Mohon tunggu...
Ika Lutfiana Sabilah
Ika Lutfiana Sabilah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - uin sunan ampel surabaya

suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kearifan Lokal sebagai Resolusi Konflik Keagamaan

6 Juli 2023   12:52 Diperbarui: 6 Juli 2023   12:55 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemahaman pertama yang harus dipahami dalam menganalisis resolusi konflik dan anarkisme agama adalah agama tidaklah mengajarkan kekerasan kepada umatnya. Agama justru mengabarkan adanya perdamaian dan cinta kasih baik kepada sesama umat maupun umat lain yang mempunyai keyakinan berbeda. Adanya konflik berbau anarkisme agama sendiri justru dipertanyakan agama karena telah menjadi distorsi dalam ajaran agama tersebut. Agama hanya menjadi identitas artifisial dalam suatu konflik untuk memberikan legitimasi moral untuk berbuat kekerasan terhadap pihak lainnya. Selain halnya legitimasi moral dan indentitas, menyulutnya kekerasan atas nama agama juga disebabkan oleh kesalahan dalam penafsiran ajaran agama sehingga menimbulkan pemahaman sempit dan sikap chauvinistik. Maka dalam konteks ini, konflik anarkisme agama sejatinya tidak ada. Yang ada justru adalah konflik berupa rivalitas sumber ekonomi dan politik mau pun persaingan memperebutkan jabatan publik dalam pemerintahan. Agama bukanlah menjadi faktor utama (core conflict) dalam konflik anarkisme, namun hanya menjadi faktor konsideran maupun pendukung (supporting conflict). Dalam berbagai kasus konflik mengatasnamakan agama seperti konflik Islam-Kristen di Poso maupun Maluku, agama justru terpolitisasi menjadi identitas konflik yang sebenarnya hanya menjadi topeng atas rivalitas perebutan sumber ekonomi, politik maupun birokrasi antar masyarakat. Tereskalasinya agama menjadi bagian sirkuler konflik anarkis merupakan implikasi panjang dari kebijakan kerukunan beragama yang tidak afirmatif. Dalam berbagai hal, ada proses diskrimasi dan pengistimewaan terhadap kelompok tertentu yang kemudian menimbulkan potensi konflik laten. Sebenarnya membincangkan masalah konflik di ranah lokal bermuara pada marjinalisasi dan ketertindasan sehingga agama kemudian menjadi stimulus dalam melakukan konflik. 

Kearifan Lokal sebagai Resolusi Konflik 

Studi sosiologi agama yang mengupas kearifan lokal sebagai resolusi konflik keagamaan masih dikatakan sedikit. Minimnya studi tersebut dikarenakan banyak di antara kearifan lokal tersebut sudah tergerus oleh modernitas zaman sehingga tema kearifan lokal menjadi tidak menarik dalam perspektif manajemen konflik. Hilangnya kearifan lokal membuat potensi konflik anarkisme agama semakin membesar karena masyarakat tidak memiliki filter kultural dalam menjaga marwah ikatan sosial mereka. Benturan sosial yang terjadi dalam masyarakat multietnik pasca otoritarian memunculkan adanya fenomena stres sosial, kepedihan (bitterness), disintegrasi sosial yang seringkali juga disertai oleh musnahnya aneka aset-aset material dan non-material. Yang dimaksudkan dari aset material sendiri adalah tuntutan pemenuhan kebutuhan minimal pokok demi menjaga kelangsungan kehidupan masyarakat dan aset non material atau post-material sendiri adalah munculnya dekapitalisasi modal sosial dalam kearifan lokal seperti hilangnya rasa saling percaya (trust) diantara sesama anggota masyarakat,    

Pertama adalah kearifan lokal sebagai penanda identitas sebuah komunitas. Identitas tersebut menunjukkan bahwa komunitas tersebut memiliki budaya perdamaian yang berarti menunjukkan komunitas tersebut merupakan komunitas yang beradab. Hal ini dikarenakan konflik merupakan simbolisasi kultur barbarian. Tentunya dengan memiliki kearifan lokal, komunitas tersebut ingin mencitrakan dirinya sebagai komunitas yang cinta damai

Kedua, kearifan lokal itu sendiri menawarkan kesatuan perspektif dalam bentuk unsur antaragama, antarwarga, dan antaragama. Tentang; dalam hubungan Dalam konteks ini, kearifan lokal dapat dimaknai sebagai ruang atau arena dialog melarutkan eksklusivitas politik antara segala jenis identitas kelompok yang berbeda. Upaya mempertemukan kepentingan yang beragam dan tumpang tindih merupakan upaya membangun inklusivitas untuk mereduksi kemungkinan konflik yang lebih besar lagi. 

Ketiga, implementasinya berbeda Hukum positif sebagai alat penyelesaian konflik yang sampai saat ini banyak digunakan petugas polisi kami yang tampaknya "dipaksa". Itulah yang Penyelesaian konflik terhadap hukum positif itu sendiri justru terletak pada sifat fisik dan makna sementara, sekalipun mempunyai kekuatan hukum tetap. Banyak merupakan salah satu kasus anarkisme agama yang dapat diselesaikan dengan pendekatan tersebut Hukum positif, seperti keputusan bersama tiga menteri, sering dilanggar. Kearifan lokal sebagai bagian dari penyelesaian konflik alternatif bahkan lebih penting mendorong semua pihak untuk bernegosiasi melalui kedekatan emosional dan kultural. 

Local Genius sebagai Resolusi Konflik Anarkisme Agama

Wawasan kearifan lokal pertama yang harus dipahami saat menganalisis resolusi konflik damai di Maluka adalah Kitorang Samua Basudara (kita semua bersaudara). Pengertian ini mengacu pada struktur, meskipun penduduk Maluku sendiri tersegmentasi terbagi menjadi dua komunitas, yaitu Salam (Islam) dan Seran (Kristen), dan tetap memiliki silsilah keluarga yang sama. Kebangkitan konsep juga bertujuan untuk memberantas yang lain Hambatan untuk penyelesaian damai. Sebelum itu, konteks tentang kita (about us dan mereka melukiskan gambaran satir tentang konflik Maluku yang sulit Orang menjadi unit dari kedua bagian kamp. Proses tentang saya dan esensinya sebenarnya berdasarkan sentimen agama Islam dan Kristen. Tapi lebih dari itu, bagaimana kita bisa melihat keegoisan berubah? Selama proses pemulihan perdamaian antar umat beragama di Maluku. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun