Ismi Ariniawati, Mendambakan gaung feminisme di Jepara
Berbicara  tentang  feminisme, berarti bicara mengenai paradigma kesetaraan gender. Feminisme sendiri adalah sebuah paradigma atau cara pandang  yang komprehensip mengenai ketidakadilan gender. "Yang selama ini terjadi, perempuan masih sering mengalami  diskriminasi seperti berbicara dan menyuarakan pendapatnya didepan umum adalah hal yang kurang pantas dilakukan oleh seorang perempuan. Belum lagi dengan adanya budaya partriakri yang seringkali mempersempit ruang gerak perempuan, misalnya mengangkat galon atau gas adalah tugas laki -  laki dan perempuan dianggap kurang mampu melakukan hal tersebut. padahal, saya setiap hari mengangkat galon dan memasang gas sendiri" tutur  Mba Ismi.  Sehingga feminisme menjadi pijakan dalam menyuarakan kesetaraan gender. Sayangnya, masih banyak miskonsepsi mengenai kesetaraan gender terlebih dikalangan orang awam.
Banyak yang berpandangan bahwa kesetaraan gender adalah keinginan perempuan mengungguli  atau mengalahkan  laki -- laki dalam berbagai bidang. Feminisme dianggap sebagai paham yang menyudutkan laki -- laki dan hanya menguntungkan perempuan. Padahal, konsep feminisme jauh berbeda dengan stigma tersebut. Kita tahu, bahwa kesetaraan berbeda dengan kesamaan. Jika menuntut kesamamaan berarti kita menuntut laki -- laki harus hamil padahal itu tidak mungkin, maka  Perlu ditekankan bahwa  tujuan dari kesetaraan gender adalah meniadakan pengkotak -- kotakan peran. Pengkotak -- kotakan peran seperti apa yang dimaksud ? contohnya dalam hal mengasuh anak yang selalu diserahkan penuh kepada seorang perempuan yang dalam hal ini ibunya, seolah ibu yang bertanggungjawab penuh terhadap anaknya. Padahal, seharusnya seorang ayah juga mempunyai tanggungjawab yang sama dalam mengasuh anak. Kesetaraan -- kesetaraan semacam itulah yang ingin di suarakan oleh para feminis kita.
Mengenai feminisme di Jepara sendiri, menurut Mba Ismi belum ada sosok -- sosok perempuan yang berani menyuarakan kegelisahannya ke publik untuk mendobrak feminisme. Selain itu, belum ada platform atau media khusus perempuan yang muncul dan suaranya dapat di dengar publik. Sehingga ketika seoraang perempuan mengalami masalah dan membutuhkan dukungan, mereka kebingungan harus kemana, harus bercerita kepada siapa, perempuan mana yang  isa mereka ajak bercerita.  "Kita perlu duduk bareng , bersama -- sama mewujudkan kesetaraan gender dan mendukung perempuan -- perempuan lain" imbuhnya.
(Sumber : wawanara Ismi Ainiawati)
(telahterbit dalam majalah SHIMA Tahun 2021
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H