Mohon tunggu...
Ika S Rukmana
Ika S Rukmana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Anak Temperamen yang Terabaikan

19 April 2016   11:35 Diperbarui: 19 April 2016   11:45 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Apakah implikasi dari variasi temperamen terhadap pola asuh orang tua? Meskipun jawaban dari pertanyaan ini masih bersifat spekulatif, kesimpulan – kesimpulan berikut mengenai strategi pengasuhan  terbaik berkaitan dengan temperamen anak berhasil dicapai oleh ahli dalam bidang temperamen Ann Sanson dan Mary Rothbart (1995):

· Perhatian dan menghargai individulitas.

Implikasinya adalah tidak mungkin kita menyebutkan satu cara pola asuh “terbaik”. Sebuah tujuan dapat dicapai dengan cara tertentu pada anak tertentu tetapi baru baru dapat dicapai dengan cara yang lain pada anak yang lain, tergantung dari temperamen anak tersebut. Orang tua harus sensitif dan fleksible terhadap sinyal dan kebutuhan dari bayi.

·Pengaturan lingkungan di sekitar bayi.

Lingkugan yang selalu ramai dan bising dapat menyebabkan masalah yang lebih besar bagi beberapa orang anak seperti pada anak yang difficult) dibandingkan bagi sebagian anak yang lain (easy going). Kita juga menduga bahwa anak yang penakut dan mengalami ihibisi akan lebih nyaman ketka diperkenalkan secara pelan-pelan pada konteks yang yang baru.

· Anak yang termasuk kategori “difficult” dan paket program pola asuh.

Program pelatihan pola asuh untuk orang tua sering kali berfokus kepada bagaimana menghadapi anak dengan temperamen difficult. Dengan menyadari bahwa ada anak yang lebih sulit jika dibandingkan anak lain memang akan membantu orang tua, dan saran-saran mengenai bagaimana mengahdapi anak tersebut juga akan sangat berguna. Tetapi yang perlu diingat adalah bagaimana sebah karakteristik dinilai sangat tergantung dengan kesesuaian dengan lingkungan. Ketika kita memberi label bahwa seorang anak adalah anak yang “sulit”, hal ini  bisa mengakibatkan bahaya timbulnya self-fullfilling prophecy. Ketika seorang anak diidentifikasi sebagai anak “sulit”, orang akan memperlakukan anak dalam cara-cara tertentu yang justru mendorong timbulnya perilaku “sulit” tersebut.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun