Mohon tunggu...
Ika Setiani
Ika Setiani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Hai saya Ika setiani salam kenal semuanya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Uang dalam Kampanye: Mengancam Integritas Demokrasi atau Hanya Realitas Tak Terhindarkan?

19 Desember 2024   12:28 Diperbarui: 19 Desember 2024   12:28 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politik uang dalam kampanye sudah lama menjadi momok dalam demokrasi kita. Saya merasa, meski isu ini sering dibicarakan, praktiknya justru semakin mengakar. Uang tampaknya menjadi penentu utama dalam keberhasilan kampanye, menggeser esensi dari pemilu yang seharusnya berbasis ide dan gagasan. Banyak kandidat yang menggunakan kekuatan finansial untuk membeli suara, membiayai acara-acara besar, atau sekadar membangun citra melalui media massa, seolah uang adalah satu-satunya cara untuk meraih kemenangan.

Saya prihatin melihat bagaimana politik uang merusak fondasi demokrasi yang seharusnya mengutamakan kejujuran, transparansi, dan integritas. Uang menjadi alat yang memperlebar jurang antara kandidat dengan kekuatan finansial besar dan kandidat yang tidak punya sumber daya memadai. Akibatnya, kualitas kepemimpinan yang kita dapatkan sering kali tidak mencerminkan kapasitas dan integritas, melainkan seberapa besar modal yang mereka keluarkan.

Namun, ada kalangan yang berpendapat bahwa politik uang adalah bagian tak terhindarkan dari realitas politik modern. Mereka menganggap, dalam sistem yang semakin mahal dari biaya kampanye hingga pemasaran politik, uang dianggap sebagai alat sah untuk menjangkau lebih banyak pemilih. Pendapat ini membuat saya bertanya-tanya, apakah kita telah terlalu toleran terhadap praktik ini hingga menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar? Saya pribadi merasa, meskipun uang memang diperlukan dalam kampanye, bukan berarti praktik politik uang harus dibenarkan. Karena ketika uang menjadi faktor dominan, maka suara rakyat menjadi terdistorsi oleh pengaruh materi.

Jika ini dibiarkan terus-menerus, saya khawatir kita hanya akan mendapat pemimpin yang berkuasa karena modal, bukan karena kapabilitas. Bukan hanya mengancam integritas demokrasi, politik uang juga bisa membentuk lingkaran korupsi yang merusak tatanan pemerintahan. Kandidat yang menghabiskan banyak uang dalam kampanye tentu akan merasa perlu "mengembalikan" investasi mereka, yang pada akhirnya dapat mencederai kepentingan publik.

Saya yakin, perubahan harus dimulai dari regulasi yang lebih tegas, serta kesadaran kolektif masyarakat. Pendidikan politik bagi pemilih menjadi sangat penting agar masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh janji-janji yang ditopang oleh uang. Kita harus membangun kesadaran bahwa suara kita tidak bisa dibeli, karena pada akhirnya, harga demokrasi yang diukur dengan uang hanya akan merugikan kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun