Mohon tunggu...
Ika Hentihu
Ika Hentihu Mohon Tunggu... -

Ika Farihah Hentihu lahir dan besar di kota Malang Jawa Timur, pengajar di jurusan sastra Inggris. Saat ini sedang tertarik kepada sejarah, antropologi dan budaya Sulawesi khususnya Sulawesi Selatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berwisata Sejarah di Galesong

11 Oktober 2011   15:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:04 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Galesong bukan tujuan wisata tapi sehari di Galesong bisa dijadikan kegiatan wisata bahkan sebulan. Dan bukan lagi sehari. Meski letaknya bukan di tengah Makassar, masih ditempuh satu jam lagi kesana, Galesong seolah2 mewakili keberadaan budaya Makassar dan sejarahnya.

Secara geografis Galesong ini terletak di pesisir pantai dan berada dalam daerah pemerintahan Kabupaten Takalar. Dan letak Galesong juga sebenarnya dikelilingi oleh Kabupaten Gowa dimana Gowa adalah sebagai daerah tua dan daerah asal Galesong itu berada.

Perjalanan ke Galesong ini diawali dari Sungguminasa, sebuah lokasi tempat yang cukup ramai dan terlihat arus bisnis yang cukup berdenyut disana. Istana Gowa pun dilewati apabila kita menuju Galesong. Oleh karena itu belumlah ke Makassar apabila kita tidak mengunjungi istana Raja Gowa Tamalate. Ada dua istana dalam satu komplek disana yaitu istana klasik yang dibangun pada masa lampau, istana Raja Sultan Hasanuddin. Dan karena untuk melestarikan istana yang sudah kuno ini, pemerintah daerah setempat membangun istana baru yang serupa namun lebih besar. Hal ini dilakukan untuk menjaga istana yang lama dari kelapukan dan kerusakan. Istana baru kelihatan lebih kokoh dan megah. Namun demikian tidak mengurangi nilai historis kerajaan Gowa yang masyhur tersebut.

Mendekati Galesong laut mulai terlihat dari sisi kanan dan kiri. Hulu sungai berakhir di laut yang dikelilingi oleh ratusan pohon bakau dimana semakin memperlihatkan ciri Galesong dan semakin mendekat ke lokasi ini. Saat itu laut benar2 tenang, tidak terlihat ombak yang tinggi. Padahal apabila kita mendekat ke Bungung Baraniya, sebuah sumur tua klasik digali pada abad ke 16, disana kita bisa lihat cekungan semenanjung laut Galesong. Air laut sangat jelas terlihat, biru dan terang terkena pancaran sinar matahari. Sesaat air laut terlihat bergolak membentuk pusaran seperti segitiga bermuda. Memang arus air laut Galesong kadang terlihat sedikit mengerikan. Dan memang dalam sejarah diceritakan bahwa pusaran itu kadang datang tiba2 kadang menghilang. Hal ini terjadi karena air laut Galesong adalah berasal dari arus bawah Spermonde. Konon pusaran air laut Galesong inilah kawah candradimuka bagi para pasukan di bawah pimpinan Panglima I Maninrongi Kare Tojeng Karaeng Galesong. Apabila mereka bisa keluar dari pusaran ini dengan selamat maka dia memang pantas disebut Baraniya. Perahu cukup dilepas saja ke pantai dan menuju ke pusaran tersebut. Disana para lasykar2 itu berjuang agar bisa selamat dan keluar dari pusaran mematikan itu. Mereka akan keluar hidup2 atau bahkan tidak bisa keluar dari pusaran tersebut yang artinya mati. Benar2 menantang adrenalin..

Sumur tua yang terletak di sebelah selatan Istana Bala Lompoa Galesong terlihat meskipun kurang terawat tetapi masih berdiri kokoh dengan dan berair jernih. Airnyapun berasa hambar, tidak terasa asin sama sekali dimana sumur ini sangat dekat dengan bibir pantai Galesong. Konon kabarnya air sumur Bungung Baraniya tidak dipergunakan untuk keperluan masyarakat seperti mandi atau memasak. Dari sejak lampau, Karaeng Galesong telah mempergunakan air ini sebagai air pentahbisan bagi semua lasykar termasuk beliau sebagai Panglima Laut Galesong. Saat itu semua pasukan hadir di Bungung Baraniya mengikuti proses pentahbisan secara adat. Semua senjata dan alat2 perang dipersiapkan. Badik dan parang diasah setajam berlian. Dayung dan tombak pun dibawa dan diletakkan berderet2 dekat Bungung Baraniya. Semua pasukan bersiap untuk dimandikan oleh tetua adat Galesong. Air dari sumur Bungung Baraniya ini dianggap bertuah diiringi dengan doa2 menghadap Allah dan Rasulnya, mereka pun bersiap perang dan mati melawan kekejaman Belanda.

Banyaknya pohon lontar berjajar di sepanjang pematang sawah terlihat berkali2 apabila melintasi lahan2 persawahan. Pohon lontar memang banyak ditemui disini. Dan sepertinya pohon-pohon Lontar ini sudah tumbuh cukup lama, bahkan sudah berganti dengan pohon lontar baru berkali-kali. Sejak jaman dulu daun lontar adalah satu-satunya alat komunikasi masyarakat disaat ingin merekam kejadian atau mendokumenkan hal2 penting. Daun ini kemudian diukir dengan mempergunakan alat khusus yang menghasilkan tulisan2 penting dan masih bisa kita nikmati sampai sekarang. Tulisannya disebut dengan Lontarak. Kisah La Galigo menggunakan beratus2 bahkan ribuan lembar daun lontar karena kisah La Galigo ini sangat panjang bahkan lebih panjang dari Mahabarata. Kitapun bisa melihat pohon2 lontar ini berjejer di sepanjang jalan poros utama di Galesong.
Selain itu pohon mangga tumbuh subur di Galesong dan semua berbuah bagus walaupun cuaca cukup panas. Mangga inilah yang di Galesong dijadikan salah satu makanan khas Sambal Mangga atau Rica-rica Taipa. Saat kita makan di Galesong, Sambal ini selalu hadir di meja. Pada saat tidak ada musim mangga pun, orang Galesong menggemari sambal yang satu ini. Asam tapi segar.. Sempat mobil yang kutumpangi kejatuhan dua buah mangga dan lalu pecah bercecer di jalan. Mungkin mangga itu sudah masak dan belum sempat dipetik. Hampir semua pohon mangga disana berusia tua hingga pohon2nya menjulang tinggi melebihi rumah, dan pokok pohonnyapun sangat besar. Menandakan usia pohon yang sudah cukup tua. Bisa mendekati 50tahunan..

Galesong yang rimbun dengan pepohonan, luas nya hamparan sawah bertanam padi dan palawija..mungkin bisa ngerasa aneh aja saat melihat ada lampu merah di pusat Galesong. Dan jangan heran, lampu ini bekerja bagus..menyala dengan prima. Tak jauh dari lampu merah menuju arah selatan berdiri masih kokoh Istana Bala Lompoa Galesong yang cukup klasik. Istana ini berdiri beratus tahun dan seperti itu pula bentuk istana ini dimasa lampau. Dari sinilah pemerintahan di Galesong dijalankan oleh para Karaeng2 Galesong bahkan hingga saat ini. Kegiatan2 budaya diantaranya adalah Gaukang Galesong (Hari Ulang Tahun) dan berbagai macam upacara2 adat atau upacara negara selalu menjadi rutinitas di Istana ini. Kita juga bisa langsung menyaksikan bukti2 sejarah yang masih aktual di dalam istana ini berupa foto2 para Karaeng yang memerintah di Galesong dari sejak kerajaan Galesong berdiri, dan beberapa bukti berupa senjata2 tua yang dahulu pernah dipergunakan oleh para lasykar2 dibawah pimpinan I Maninrongi Kare Tojeng Karaeng Galesong.

Dan yang pasti, tak jauh dari istana dengan hadapan yang sama..Timur..ada masjid yang cukup megah yaitu Masjid Besar Galesong. Masjid bernuansa klasik ini pula menjadi simbol dan ikon kekokohan masyarakat Galesong yang sudah turun temurun sejak ratusan tahun menjalankan adat dan ritual agama sampai saat ini.

Dan tak ayal lagi, Galesong bisa dijadikan tujuan wisata Sejarah dan Budaya terutama budaya Makassar. Sejarah pun bisa dipelajari dengan jelas karena banyaknya bukti2 alam dan fisik yang masih hangat dipelajari disini. Bila anda kesana beritahu teman bahwa Galesong memiliki bukti sejarah yang masih otentik.

Salam Budaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun