Mohon tunggu...
ikia maulidatin
ikia maulidatin Mohon Tunggu... -

you are handsome

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Pacarku yang Telah Lama Pergi

20 April 2016   17:37 Diperbarui: 20 April 2016   17:46 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tan Malaka

“Hatinya terlalu teguh untuk diajak berkompromi dan punggungnya terlalu lurus untuk diajak sedikit membengkok” begitulah kutipan yang memperlihatkan betapa perangai dan prinsip tokoh misterius ini sungguh tak mampu diikuti siapapun. Sangat sulit mencari manusia yang dapat mengikuti kekerasan hatinya.

Tanggal 02 Juni 1897, Pandan Gadang, Suliki, Sumatra Barat telah lahir tokoh misterius beraliran komunis marxisme yang berjuang teguhdemi kemerdekaan negaranya.Tan Malaka atau yang semasa kecilnyadikenal sebagai Datuk Ibrahim Tan malaka adalah sang tokoh misteriusyang disebut-sebut. Tan adalah seorang penganut paham komunis yang berbeda pemikiran dengan kebanyakan penganut komunis di Indonesia.

Masa mudanya dihabiskan dalam pelarian di negeri tetangga dan melangsungkan hidup yang ¾ nya dalam penjara demi mewujudkan kemerdekaan republik yang diimpikannya, hal tersebut membuatnya menjadi tokoh yang kesepian. Namun tak sebodoh manusia lainnya, ditengah kesepian dan kesulitan mencari pengikut itulah dia melahirkan gagasan-gagasan yang jernih dan tak terduga dalam perantauannya.

Mungkin gagasan-gagasan yang diungkapkannya tidak dapat diterima sepenuhnya, namun jelas penuh inspirasi. Naar de Republiek salah satunya gagasan ini telah membuat sang tokok nasionalis negeri ini macam Soekarno, mengagumi Tan Malaka dan menyebutnya sebagai “seorang yang mahir dalam revolusi”. Bagi Muhamad Yamin, Tan Malaka adalah Bapak Republik.Karyanya lainnya yang ditulisnya adalah: Madilog (Materalisme, Dialektika dan Logika). Selama menulis Madilog dia selalu dihantui oleh polisi yang datang menggeledah rumahnya, untung saja tulisan itu tak terambil oleh para polisi penggeledah. Merasa rumahnya tidak aman lagi ia membawa pergi Madilog ke Bayah, Banten dan ikut pergi pula ke Solo.

 Tan Malaka, dalam pidatonya di Kongres Komunis Internasional ke-4 di Moskow, mengatakan: “Ketika menghadap Tuhan saya seorang Muslim, tapi manakala berhadapan dengan manusia saya bukan Muslim.”Tan Malaka adalah pimpinan komunis yang sangat terbuka dengankelompok Islam. Bagi Tan Malaka, Islam adalah kasan seperjuangan.

Tan Malaka adalah seorang penyamar yang sangat hebat yangmemilki 23 nama samaran yang digunakan untuk keluar masuk sebelas negara. Penyamarannnya sangat didukung oleh kemahirannya dalam menguasai berbagai bahasa. Dalam pelariannya ia ingin menjadi seperti Leon Trotsky dan Mohammad Hatta. Keduanya bisa mengangkut berpetipeti buku ke tempat pembuangan. “Saya menyesal karena tak bisa berbuat begitu dan selalu gagal kalau mencoba berbuat begitu,” tulisnya dalam Madilog.

Hidupnya telah penuh dengan warna-warni kehidupan yang tak menentu keluar masuk 13 penjara dan pernah 2,5 tahun dipenjarakan pemerintahan negaranya sendiri tanpa pengadilan. Kendati demikian dia dalah sesosok yang yang sangat baik untuk mengajar anak-anak tak mapu negeri ini. Beberapa partai sempat diketuainya, seperti PKI, PRI, dan Partai  Murba. Dalam melawan mempertahankan Indonesia dia membantu Sudirman bergerilya melawan Belanda.

Kisah cintanya selalu kandas ditengah jalan, mencintai namun tak pernah dicintai. Tan menginginkan sesosok Syarifah  Nawawi teman semasa sekolahnya dulu. Dari negeri Belanda dia sering mengirim surat namun sang idamannya tak pernah membalasnya. Teramat telat sudah, Syarifah nawawi telah menikah dengan seorang Bupati Ciamis R.A.A Wiranatakusumah. Akhir hidupnya begitu tragis sama seperti kisah cintanya. Hidup seorang penulis konsep republik Indonesia untuk yang pertama kali berakhir di ujung senapan tentara republik yang didirikannya sendiri.Tan Malaka dianggap sebagai sosok yang hidup untuk Indonesia dan mati untuk kemerdekaan Indonesia.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun