Reshuflle merupakan panggung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) paling semarak sekaligus membuat SBY seolah-olah bisa memperbaiki citra Kabinet yang terlanjur dianggap korup dan tak profesional oleh banyak kalangan. Jauh-jauh hari diumumkan kepastian reshuflle, dan hal ini menjadi bola panas yang kelihatannya liar namun sesungguhnya SBY masih mengendalikan bola itu. Sejak pengumuman kepastian itulah skenario usang itu dimulai.
Setelah pengemuman reshuflle, para pengamat maupun partai-partai mulai berspekulasi siapa yang wajar dan layak dicopot, siapa yang pasti digeser serta siapa pula yang berani menggantinya. Ribut, gaduh dunia perpolitikan kita sekaligus diiringi dengan meredupnya kisah tentang korupsi Nazarrudin, kasus Muhaimin dan perseteruan Banggar vs KPK. Memang harus diakui, soal pengalihan issue SBY ahlinya.
Kembali soal skenario usang reshuflle tadi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang paling ngotot dan ribut. Partai ini selain mengancam terkait kontrak khusus, juga telah menyiapkan kemungkinan terburuk jika ada kadernya dipecat.Entah apa yang dimaksud kemungkinan terburuk itu, namun dalam Rapimnas yang digelar PKS menghasilkan keputusan bahwa mereka tetap memilih akan di dalam koalisi. Artinya pernyataan akan keluar semua dari kabinet jika ada salah satu kader PKS diganti hanya gertak sambal kerakusan.
Cerita selanjutnya, SBY mulai memainkan perannya dalam melakoni kisah reshuflle ini. Mulai dari terlihat tegas, curhat hingga meratap. Awalnya bicara lantang hak prerogatif dan memang hak itu sudah diatur dalam konstitusi, belakangan SBY terpaksa berkompromi dengan petinggi partai. Hak prerogatif sesuai undang-undang SBY kangkangi sendiri. Rupanya makin lama tekanan politik dari berbagai arah membuat SBY limbung juga.
Makin lama cerita reshuflle ini makin tidak jelas, justru akan terjadi pemborosan angaran. Apa sebab, ternyata SBY sibuk dengan formasi Wakil Menteri. Penambahan beberapa Wakil Menteri merupakan penggemukan kabinet dan itu pemborosan. Dalam konstitusi, SBY dibantu oleh Menteri yang dipilih oleh presiden berdasarkan hak prerogatif presiden. Jika SBY memilih wakil menteri, maka dimana dasar hukumnya atauCukupkah dasar hukumnya Keppres? Jika tak ada dasar hukumnya, maka SBY telah melanggar hukum. Selain itu juga, pos anggaran dari mana untuk menggaji para wakil menteri ini?
Terlepas dari itu semua, sesungguhnya masyarakat sudah muak dengan cerita reshuflle ini. Apalagi jika nanti di akhir cerita SBY bukan mengganti beberapa menteri yang terindikasi korup atau tidak becus kerja, melainkan hanya melakukan pemborosan dengan menambah posisi wakil menteri. Karena selama lebih kurang 7 tahun SBY menjadi presiden, tak ada hasil nyata selain pembengkakan rekening hutang negara dan mungkin menggendutkan rekening kroninya. SBY sudah saatnya menghentikan cerita politik usang ini, karena rakyat juga bisa marah jika sudah terdesak. Jangan sampai “Budaya Amuk” sebuah cerita dari rakyat tertindas dan menderita menggantikan dagelan politik selama 7 tahun ini.■
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H