Mohon tunggu...
Politik Pilihan

Aktifkan Kesepakatan Kerjasama Perbatasan Indonesia-Filipina

10 Agustus 2016   13:30 Diperbarui: 10 Agustus 2016   13:38 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus pembajakan dan penyanderaan anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) yang dilakukan oleh kelompok bersenjata di Filipina Selatan terulang kembali. Seperti halnya kasus serupa yang dilakukan oleh kelompok bersenjata yang sama, tebusan berupa uang merupakan tuntutan yang utama. Para penyandera mengancam jika uang tebusan tidak diberikan, maka para sandera akan dieksekusi mati.

Meski pemerintah kita dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada uang tebusan yang diberikan kepada kelompok Abu Sayyaf untuk pembebasan sandera-sandera sebelumnya, tapi pembajakan dan penyanderaan oleh kelompok bersenjata itu masih tetap terulang. Yang banyak menjadi pertanyaan masyarakat kenapa yang diincar oleh para pembajak adalah ABK yang WNI? Sedang warga negara lain dilepaskan.

Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, yang jelas bahwa kasus pembajakan kapal-kapal asal Indonesia seharusnya tidak boleh terjadi lagi. Demikian pula dengan penyanderaan ABK-nya. Mereka adalah warga negara yang harus dilindungi oleh pemerintah, sehingga keselamatan dan keamanan para ABK benar-benar terjamin.

Dari kasus pembajakan dan penyanderaan tersebut, pejabat-pejabat terkait dari tiga negara yakni Indonesia, Malaysia, dan Filipina telah melakukan serangkaian pertemuan untuk membahas dan mengatasi tindak kriminal bersenjata dengan korban para ABK WNI. Ketiga pemerintahan itu perlu melakukan pembicaraan serius, karena kasus pembajakan dan penyanderaan itu terjadi di perairan Filipina dan Malaysia. Kemudian sandera-sanderanya juga dibawa ke Filipina Selatan.

Aparat TNI, sebenarnya sudah menyatakan kesiapannya untuk masuk ke Filipina guna membebaskan para sandera. Tapi kesiapan itu tidak bisa diwujudkan, karena terbentur ijin dari Pemerintahan Filipina. Akibatnya, hingga saat ini masih ada ABK WNI yang berada di cengkeraman kelompok bersenjata.

Masih belum jelasnya nasib para sandera tentu membuat keluarga mereka di Indonesia khawatir. Apalagi dari kasus penculikan dan penyanderaan warga negara asing yang dilakukan oleh kelompok bersenjata di Filipina ada yang berakhir dengan kematian, kian membuat keluarga korban penyanderaan semakin khawatir.

Kami dari Institut Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (IK2MI) pernah membahas secara khusus tentang pengamanan kapal-kapal Indonesia ketika berlayar di perairan Filipina Selatan. Kapal-kapal itu agar dilengkapi dengan Petugas Keamanan Bersenjata (PKB). Sebab, ijin dan penggunaan senjata api itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Pertahanan RI Nomor 7 tahun 2010 tentang Pedoman Perijinan, Pengawasan, dan
Pengendalian Senjata Api Standar Militer di Luar Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.

Pasal 18 Peraturan Menteri Pertahanan itu berbunyi pembatasan senjata api untuk kapal laut dan pesawat udara meliputi: a) dalam keadaan darurat dan untuk kepentingan keamanan, ketenteraman, dan ketertiban pelayaran dan penerbangan Indonesia baik milik pemerintah dan nonpemerintah, kepada pemilik kapal laut/pesawat udara Indonesia dapat diberikan ijin untuk memiliki, menguasai dan/atau menggunakan senjata api standar militer dan amunisinya; b) jumlah senjata api dan amunisi yang dapat diijinkan dibatasi pada jumlah untuk memersenjatai ¼ (satu perempat) dari kekuatan awak kapal laut, paling banyak 10 (sepuluh) pucuk senjata api setiap kapal laut dan amunisinya sebanyak 3 (tiga) magazyn/cylinder untuk setiap senjata.

Kini para ABK WNI yang disandera di Filipina Selatan sangat menunggu dibebaskan dengan selamat. Untuk itu, kami berpendapat agar Kesepakatan Kerjasama Perbatasan Indonesia-Filipina (Border Crossing Agreement/BCA) diaktifkan. Dengan demikian diharapkan perbatasan kedua negara akan aman dari berbagai ancaman, termasuk ancaman pembajakan, perompakan, dan penyanderaan. Untuk mewujudkan hal itu, maka aparat TNI harus senantiasa hadir dan mengawal kapal-kapal beserta ABK WNI yang berlayar menuju Filipina. Ketika kapal-kapal dan ABK WNI tersebut memasuki perairan Filipina, maka aparat keamanan Filipina yang mengambil alih kendali keamanannya.

Dengan kerjasama yang baik di antara Angkatan Bersenjata kedua negara, maka diharapkan pasokan kebutuhan komoditi --di antaranya batubara-- dari Indonesia ke Filipina akan berjalan lancar. Demikian pula para kelompok bersenjata yang mengincar kapal-kapal yang berlayar di perairan Filipina akan mengurungkan niatnya melihat kehadiran prajurit TNI dan Angkatan Bersenjata Filipina.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun