasaan cintaku itu dan berani menolak keinginan Ibu dengan tegas?'" ("Mbak Titik":125). 

Kutipan ini merupakan ucapan Danu ketika sedang menanggapi Titik mengenai cinta, terutama mengenai cinta Titik dengan Danu, yang bisa dikatakan secara hukum, adiknya. Dengan kata lain, cinta ini bagi Titik adalah sesuatu yang terlarang, ditambah dengan ketidaksukaan ibu dari Danu, ia merasa bahwa relasi mereka jika diteruskan tidak akan berakhir baik. Namun, nantinya dikatakan bahwa cinta itu tidak melulu tentang pernikahan dan akhirnya Titik mau melanjutkannya. Di tengah cerita sempat disinggung mengenai kumpul kebo, istilah yang diberikan oleh ibu-ibu penggosip mengenai Titik dan Danu. Sedikit menyimpang dari apa yang Titik katakan, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun