Mohon tunggu...
akhmad solihin
akhmad solihin Mohon Tunggu... -

Saya adalah staf pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan - IPB dan Staf Peneliti Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB

Selanjutnya

Tutup

Money

Sea Farming: Merawat Terumbu Karang dan Mensejahterakan Nelayan

4 April 2010   15:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:59 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Akhmad Solihin

Kelestarian terumbu karang adalah jaminan perikanan berkelanjutan. Hal ini dikarenakan, selain tempat bertelur, terumbu karang juga berfungsi untuk bermain dan mencari makan ikan-ikan. Oleh karenanya sangat wajar, bila pemerintah sangat getol mengeluarkan kebijakan untuk melindungi kelestarian terumbu karang.

Namun demikian, tidak sedikit kebijakan pemerintah yang eko-sentris, dimana kelestarian terumbu karang lebih dikedepankan dibandingkan dengan kelangsungan hidup umat manusia. Wilayah laut dikapling untuk kawasan konservasi, sehingga nelayan harus keluar dari wilayah tangkapan. Akibatnya adalah, konflik pun mencuat kepermukaan atas nama untuk bertahan hidup.

Pendekatan Baru

Belajar dari permasalahan tersebut, Suku Dinas Kelautan dan Perikanan DKI Jakarta menggandeng Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL-IPB) untuk mengembangkan Program Sea Farming di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Pada awal pelaksanaannya, banyak orang menyangsikan akan keberhasilan program sea farming. Selain disebabkan oleh kentalnya kultur masyarakat nelayan sebagai pemburu, kebijakan pemerintah selama ini yang bersifat project oriented turut memperkeruh kultur masyarakat Kepulauan Seribu.

“Program pemerintah paling bertahan satu tahun, setelah itu selesai dan meninggalkan kami”, setidaknya itulah pernyataan masyarakat Kepulauan Seribu dalam menanggapi kebijakan pemerintah. Sikap apriori masyarakat Kepulauan Seribu tersebut tidak dapat dipersalahkan, karena selama ini mereka menjadi objek kebijakan.

Namun demikian, keuletan PKSPL-IPB sejak program dicanangkan, mampu mengubah kultur masyarakat pemburu menjadi pembudidaya. Program sea farming yang dikenalkan sejak tahun 2004 ini, mampu menciptakan masyarakat pembudidaya peduli lingkungan yang tadinya adalah pengguna racun potas (potassium cyanide). Racun ini mampu membunuh terumbu karang dengan cepat. Padahal, kita ketahui bersama, kalau pertumbuhan terumbu karang sangat lama, bahkan tahunan.

Secara tidak langsung, program sea farming mampu mengalihkan mata pencaharian nelayan penangkap ikan kerapu menjadi pembudidaya ikan. Pengalihan mata pencaharian ini, semestinya menjadi pembelajaran bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil lainnya. Pengusiran masyarakat nelayan dari wilayah tangkapannya yang mengatasnamakan konservasi semata, hanya akan meningkatkan konflik vertikal antara masyarakat dengan pemerintah.

Kebijakan Berkelanjutan

Keberhasilan program sea farming ini terlihat dari bermunculannya petak-petak japung (jaring apung) baru di sekitar perairan Pulau Pramuka, Pulau Panggang dan Pulau Karya. Namun demikian, perkembangan ini harus menjadi perhatian pemerintah daerah setempat, selain dikhawatirkan menimbulkan konflik lahan, pertumbuhan pembudidaya baru bisa menurunkan kualitas perairan akibat penumpukan sisa pakan dan kotoran ikan.

Sementara itu, dalam rangka menciptakan kebijakan berkelanjutan. PKSPL-IPB memperkuat program ini dengan cara membangun kelembagaan sea farming. Tentu saja, kelembagaan disini tidak hanya ditafsirkan sebagai susunan pengurus dan sebagainya, akan tetapi lebih dari itu, PKSPL-IPB memberikan pembinaan pengelolaan keuangan anggota.

Pembinaan tersebut dimaksudkan, agar setiap anggota sea farming mampu mengelola usahanya secara berkelanjutan. Sehingga, secara tidak langsung, pembinaan keuangan ini bertujuan untuk menghapus budaya boros yang melekat kental pada masyarakat pemburu seperti nelayan.

Meskipun dalam pembinaan mental dan teknis budidaya telah berhasil dibangun, program sea farming masih terkendala benih ikan. Hal ini dicerminkan oleh kurangnya pasokan benih ikan. Hingga saat ini, pelaku usaha sea farming masih mengandalkan benih ikan kerapu dari luar, khususnya Bali.

Untuk itu, pekerjaan rumah bagi pemerintah dan stakeholder perikanan di Kepulauan Seribu adalah bagaimana membangun pusat perbenihan di kawasan ini guna menyokong keberhasilan pelaksanaan program sea farming yang sudah dirintis sejak tahun 2004.

bisa lihat juga di http://ikanbijak.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun