Mohon tunggu...
akhmad solihin
akhmad solihin Mohon Tunggu... -

Saya adalah staf pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan - IPB dan Staf Peneliti Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB

Selanjutnya

Tutup

Money

Upaya-upaya untuk Mengembangkan Perbankan Syariah Pasca Fatwa MUI

9 April 2010   04:55 Diperbarui: 8 Maret 2016   19:03 1855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Upaya-upaya untuk Mengembangkan Perbankan Syariah 

Pasca Fatwa MUI

 

Oleh : Akhmad Solihin

Dosen IPB

Pendahuluan

Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sekarang ini telah memperlihatkan geliat yang menggembirakan. Hal ini dikarenakan, ekonomi Indonesia selama ini lebih didominasi oleh sistem ekonomi sekuler Barat atau neoliberal yang banyak menimbulkan mudharat daripada manfaat. Padahal, Sistem Ekonomi Islam (SEI) lebih menekankan pada nilai-nilai etis sebagaimana yang terkandung dalam Al-quran dan Hadist, sementara ekonomi neoliberal menitikberatkan pada kapitalisasi modal. Selain itu, SEI menawarkan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat[1].

Akumulasi kekeliruan terhadap marginalisasi peran SEI ini disadari pada akhir tahun 2003 yang lalu, dimana masyarakat perbankan di Indonesia dikejutkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengeluarkan "fatwa panas" yang memicu kontroversi. Fatwa tersebut menegaskan bahwa pengenaan bunga oleh bank, asuransi, pasar modal, pegadaian, koperasi, dan lembaga keuangan sejenis atau individu adalah hukumnya haram. Dan fatwa tersebut menyebutkan bahwa praktek pembungaan uang pada lembaga keuangan konvensional telah memenuhi ketentuan riba nasi'ah, yakni tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya. Tentu saja hal ini menimbulkan kekhawatiran dikalangan para bankir dari Bank Konvensional, mereka mengkhawatirkan fatwa tersebut akan memberikan dampak serius terhadap bergesarnya komposisi dana masyarakat yang tersimpan di Bank Konvensionl ke Bank Syariah.

Fatwa MUI yang mengharamkan bunga bank dilandasi oleh dalil hukum (adillah al-ahkam) yang terdiri atas ayat-ayat Al-quran dan hadis Nabi, ijma' dan kaidah fiqhiyah yang dengan jelas menekankan bunga bank masuk kategori riba. Dengan demikian, fatwa MUI tersebut telah membuka babak baru tentang pengembangan SEI dan menjawab secara tegas dan jelas bahwa bunga bank adalah riba. Artinya, berbagai pertanyaan masyarakat seputar status bunga bank tersebut sudah terjawab melalui fatwa MUI ini. Bagi umat Islam, fatwa merupakan pedoman dalam melaksanakan ajaran agamanya, sehingga tidak ada lagi pengingkaran terhadapnya.

Gagasan pengembangan perbankan syariah cukup menarik untuk dicermati, mengingat gagasan ini bukan hanya mengubah akar dan basis ontologis bank yang selama ini berakar pada bunga. Akan tetapi lebih kepada suatu penciptaan mekanisme dan hubungan mutual antara lembaga bank dengan nasabah dan masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan skema perbankan syariah mengandung prinsip-prinsip kebersamaan, bukannya eksploitatif dan menindas seperti yang terjadi di Bank Konvensional.

Selain itu, kegiatan perbankan syariah dengan prinsip kemitraan (bagi hasil) menawarkan keuntungan besar bagi kemajuan dan pembangunan perekonomian. Sebenarnya tanpa fatwa MUI pun bank-bank syariah akan berkembang cepat, namun adanya fatwa bunga bank haram dapat dijadikan momentum untuk akselerasi percepatan perkembangan dan yang tidak kalah penting adalah diperlukannya sinergisasi antara pemerintah dan Bank Indonesia.

Cepatnya perkembangan perbankan syariah dibuktikan dengan pertumbuhan aset perbankan syariah di Indonesia tahun 2003 yang mencapai 51 persen dengan total aset sekitar Rp 6,1 triliun. Serta pertumbuhan dana masyarakatnya yang melonjak tajam, di mana pada tahun 1997, dana pihak ketiga yang dihimpun baru sebesar Rp 463,45 miliar, lalu melonjak menjadi Rp 2,92 triliun pada tahun 2002, dan terus meningkat pesat hingga posisi Agustus 2003 telah mencapai Rp 4,33 triliun[2].

Perkembangan perbankan syariah juga dicerminkan dengan peningkatan kelembagaan dan jaringan kantor perbankan syariah hingga Oktober 2003 yang telah menjangkau 20 provinsi dan berada di kota-kota besar Indonesia. Dan saat ini ada 2 bank umum syariah (BUS), 8 unit usaha syariah (UUS), dukungan total 194 kantor layanan, serta 84 BPR syariah[3].

Dengan demikian, tingginya tingkat perkembangan perbankan syariah yang disertai dengan keluarnya fatwa MUI tersebut, maka diharapkan adanya hukum positif di Indonesia yang khusus mengatur sistem perbankan yang berlandaskan syariah. Memang selama ini Undang-undang (UU) No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan telah memberikan tempat bagi perkembangan perbankan syariah melalui sistem dual banking, namun UU itu belum memberikan landasan konseptual maupun prinsip-prinsip secara komprehensif. Oleh karena itu, amandemen UU No 10 Tahun 1998 tentang Sistem Perbankan Konvensional harus segera diamandemen.

Historikal Perkembangan Bank Syariah

Seiring dengan perkembangan politik di negara Islam, pada tahun 1970-an mulai bermunculan lembaga keuangan yang berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah. Misalnya Pakistan, negara ini sebagai pelopor perkembangan perbankan syariah yang menghapuskan sistem bunga pada awal Juli 1979 di tiga institusi perbankan, yaitu National Investment (Unit Trust), House Building Finance Corporation (pembiayaan sektor perumahan), dan Mutual Funds of the Investment (kerjasama investasi). Selain Pakistan, negara lain yang juga menjalankan sistem perbankan syariah adalah Mesir pada bulan Maret 1978, Siprus pada bulan 1983, Kuwait pada tahun 1977, Uni Emirat Arab pada tahun 1975, Malaysia pada tahun 1983, Iran pada tahun 1983, Turki pada tahun 1984 dan Filipina pada tahun 1973. [4]

Mencuatnya kesadaran politik umat Islam di negara lain terhadap perlunya bank syariah, juga diikuti oleh tokoh-tokoh umat Islam di Indonesia. Pada tanggal 19-22 Agustus 1990, Dewan Pimpinan MUI menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Sistem Perbankan di Cisarua, Bogor. Rekomendasi lokakarya itu diambil oleh Musyawarah Nasional IV MUI yang menugaskan Dewan Pimpinan MUI untuk memprakarsai dan mendirikan bank berdasarkan syariah Islam. Setahun mencuatnya gagasan ini, maka pada tanggal 1 November 1991, PT Bank Muammalat Indonesia (BMI) memiliki izin operasi, namun mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1991[5]. BMI merupakan institusi perbankan pertama yang menetapkan sistem syariah di Indonesia. Dengan demikian, beroperasinya bank syariah di Indonesia tergolong masih “balita” apabila dibandingkan dengan negara-negara lain.

Selain di negara muslim tersebut, perkembangan bank syariah juga terjadi di negara non muslim seperti di Eropa, Amerika, dan Australia. Di negara-negara ini telah dibuka cabang-cabang syariah diantaranya seperti Citibank, Chase Manhatan Bank, ANZ Bank, Commerce Bank AG., Deutshe Bank AG., HSBC, Goldman Sochs, dan Banker Trust.[6] Hal ini mencerminkan bahwa industri perbankan syariah sangat menjanjikan. Oleh karena itu, sudah seharusnya kalangan perbankan Indonesia mulai memperhatikan secara serius strategi pembangunan bank-bank syariah ke depan. Mengingat, hingga saat ini masih banyak permasalahan yang melilit perbankan syariah, yaitu masalah internal seperti masih minimnya tekhnologi dan jaringan yang dimiliki, kurangnya sosialisasi, rendahnya sumberdaya manusia (SDM) dan masalah eksternal, seperti tidak adanya payung hukum yang memberikan kepastian dan legitimasi terhadap mekanisme perbankan syariah.

Pengembangan Perbankan Syariah Pasca Fatwa MUI

Tidak dapat dipungkiri bahwa pertumbuhan kinerja perbankan syariah Indonesia cukup menggembirakan dalam beberapa tahun terakhir ini. Artinya, industri perbankan syariah di Indonesia memiliki prospek yang sangat potensial dan menjanjikan di masa yang akan datang. Peluang yang besar ini didasarkan pada potensi pasar yang cukup luas dan struktur penduduk Indonesia yang mayoritas Muslim.

Menurut Faisal Baasir, bank syariah tidak hanya sebagai alternatif dalam industri perbankan tetapi juga merupakan solusi bagi perkembangan industri perbankan yang selama ini terpuruk. Hal ini dikarenakan, perbankan syariah akan menjadi salah satu instrumen keuangan yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam rangka memperbaiki perekonomian, mengingat perbankan syariah menerapkan prinsip bagi hasil (banking without interest) yang meniscayakan adanya penanggungan risiko kerugian bersama (profit and loss sharing), baik di pihak bank maupun debitor. Dengan demikian, keberadaan perbankan syariah diharapkan dapat mengisi kelemahan-kelemahan perbankan konvensional dan dapat menjembatani kegiatan perekonomian secara fair, yang selama ini dinafikan oleh perbankan nasional.

Meskipun demikian, perbankan syariah masih dihadapkan pada berbagai permalahan dan tantangan, baik itu dalam skala nasional, regional maupun internasional. Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahwa perbankan syariah di Indonesia menghadapi tantangan yang cukup berat untuk mampu bersaing di era globalisasi, yaitu masalah eksternal dan masalah internal.

Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi atau kebijakan yang sistematis dan komprehensif untuk perkembangan perbankan syariah Indonesia di masa yang akan datang, diantaranya yaitu : Pertama, diperlukannya sinergisasi dan sosialisasi seluruh stakeholders. Sedikitnya ada lima faktor pendukung yang ikut berpengaruh dalam menciptakan kemajuan bank syariah, yaitu pemerintah, para profesional seperti bankir dan pengacara, pemegang saham dan nasabah, pemuka dan sarjana Islam, serta situasi ekonomi.

Sinergisasi yang tidak kalah pentingnya adalah pengembangan ekonomi Islam di lingkungan kampus (akademisi) dengan dunia usaha (praktisi). Sinergisasi antara akademisi dan praktisi sangat penting, mengingat keduanya sangat kompeten dan harus saling mengisi dalam pengembangan ekonomi syariah secara scientific.  Untuk itu, perlu upaya penyebarluasan informasi dan sosialisasi tentang sistem perbankan syariah, terutama oleh lembaga perbankan yang bekerja sama dengan berbagai lembaga, seperti lembaga perguruan tinggi, para ulama, asosiasi, dan pers.

Kedua, peningkatan sumberdaya manusia (SDM). Sebagaimana dengan perbankan konvensional, perbankan syariah juga harus memiliki SDM yang handal. SDM tersebut harus memiliki kemampuan dan pengetahuan mendalam mengenai sistem syariah itu sendiri. Dengan demikian, para pegawai bank syariah begitu paham dengan produk yang ditawarkan kepada masyarakat.

Masalah SDM sangat terpengaruh oleh perkembangan sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain. Karena itu, kebijakan personalia sangat terpengaruh oleh faktor-faktor yang antara lain berupa : perkembangan pendidikan, perkembangan jumlah penawaran tenaga kerja, perkembangan sosial (emansipasi, urbanisasi, dll), adat, agama, budaya dan sistem nilai masyarakat lainnya serta perkembangan perburuhan.[7]

Ketiga, peningkatan pelayanan produk dan peningkatan jaringan teknologi. Aspek internal bank yang melibatkan hampir semua kegiatan operasional bank adalah aspek produk dan pengembangannya. Produk bank merupakan hasil kegiatan operasional bank dan berkaitan erat dengan pengelolaan portofolio bank. Selain itu, di era modern ini, bank-bank syariah harus juga melengkapi dirinya dengan berbagai teknologi perbankan. Misalnya membuka dan menambah jaringan ATM serta menawarkan produk-produk yang lazim pada bank konvensional.

 Keempat, pentingnya dilakukan penelitian dan pengembangan (research and development/R&D). Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan yang mendukung kegiatan produksi dan pemasaran. Di hampir seluruh bank negara-negara maju, kegiatan penelitian dan pengembangan selalu dilakukan tiap tahun dalam rangka meningkatkan upaya inovasi perbankan untuk menghasilkan berbagai produk baru perbankan. Tentu saja, hasil dari R&D adalah untuk strategi bersaing dengan bank lain. Kegiatan R&D ini sesungguhnya tidak hanya mencakup pencarian produk baru dan penelitian pasar, tetapi juga mencakup penelitian kegiatan dan strategi pesaing, perkembangan lingkungan bank (ekonomi, sosial, politik, kebijakan-kebijakan pemerintah, perkembangan tekhnologi dan sebagainya).[8]

Kelima, perlunya legislasi perbankan sebagai payung hukum. Berkembangnya perbankan Islam di beberapa negara tidak terlepas dari penggunaan legislasi atau perundang-undangan sebagai instrumen kebijakan politik negara. Selain berfungsi sebagai “sarana kontrol sosial”, hukum dan peraturan perundang-undangan juga berfungsi sebagai “sarana rekayasa sosial” dari kehidupan suatu negara.[9] Hal ini dikarenakan, perundang-undangan mempunyai kekuasaan tertinggi dari suatu negara dan bersifat memaksa.

Sementara itu, meskipun ada pengakuan terhadap perbankan syariah oleh UU No 10 Tahun 1998, namun keberadaan UU ini belum mampu menciptakan kepastian hukum terhadap eksistensi dan perkembangan perbankan syariah di indonesia. Oleh karena itu, untuk mewujudkan perkembangan perbankan syariah di Indonesia di masa mendatang harus didukung oleh undang-undang yang khusus mengatur bank syariah atau bank Islam seperti halnya di Malaysia. Sekalipun Malaysia cuma memiliki satu bank Islam, tetapi mereka mempunyai undang-undang khusus tentang bank syariah, yaitu Islamic Banking Act. Dengan demikian, mudah-mudahan pasca Pemilu 2004, Rancangan Undang-undang Bank Syariah yang sudah “disetor” ke Pemerintah segera disahkan menjadi peraturan perundang-undangan yang menjadi legitimasi dan kepastian hukum bagi perkembangan perbankan.

 Namun demikian, dari berbagai masalah di atas, ada satu masalah yang tidak kalah dalam mengembangkan perbankan syariah adalah faktor psikologis religiusitas. Artinya, perbankan syariah tidak bisa lagi hanya mengandalkan pada faktor psikologis religius an sich. Hal ini dikarenakan, masih ada resistensi masyarakat non-muslim terhadap sistem ekonomi syariah. Mereka masih beranggapan bahwa dengan menerapkan sistem ekonomi Islam tersebut, seolah-olah ingin menjadikan negara Indonesia berdasarkan syariah Islam.

Penutup

Meskipun perkembangan perbankan syariah di Indonesia sangat menjanjikan, namun hingga saat ini masih menyisakan berbagai permasalahan yang harus segera diselesaikan. Adapun masalah-masalah tersebut diantaranya, yaitu : (1) sinergisasi dan sosialisasi seluruh stakeholders; (2) sumberdaya manusia; (3) pelayanan produk dan jaringan teknologi; (4) penelitian dan pengembangan; dan (5) legislasi atau peraturan perundang-undangan perbankan syariah. Dan yang tidak kalah penting dalam mewujudkan perkembangan perbankan syariah adalah jangan terlalu mengandalkan faktor psikologis religiusitas, sehingga di masa mendatang perbankan syariah menjadi institusi perbankan untuk semua umat.

Daftar Pustaka

Baasir, Faisal, “Prospek Bank Syariah”, Republika, 23 Januari 2004.

Rachmadi, Bambang Herijanti, “Pengembangan Bank Syariah di Indonesia di Tinjau dari Aspek Hukum Bisnis”, Hasil Penelitian [tesis], Bandung, Universitas Padjadjaran, 2002.

Sukristono, Perencanaan Strategis Bank, Jakarta, Institut Banker Indonesia.

Thohir, rick, “Setetes Air Ekonomi Syariah”, Republika, 25 April 2003.

Usman, Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, Bandung, PT Citra Aditya Bhakti, 2002.

[1] Erick Thohir, “Setetes Air Ekonomi Syariah”, Republika, 25 April 2003.

[2] Faisal Baasir, “Prospek Bank Syariah”, Republika, 23 Januari 2004.

[3] Faisal Baasir, Loc Cit.

[4] Bambang Herijanti Rachmadi, “Pengembangan Bank Syariah di Indonesia di Tinjau dari Aspek Hukum Bisnis”, Hasil Penelitian [Tesis], Bandung, Universitas Padjadjaran, 2002, hlm 83-87. Lihat juga Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, Bandung, PT Citra Aditya Bhakti, 2002, hlm 119-122.

[5] Rachmadi Usman, Op Cit, hlm 85-86.

[6] Bambang Herijanti Rachmadi, Ibid, hlm 88.

[7] Sukristono, Perencanaan Strategis Bank, Jakarta, Institut Banker Indonesia, hlm 132-134.

[8] Sukristono, Ibid, hlm 131-132.

[9] Rachmadi Usman, Op Cit, hlm 123.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun