6. Typo, pake pilihan kata agak 'smart', Â duuh dihujatnya kayak habis bikin huru hara sekampung, berusaha banget bikin mimin tampak bodoh (padahal emang bodooooh)
7. Memilih untuk tidak menaikan berita-berita kiriman dari instansi lain tertentu, karena tema yang dibahas masih pro kontra atau perlu banyak edit karena kacau logika kacau bahasa, dibilang: ada kepentingan-kepentingan tertentu dan punya misi pribadi
8. Tidak 'ngonten', Â dibilang tak ada good will untuk lebih transparan, mulai ngonten, eh giliran temanya isu-isu pemberantasan korupsi komennya diserbu yang nadanya ledekan, cacian, sumpah serapah..(bingung akutu). Sementara, saat memperhatikan medsos pribadi pejabat, isinya waswiswus fafifu, ngomongin antikorupsi, kinerja, integritas, komennya sejuuuk semua dong.."mantap pa kadiiiis", "semangat pa kabaaan", "terbaik Bu kepalaaa" weks
Namuun, dari yang banyak itu, saya harus tetap tebal telinga karena sebetulnya biarpun bagi sebagian orang ini hal sepele namun sadar tak sadar kami adalah pemegang kemudi mau jadi seperti apa wajah lembaga.
80% kita setiap harinya menghabiskan waktu di depan layar gadget jadi, jika 40%nya saja sempat mampir ke akun yang kita jadi miminnya maka 'pesan' kita akan menyusup.. itulah pentingnya setiap konten yang kita posting harua mengandung 'pesan'.
Cita-cita saya ingin jadi pagawe yang bermanfaat mungkin tercapai salah satunya dengan jadi mimin kayak begini. Setidaknya (harusnya) pegawai yang mengikuti pesan-pesan tersurat maupun tersirat di medsos kita, akan agak malu lah kalo: mau korupsi dan mau ga peduli sama kesulitan rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H