Mohon tunggu...
I Kadek Rian Abi Purna
I Kadek Rian Abi Purna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pariwisata Universitas Gadjah Mada

Saya memiliki hobi pada travel writing, copywriting, dan penulisan artikel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Dampak Kepunahan Keanekaragaman Hayati Kita Termasuk Realitas atau Ilusi?

25 Agustus 2024   21:05 Diperbarui: 9 Oktober 2024   17:46 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkan jika suatu hari nanti, realitas keanekaragaman hayati yang ada di Bumi punah? 

"Kita sedang menyaksikan kepunahan massal keenam secara real-time," kata Anthony Barnosky, profesor emeritus biologi integratif di Universitas California, Berkeley, kepada Live Science melalui email pada 2024.

Merujuk pada daftar spesies terancam punah yang dikelola oleh Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN), bahwa pada Maret 2023, dari 150.300 spesies yang dinilai, sekitar 42.100 atau lebih dari seperempat spesies yang sekarang terdaftar sebagai "sangat terancam punah", "terancam punah", dan "terancam" dalam jangka waktu beberapa tahun, seratus tahun atau 1.000 tahun, berakibat pada bumi yang akan benar-benar mengalami kepunahan massal.

Trend kepunahan keanekaragaman massal tersebut bisa terjadi, salah satunya diakibatkan oleh ulah manusia itu sendiri, seperti kegiatan deforestasi dan degradasi hutan yang dilakukan secara terus berlanjut pada tingkat yang mengkhawatirkan. 

Berdasarkan data Kepala Pusat Riset Konservasi Tumbuhan Kebun Raya dan Kehutanan (KTKRK) Andes Hamuraby Razak pada seminar 250 Tahun Reinwardt dan Peranannya Terhadap Konservasi Tumbuhan tanggal 6 Juni 2023, saat ini terdapat 1070 tumbuhan yang terancam kepunahan, 214 spesies termasuk dalam kategori kritis. Ini merupakan realitas nyata dari salah satu kepunahan yang terjadi di Indonesia. 

Kepunahan massal tersebut dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia. Padahal, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang kaya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ketua Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI) Prof. Dr. Budi Setiadi Daryono kepada wartawan Senin, 29 April 2024 yang mengatakan "Kita telah berhasil mengumpulkan data 11.137 keanekaragaman hayati." 

Oleh karena itu, jika keanekaragaman hayati yang kaya tersebut tidak dijaga dan diatasi dari kepunahan massal maka akan berakibat pada dampak yang serius terhadap stabilitas ekosistem, kesehatan manusia, dan kesejahteraan masyarakat. Dalam dampak yang tragis, kepunahan keanekaragaman hayati akan meningkatkan kemungkinan penyakit menular. 

Lebih lanjut, dampak kepunahan keanekaragaman hayati yang tidak terkendali akan berakibat langsung pada umat manusia. Hal tersebut bisa terasa dengan adanya ketidakstabilan dalam rantai makanan dan siklus nutrisi, tidak akan ada penyerapan karbon dioksida dan pelepasan oksigen, serta tidak adanya penyediaan makanan dan mata pencaharian. 

Untuk itu, diperlukan pencegahan yang harus dilakukan dengan melibatkan semua pihak, termasuk kita sebagai bagian dari masyarakat dengan cara menciptakan keanekaragaman jenis dan plasma nutfah, meningkatkan komunitas hayati di dalam lingkungan, melakukan praktik pengelolaan sumber daya yang bijak, serta domestikasi tumbuhan dan satwa. 

Selain itu, dari pihak pemerintah sudah mengusahakan yang terbaik dalam penanganan kepunahan keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia. Menurut pernyataan dari Wakil Menteri LHK, Alue Dohong, di Auditorium Gedung Manggala Wanabakti, pada Rabu, 15 Mei 2024 menyatakan "Telah banyak keberhasilan yang ditunjukkan Indonesia dalam berbagai upaya untuk mencegah kepunahan tersebut. Pada tahun 2023 Indonesia menjadi sorotan dunia karena kelahiran 2 individu Badak Sumatera di Suaka Rhino Sumatera (SRS), Taman Nasional Way kambas. Selain itu, selama tahun 2023 telah dilakukan beberapa upaya penyelamatan satwa liar sebanyak 2.490 kejadian, termasuk 'repatriasi' atau yang dikenal dengan pemulangan satwa Indonesia yang berada di luar negeri kembali ke Indonesia sebanyak 4 kali."

Kemudian, perlindungan keanekaragaman hayati dari kepunahan juga dapat dilakukan dengan menyusun Strategi Nasional Pengelolaan Keanekaragaman Hayati dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati. Ini termasuk harmonisasi undang-undang terkait untuk penerapan yang efektif dan melakukan konservasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun