Musibah membawa berkah untuk mereka yang ingin mencuatkan nama ini kerap saya amati selalu saja terjadi. Bahkan, suatu ketika saya pernah terlilit pusing gara-gara menghadapi sebuah pihak hotel yang terlanjur memasukkan sop buntut ke dalam perut saya!
   Â
Ceritanya kala itu seperti biasa, saat musibah terjadi di suatu tempat, saya termasuk reporter yang dimintai tolong untuk meliput kejadian dari sebuah pihak yang sudah memberikan bantuan. Awalnya sih saya diminta datang untuk diajak makan siang. Konon, ada berita menarik yang ingin mereka sampaikan kepada saya.
Karena waktu itu saya berada di bidang peliputan kuliner, saya pikir, ah, kebetulan sekali nih bisa dijadikan bahan untuk mengisi berita leisure. Namun ketika saya datang ke restoran dari hotel tersebut, sampai pada kejadian sop buntut terhidang di depan saya, saya malah dihadapkan pada paparan berita bahwa pihak hotel tersebut sudah memberikan bantuan ke para korban tsunami di Aceh, sebesar sekian rupiah, dari gaji para karyawan di hotel tersebut, hingga ujung-ujungnya... "Tolong ditulis di korannya yah!"
Langsung saja mata saya membeliak sambil tersenyum, memandangi sop buntut yang sudah terhidang di depan saya dan telah siap dipersilakan untuk dinikmati. "Jadi, unsur sop buntutnya untuk upah agar berkenan menuliskan berita bantuan ya?" pikir saya dengan hati terus menahan tawa.
Urusan sop buntut itupun makin keruh ketika ternyata pihak redaktur saya tidak berkenan untuk menaikkan berita tersebut. Alasannya, karena pemberian bantuan itu toh atas inisiatif pihak hotel itu sendiri dan tidak melalui media tempat saya bekerja. Lagipula, sisi human interestnya pun tidak ada sama sekali.
Dan keesokan harinya, gantilah manajer pemasaran hotel itu yang uring-uringan. Menelepon saya, menelepon pihak kantor saya, dengan maksud inti, menuntut agar apa yang ia sampaikan kepada saya itu menjadi berita yang termuat di surat kabar!
Di tengah-tengah pusing sekaligus ingin tertawa kala melihat realita begitu banyaknya masyarakat yang sadar untuk diliput karena telah memberikan bantuan untuk korban tsunami Aceh, kala itu saya dihenyakkan oleh kabar sebuah truk berisi bantuan yang terguling sebelum sampai di tangan yang membutuhkan.Â
Entah kenapa, langsung saja pikiran saya melayang kepada mereka-mereka yang telah mendahulukan unsur publikasi di tengah-tengah aksi memberikan bantuan. Apa iya bantuan dalam truk yang terguling itu berasal dari harta mereka yang telah berpikir pamrih atas adanya musibah ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H