Jakarta, 12 Maret 2024 - Kasus kekerasan seksual yang melibatkan seorang pendeta dan seorang dukun mengguncang jagat keagamaan dan paranormal di Indonesia. Kisah mengerikan yang terungkap ini menyoroti penyalahgunaan kepercayaan masyarakat terhadap tokoh agama dan spiritualitas.
Pada tanggal 2 November 2017, korban bernama AMR (21 tahun) melaporkan Gideon Simanjuntak (33 tahun), seorang pendeta di Gereja Tiberias, atas tuduhan melakukan perkosaan. Kejadian pertama kali terjadi saat korban masih berusia 15 tahun. AMR, yang pada saat itu masih seorang anak, menjadi korban ketika pelaku memanfaatkan kekuasaan dan pengaruhnya sebagai seorang pendeta.Selama empat setengah tahun pacaran dengan pelaku, AMR mengetahui bahwa telah banyak perempuan yang menjadi korban.
Selain AMR, korban-korban lain kekerasan seksual oleh Gideon Simanjuntak adalah Ca, Ji, Vi, Ga, dan Di. Beberapa di antara mereka mengalami berbagai bentuk pelecehan, mulai dari pemaksaan hingga tindakan kekerasan secara fisik.Â
Beberapa jemaat pernah melihat Ca mendatangi pelaku di gereja, kemudian menangis sambil berteriak-teriak "Pendeta bejat." Ada pula korban seorang janda yang minta rumahnya di Depok untuk diberkati oleh pelaku, namun justru di rumahnya sendiri korban mendapatkan kekerasan seksual oleh pelaku. Korban Jul dicium secara paksa oleh pelaku di belakang panggung gereja. Beberapa korban lain seperti Ji, Vi, Ga, dan Di beberapa kali diajak ke hotel, bahkan korban Ga dan Di dikabarkan pernah hamil.
Beberapa korban termasuk AMR telah berupaya melapor ke Gembala Sidang Gereja Tiberias meskipun dihalang-halangi oleh beberapa jemaat dengan alasan nama baik gereja. Seorang teman pelaku juga pernah berupaya membuka kejahatan pelaku namun justru dilaporkan oleh pelaku dengan tindak pidana pencemaran nama baik.Â
Menurut catatan Komnas Perempuan tahun 2017 tertulis mengatakan, "AMR menyatakan dengan keyakinan bahwa masih banyak korban lain yang belum berani bersuara dan potensi terjadinya lebih banyak lagi perempuan, khususnya di antara jemaat gereja, yang mungkin akan menjadi korban. Oleh karena itu, penting untuk menghentikan pelaku yaitu Gideon Simanjuntak dari jabatannya sebagai pendeta."
Berdasarkan catatan Komnas Perempuan tahun 2017 menambahkan bahwa kasus-kasus ini mencerminkan pola penyalahgunaan kekuasaan dan pengaruh yang dilakukan oleh pelaku terhadap jemaat gereja dan perempuan yang berada dalam lingkup pelayanan gereja.
Pada kasus yang lain, seorang dukun bernama Hanum Kudlori bin R. Durohman atau dikenal sebagai Gus Hanum (46 tahun) juga terlibat dalam kasus serupa. Korban RS (32 tahun) melaporkan bahwa setelah berobat ke Gus Hanum, ia malah menjadi korban pemerkosaan di rumah dukun tersebut. Ancaman dan intimidasi digunakan oleh Gus Hanum untuk memaksa korban agar tetap diam.
Kasus ini mencuat ke permukaan ketika korban-korban berani melangkah maju dan melaporkannya ke pihak berwajib. Namun, kisruh tidak berhenti di situ. Proses hukum yang seharusnya menjadi penegakan keadilan justru diwarnai oleh upaya penyelesaian di luar pengadilan. Korban RS bahkan dipaksa menerima uang damai dari pelaku sebagai syarat perdamaian.