Mohon tunggu...
Ika NurFitriana
Ika NurFitriana Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Mahasiswa UIN MALANG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Bisakah Aku Tumbuh Tanpa Sosok Ayah?

2 Desember 2024   11:01 Diperbarui: 3 Desember 2024   08:53 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

"Banyak anak-anak sekarang itu yatim padahal bapaknya masih hidup" Ucap salah satu pendakwah dalam kajiannya. Fatherless baru-baru ini booming di negara kita sebab adanya artikel yang menunjukkan bahwa Indonesia menjadi fatherless country urutan ke-3 di dunia. Artinya banyak sekali anak Indonesia yang tidak merasakan keterlibatan sosok ayah dalam kehidupannya.

 Fatherless ialah mereka yang melalui masa tumbuh kembangnya tanpa kehadiran sosok ayah di kehidupannya.

Kita mungkin juga masih banyak mendengar adanya ungkapan bahwa ayah bekerja di luar rumah dan ibu bekerja di dalam rumah. Ini adalah salah satu bentuk dari budaya patriarki. Karena dalam membangun dan menjalankan rumah tangga bukan hanya peran ibu saja yang dibutuhkan namun peran ayah juga dibutuhkan bahkan dalam hal pengasuhan anak.

Kasus fatherless sendiri memiliki perbedaan di berbagai negara. Di Indonesia, kasus faatherless banyak terjadi sebab ayah kurang andil dalam pengasuhan anak. Ayah hanya dibebankan untuk memenuhi kebutuhan material sehingga ayah harus bekerja dengan keras siang dan malam tanpa henti untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. 

Hal inilah yang membuat ayah memiliki waktu yang kurang untuk dihabiskan bersama anak atau keluarganya. Permasalahan ini tidak hanya terjadi pada keluarga yang kekurangan namun juga terjadi pada keluarga yang berkecukupan.

Fatherless dapat terjadi sebab beberapa hal, dianatarnya adalah:

  • Ditolak orang tua: kehadiran anak yang tidak diharapkan oleh orang tuanya membuat anak menjadi beban bagi mereka sehingga anak akan diabaikan dan tidak mendapatkan perawatan atau pengasuhan yang baik atau layak dari orang tuanya.
  • Broken home: broken home yang mengakibatkan perceraian mengharuskan anak untuk tinggal bersama salah satu pihak. Seringnya hak asuh anak jatuh ditangan ibu menjadikan anak akan lebih jauh dari ayahnya. Terkadang perceraian juga menimbulkan konflik yang masih berlanjut, sehingga pertemuan antara ayah dan anak jarang terjadi.
  • Kematian:ditinggal pergi selama-lamanya oleh keluarga adalah hal yang paling menyakitkan. Sehingga tidak sedikit orang yang akan merasa frustasi dan putus asa saat ditinggal orang yang paling disayanginya apalagi itu adalah orang tuanya. Kematian yang terjadi pada ayah juga kerap kali berhubungan dengan kondisi ekonomi pada keluarga.
  • Anak ditinggal jauh ayah: ditinggal ayah pergi jauh dan tidak mendapat kabarnya menjadikan anak tidak menemukan atau mendapatkan sosok ayah dalam hidupnya.

Fatherless memiliki dampak bagi perkembangan anak usia dini diantaranya yaitu:

  • Perkembangan kognitif: anak cenderung memiliki motivasi belajar yang rendah bahkan kehilangan motivasi belajar, dan ini tentunya berpengaruh terhadap kualitas belajar anak.
  • Perkembangan sosial-emosional: anak cenderung memiliki rasa percaya diri yang lemah dan cukup sulit beradaptasi diluar sebab tidak punya sosok atau model yang mengajarkan kuat dan berani
  • Perkembangan bahasa: anak cenderung mengalami keterlambatan berbicara kurangnya komunikasi dengan ayah menjadikan anak sulit saat berinteraski dengan orang lain.

Dalam islam, peran ayah sendiri beberapa kali diangkat dalam Al-Qur'an seperti pada kisah Nabi Ibrahim as dan kisah Luqman. Dimana pada kedua ayat tersebut menunjukkan kewajiban seorang ayah untuk mengajarkan agama pada anak-anaknya. Dan pendekatan yang dilakukan ialah dengan komunikasi. Sehingga komunikasi yang terjalin antara ayah dan anaknya begitu penting perannya.

Selain mengajarkan agama kepada anak, ada peran ayah dalam keluarga yang harus dijalaninya diantaranya ialah sebagai:

  • Individu yang memiliki tujuan pribadi
  • Pasangan yang memiliki tujuan bersama
  • Kepala keluarga yang mendukung tujuan bersama
  • Saudara yang berkontribusi dalam kepentingan bersama
  • Warga negara yang terbuka untuk bekerja sama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun