Mohon tunggu...
Siti Jamilah (Ik4_iwu)
Siti Jamilah (Ik4_iwu) Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Hallo perkenalkan namaku Siti Jamilah,biasa di sapa dengan sebutan milah. Saat ini aku seorang mahasiswi yang duduk di bangku semester 3 hehe untuk hobi biasanya aku sering memasak dan membaca buku apapun kadang novel kadang juga buku cerita dan buku pelajaran. Menulis juga kadang biasanya aku hanya menuliskan to do list saja dan kegiatan harian untuk artikel dan jurnal aku jarang karena untuk penulisan nya aku masih kurang bisa maka dari itu aku harus rajin" menulis kan ya hehe...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Suaraku, Bukan Genderku: Menggali Bentuk-bentuk Diskriminasi dalam Media Sosial

3 Februari 2024   15:15 Diperbarui: 7 Februari 2024   16:43 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


"Suaraku, Bukan Genderku: Menggali Bentuk-bentuk Diskriminasi dalam Media Sosial"


Siti Jamilah _ 20822056
Seorang Mahasiswa Ilmu Komunikasi 4 dari Universitas Wanita Internasional


"Komunikasi yang seharusnya membebaskan, bukan menjadi penjara. Mari bersama-sama menggali dan menghancurkan dinding diskriminasi dalam media sosial." ( Anonymous)


"Suarakan hakmu, hargai suara orang lain. Diskriminasi gender hanya bisa dikalahkan jika kita semua bersatu." (Anonymous)

 Di era digital yang serba terhubung ini, media sosial telah menjadi alat yang ampuh untuk mengekspresikan pemikiran, pendapat, dan identitas.
 Sayangnya, meski ada kemajuan, kita masih menghadapi masalah serius:

  diskriminasi gender di media sosial. Artikel ini merinci seberapa lazim bentuk-bentuk diskriminasi ini dan bagaimana dampaknya terhadap keberagaman dan inklusi di dunia maya.
 Bahasa sebagai alat diskriminasi: Pertama-tama, kita harus menyadari bahwa bahasa memainkan peranan penting dalam pembentukan persepsi.
 Bahasa yang digunakan di media sosial sering kali secara tidak sengaja menimbulkan stereotip dan bias gender.
 Misalnya, penggunaan kata atau frasa yang merendahkan perempuan atau laki-laki dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan kesenjangan dalam komunikasi.
 Peran gambar dalam memperkuat perspektif: Stereotip juga menyebar melalui representasi visual di media sosial.
 Gambar, meme, dan konten visual lainnya sering kali menggambarkan gambar yang merugikan, memperkuat bias gender, dan membatasi pandangan kita tentang peran dan karakteristik gender.
 Dampak terhadap pengguna:  Bentuk-bentuk diskriminasi ini tidak hanya merugikan individu secara psikologis, namun juga dapat menghambat keberagaman dan partisipasi aktif dalam ruang digital.
 Mengingat kesenjangan ini, beberapa pihak mungkin merasa terpinggirkan, sehingga menghambat potensi dialog dan kolaborasi yang merupakan kekuatan media sosial.
 Seruan untuk perubahan:  Media sosial bisa menjadi platform untuk mendukung perubahan positif, namun kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa diskriminasi masih ada.
 Oleh karena itu, sebagai pengguna media sosial, kita mempunyai tanggung jawab untuk menentang dan mengubah norma-norma yang merugikan.
 Bersama-sama, mari kita ciptakan ruang online yang mengedepankan kesetaraan, menghargai keberagaman, dan menghormati semua suara yang ingin didengar.
 Persepsi Gambar/ Visual:  Membentuk Stereotip Gender di Media Sosial** Di zaman dimana media sosial  didominasi oleh gambar, gambar dan meme berperan penting dalam membentuk persepsi gender kita.
 Menganalisis bagaimana gambar dan meme membentuk stereotip gender dapat memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana media sosial dapat menjadi pendorong atau penghalang bagi kesetaraan gender.
 Studi Kasus:
 1. Stereotip/ Perspektif Peran Gender dalam Periklanan: - Gambaran objek perempuan  atau  pemimpin laki-laki dalam periklanan memperkuat stereotip tradisional Hal ini sering terjadi.
 Misalnya, gambaran perempuan yang selalu dikaitkan dengan kecantikan dan pekerjaan rumah tangga dapat meremehkan peran perempuan dalam masyarakat.
 2. Meme yang memperkuat bias gender: - Meme seringkali digunakan sebagai sarana humor di media sosial, namun dalam beberapa kasus dapat merendahkan  kelompok gender.
 Misalnya meme yang menampilkan stereotip tertentu atau meremehkan kemampuan seseorang berdasarkan jenis kelaminnya.
 3. Pola citra media hiburan: - Persepsi gender juga dipengaruhi oleh citra media hiburan.
 Misalnya, penggambaran yang menekankan kekuatan fisik laki-laki atau kecantikan perempuan dapat menimbulkan persepsi  sempit terhadap kedua jenis kelamin.
 4. Pemilihan gambar pengguna media sosial: - Pengguna media sosial berperan dalam membentuk persepsi gender melalui gambar yang mereka bagikan.
 Gambar yang sering diposting dapat menciptakan norma dan menentukan cara orang lain memandang dan menilai gender.
Menggali Bentuk-bentuk Diskriminasi: Tren dan Hashtag Menyesatkan**
Tren dan Hashtag Menyesatkan:
Dalam dinamika media sosial, tren dan hashtag memiliki peran kuat dalam membentuk opini dan membawa isu ke publik. Sayangnya, beberapa tren dan hashtag dapat menjadi sarana untuk memperkuat diskriminasi gender.
1. Contoh Tren yang Merugikan:
   - Menelusuri tren tertentu yang secara eksplisit atau implisit merugikan salah satu jenis kelamin. Contoh, tren yang mengkritik penampilan fisik perempuan atau menciptakan stereotip negatif terhadap pria.
 Tren yang mempermalukan tubuh: Berdampak negatif pada penampilan perempuan Kecenderungannya adalah mengekspos atau mempermalukan laki-laki , menciptakan standar kecantikan yang tidak realistis, dan meningkatkan tekanan sosial.
Hashtag yang melegitimasi kekerasan seksual: Beberapa hashtag disalahgunakan untuk merendahkan dan merugikan korban kekerasan seksual, menciptakan lingkungan online yang berbahaya dan menghambat perlawanan.Dapat mempromosikan budaya.
2. Dampak pada Persepsi Masyarakat:
   - Memerinci bagaimana tren dan hashtag tersebut mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap gender. Dampak ini bisa termasuk penyebaran stereotip, peningkatan prasangka, atau bahkan memberikan legitimasi pada diskriminasi.
 Seorang pengguna media sosial menceritakan bagaimana postingan foto pribadi mereka di-bully dengan komentar negatif tentang penampilan fisiknya.
Dampak: Pengalaman ini menyebabkan penurunan harga diri dan kesehatan mental yang merugikan.
3. Peran Pengguna Aktif:
   - Menganalisis bagaimana pengguna media sosial secara aktif ikut membentuk dan menyebarluaskan tren tersebut. Keterlibatan aktif dapat memperkuat atau melawan diskriminasi, dan ini perlu diperhatikan dalam pemahaman terhadap fenomena ini.
 Pertempuran Aktivis Online: Seorang aktivis gender berbagi pengalamannya melawan diskriminasi online dan komitmennya terhadap pemberdayaan, serta menginspirasi pembaca untuk melakukan hal yang sama.
Pengalaman Pribadi dan Pengakuan:
Cerita Pengalaman Individu:
Penting untuk memberikan dimensi personal terhadap diskriminasi gender di media sosial dengan memasukkan cerita pengalaman individu.
1. Cerita yang Menyoroti Diskriminasi:
   - Menyertakan cerita individu yang secara langsung mengalami atau menjadi saksi diskriminasi gender. Ini dapat memberikan kejelasan dan keaslian pada pembaca.
2. Dampak Emosional dan Psikologis:
   - Mempertimbangkan dampak emosional dan psikologis dari pengalaman diskriminasi. Ini dapat membuka mata pembaca terhadap kerugian yang dialami individu dan menggambarkan betapa berbahayanya diskriminasi dalam konteks media sosial.
3. Upaya Pemberdayaan dan Perlawanan:
   - Setelah membagikan pengalaman diskriminasi, penting untuk menyoroti upaya pemberdayaan dan perlawanan yang diambil oleh individu atau kelompok untuk melawan ketidaksetaraan. Ini dapat memberikan inspirasi dan memotivasi pembaca untuk turut serta dalam perubahan positif.
Seorang individu berbagi pengalaman melawan diskriminasi gender dengan membuat kampanye yang menentang hashtag #GirlsCantCode yang menyesatkan kemampuan perempuan di dunia teknologi.
Upaya Pemberdayaan: Melalui kampanye ini, individu ini berhasil mengubah narasi dan membuktikan bahwa perempuan mampu menjadi pemimpin di bidang teknologi.
Tren yang mengekspos dan mencemoohkan penampilan fisik perempuan atau pria, memberikan tekanan tidak sehat terhadap standar kecantikan yang sempit.
Contoh: #NotPerfectEnough menggambarkan tren di mana orang-orang ditekan untuk memenuhi standar kecantikan yang tidak realistis, menciptakan ketidakpuasan tubuh dan merugikan kesehatan mental.
Solusi dan Rekomendasi:
 1. Pendidikan Kesadaran Gender: - Memperkenalkan pendidikan kesadaran gender ke dalam kurikulum sekolah dan  online untuk meningkatkan pemahaman tentang dampak stereotip dan  diskriminasi gender Integrasikan ke dalam program pelatihan Anda.
2. Moderasi dan pemantauan platform:  - Platform media sosial dapat meningkatkan upaya moderasi untuk mengidentifikasi dan menghapus konten berbahaya atau diskriminatif . Hashtag dan tren negatif juga harus diawasi lebih ketat.
 3. Mengumpulkan dukungan komunitas:  - Mendorong kampanye  media sosial yang positif untuk mendukung kesetaraan gender.
 Terlibatlah dengan komunitas  untuk memperkuat pesan-pesan inklusif dan bekerja sama untuk memerangi diskriminasi.
 4. Kepemimpinan dan keterlibatan selebriti:  - Melibatkan para pemimpin pemikiran, selebriti, dan pemberi pengaruh untuk menyebarkan pesan-pesan positif dan memerangi seksisme.

Contoh diskriminasi di media sosial:
1. Trolls and Pelecen against Women: Commenters note: On social media platforms like Facebook, Instagram, and Twitter, women frequently receive comments that discuss their experiences, opinions, and opinions. For example, comments like "cantik tapi bodoh," "gak pantes perempuan ngomong politik," or "pakaianmu terlalu terbuka."
Pelecehan seksual: Perempuan juga sering menjadi sasaran pelecehan seksual online, seperti komentar yang bersifat sugestif, ancaman kekerasan seksual, atau penyebaran foto atau video porno tanpa persetujuan.
Cyberbullying: Perempuan rentan terhadap cyberbullying, seperti dihina, difitnah, atau disebarkan rumor bohong tentang mereka di media sosial.
2. Stereotip Berbasis Gender di Media Sosial: Meme dan gambar yang misoginis:  Banyak meme dan gambar yang beredar di media sosial yang merendahkan perempuan, seperti meme yang menggambarkan perempuan sebagai tukang belanja, pelayan suami, atau tidak cerdas. Konten yang memperkuat stereotip
Konten yang memperkuat stereotip gender tradisional:  konten yang menunjukkan bahwa perempuan harus tinggal di rumah dan mengurus keluarga, sedangkan laki-laki harus bekerja dan menjadi pemimpin.
 3. Kurangnya keterwakilan suara perempuan: Kurangnya keterwakilan perempuan di media sosial: Jumlah perempuan yang aktif di media sosial masih lebih rendah dibandingkan laki-laki.
 Kurangnya ruang bagi perempuan untuk mengutarakan pendapatnya: Ketika perempuan mencoba menyampaikan pendapatnya di media sosial, mereka seringkali diabaikan atau dibungkam.
 Studi Kasus:  Florence Sihonbin Kasus: Aktivis diancam dengan kekerasan dan pelecehan seksual secara online karena opini politiknya.
 Kasus Preeta Mulyasari: Seorang ibu dituduh dan dihukum karena  mencemarkan nama baik rumah sakit di media sosial.  Preeta Muryasari menulis tentang pengalaman pahitnya di rumah sakit  di blognya.
 Dampak: Trolling dan pelecehan online dapat menimbulkan dampak negatif terhadap korban, termasuk: Trauma psikologis, depresi, kecemasan, dan ketakutan.
 Stereotip gender di media sosial dapat meningkatkan diskriminasi dan ketidakadilan terhadap perempuan.
 Kurangnya keterwakilan perempuan di media sosial dapat membatasi sejauh mana perempuan dapat berpartisipasi dalam masyarakat.
 Solusi: Kita memerlukan pendidikan tentang kesetaraan gender dan penggunaan media sosial yang bertanggung jawab.
 Platform media sosial harus lebih proaktif dalam memerangi trolling dan pelecehan online.
 Kita memerlukan ruang yang lebih inklusif di media sosial agar semua suara dapat didengar.
4. Diskriminasi dalam Komunitas Daring: Subreddit Khusus Laki-Laki:  Reddit memiliki sejumlah subreddit khusus  laki-laki, seperti r/MensRights dan r/TheRedPill.
 Subreddit ini sering mengedepankan ideologi misoginis dan misoginis.
 Gamergate: Gamergate adalah gerakan online yang menargetkan perempuan dan pengembang game untuk melecehkan dan mengintimidasi mereka.
  Grup Facebook Anti-Feminisme:  Facebook penuh dengan  kelompok yang menentang feminisme dan menyebarkan kebencian terhadap perempuan.
Penjelasan: Subreddits untuk Pria: Subreddits adalah forum online yang didedikasikan untuk topik tertentu di Reddit.
 Subreddit khusus laki-laki adalah subreddit yang terbuka hanya  untuk laki-laki atau yang berfokus pada isu-isu laki-laki.
 r/MensRights: r/MensRights adalah subreddit yang didedikasikan untuk membahas hak-hak laki-laki.
 Subreddits ini sering kali mempromosikan ideologi misoginis dan misoginis, seperti klaim bahwa perempuan memiliki hak istimewa dan  laki-laki didiskriminasi.
 r/TheRedPill: r/TheRedPill adalah subreddit yang didedikasikan untuk membahas "kebenaran" tentang hubungan antara pria dan wanita.
 Subreddit ini kerap mengedepankan ideologi misoginis dan misoginis, seperti klaim bahwa perempuan adalah makhluk hipergamus yang hanya tertarik pada laki-laki alfa.
 Misogini: Misogini adalah kebencian dan prasangka terhadap perempuan.
 Misogini: Misogini adalah sikap atau perilaku yang ditujukan atau menyakiti perempuan.
 5. Menyebarkan berita palsu tentang gender: Berita palsu tentang feminisme: Media sosial menyebarkan berita palsu tentang feminisme, seperti klaim bahwa feminisme ingin melenyapkan laki-laki atau bahwa feminisme adalah ideologi yang membenci laki-laki.
 Mitra Tentang Wanita: Banyak mitos yang beredar di media sosial tentang perempuan, seperti mitos bahwa perempuan tidak pandai matematika atau  perempuan bukanlah pemimpin yang baik.
 Kesalahan pelaporan tentang kekerasan terhadap perempuan: Kesalahan pelaporan tentang kekerasan terhadap  perempuan sering beredar di media sosial, termasuk laporan palsu bahwa perempuan diculik untuk dijadikan pelacur.

Sumber Referensi:
Pramesty, Brigietta Irna. "Diskriminasi pada Pemain Game Online Perempuan." Jurnal Audience: Jurnal Ilmu Komunikasi 4.02 (2021): 234-248.
Maryam, Rini. "Menerjemahkan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) Ke Dalam Peraturan Perundang-Undangan (Translation Of Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women (CEDAW) Into The Regulation Of Legislation)." Jurnal Legislasi Indonesia 9.1 (2018): 99-118.
Rosyidah, Feryna Nur, and Nunung Nurwati. "Gender dan Stereotipe: Konstruksi Realitas dalam Media Sosial Instagram." Share: Social Work Journal 9.1 (2019): 10-19.
Widodo, Wicha Rizky Sakti Mashito, and Widiya Yutanti. "Kesetaraan Gender dalam Konstruksi Media Sosial." Jurnal Komunikasi Nusantara 3.1 (2021): 44-55.
Lulu’Aniqurrohmah, Syayidah Fitria. "Kesetaraan Gender Dan Nilai Nilai Yang Terkandung Di Dalamnya Menurut Hak Asasi Manusia." Jurnal Dunia Ilmu Hukum (JURDIKUM) 1.2 (2023): 50-56.
Eckert, Stine, and Linda Steiner. "Feminist uses of social media: Facebook, Twitter, Tumblr, Pinterest, and Instagram." Defining identity and the changing scope of culture in the digital age. IGI Global, 2016. 210-229.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun