Mohon tunggu...
Ika Kristin Diana
Ika Kristin Diana Mohon Tunggu... -

Aku adalah Aku, Kamu adalah Kamu. Kita boleh beda, tapi kita tetap bersaudara. :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Izharry Agusjaya Moenzir, Bukan Kampanye Tapi Gita Nyali

8 April 2014   17:10 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:55 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13969517001934677154

Inilah peristiwa yg suka kuceritakan berulang-ulang. Yaitu ketika Pak Jakob Oetama -wartawan senior pendiri Surat Kabar Kompas- menerimaku di ruang kerjanya beberapa tahun berselang. Saat itu aku melaporkan, Press Foundation of Indonesia yg digagas oleh P. K. Ojong akan digalakkan kembali setelah terhempas pada saat krisis moneter.
“Bagus! Apapun komitmen Pak Ojong, itu juga komitmen saya,” sambut Pak Jakob. “Dan saya lebih percaya jika para wartawan muda kita dididik oleh wartawan senior Indonesia ketimbang dididik oleh wartawan dari lembaga asing.”
Aku senang mendengar itu.
"Cuma kalau saya boleh pesan, tolong ikutkan dua wartawan senior dalam yayasan ini. Keduanya adalah orang-orang pintar yg saya kagumi. Dudukkanlah mereka di posisi yg tepat supaya kita bisa menciptakan wartawan muda yg jempolan.”
“Siapa mereka, Pak?”
“Anda pasti kenal. Keduanya teman Anda sesama wartawan juga. Yg pertama adalah Tribuana Said. Dan yg kedua adalah Parni Hadi. Mereka orang-orang cekatan dan jempolan, punya integritas.”
Ternyata kekaguman kami sama. Tahun 1973, tatkala pertama kali memutuskan diri untuk berkarir sebagai wartawan, aku bekerja di HarianWaspada Medan dengan Tribuana Said sebagai Direktur Redaksinya. Sementara Parni Hadi pernah mendidikku di Lokakarya Antara, dan menjadi mitra kerjaku pada acara ‘Indonesia First Channel’ saat aku menjadi Pemimpin Redaksi di Trijaya Network. Jadi klop. Jika Pak Jakob saja bisa kagum kepada mereka, mengapa aku tidak? Aku bahkan harus dua kali kagum kepada kedua wartawan hebat itu.
* * *
Ini hari, kututurkan lagi kisah itu padamu. Tentu alasanku ada. Yaitu ketika aku melihat betapa buruk kondite dan performance para legislatif di Republik ini pada kurun 10 tahun terakhir ini. Tidak ada yg bisa dipercaya, tidak ada yg pantas dikagumi, sehingga tidak mudah bagiku untuk mendukung caleg, meski hanya satu orang. Aku bukan pembeli kucing dalam karung. Tidak bisa seenak-enakku dan segampang-gampangku memberi suara pada seorang caleg. Apalagi orang itu tidak kukenal baik secara pribadi. Aku tidak mau ikut berdosa lagi, telah memilih orang yg salah, yg malas, yg bodoh, yg korup, dan yg tak bertanggung jawab. Kali ini aku mau pasti, tidak akan memilih orang yg tidak kukenal baik, dan hanya akan memilih orang yg kukenal luar-dalam dan segala sisi kehidupannya. Suaraku harus bernilai.
Menyadari ini, aku lantas meneliti nama-nama para caleg untuk mencari sahabat yg kukenal baik secara pribadi. Dan di tengah begitu banyak nama, aku melihat ada nama Parni Hadi di daftar calon anggota DPD-RI Daerah Pemilihan DKI. Wah, tanpa diminta pun, aku akan coblos nomor 22 miliknya, karena aku mafhum sepak terjangnya. Sebagai sesama wartawan yg selama ini selalu bersama-sama menjaga nurani tetap bersih tanpa kontaminasi, Mas Parni pantas kuberi acungan jempol. Dalam Pemilu Caleg ini dia non-parpol, tidak didukung oleh partai, sehingga aku yakin dia bebas dari berbagai kepentingan. Dia hanya diusung oleh komunitas dhuafa yg miskin dan kaum disabilitas. Ya, buat sosok sekaliber Mas Parni, aku tak pernah ragu memberi dukungan. Aku percaya padanya, seperti aku percaya pada diri sendiri.
Kurasa langkahku ini pas. Sebab buat apa aku memilih orang yg tak kukenal, yg berpredikat stranger coming from nowhere? Terlalu naif rasanya. Aku tidak hanya harus memilih orang yg kukenal, tetapi juga yg kutahu punya track-record prima. Di antara banyak bidang yg digelutinya, Mas Parni pernah memimpin LKBN Antara, jadi Pemimpin Redaksi Harian Republika, Direktur Utama RRI, dan sangat akftif di Pramuka.
Melangkah majulah Mas Parni, besok akan kuberi suaraku buatmu. Tolong wakili perasaan dan gita nyali kawan-kawan kita, dan perbaikilah citra legislator yg terlanjur hancur. Inilah saat kita berbuat baik bagi bangsa dan negara, tanpa kepentingan pribadi! Maju, Mas! Keep smiling, keep shining, knowing you can always count on me, for sure. That's what friends are for. For good times and bad times, I'll be on your side forever more. That's what friends are for....

*Cerita Izharry Agusjaya Moenzir*

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun