Contohnya, di dalam budaya Indonesia, pandangan gender tradisional membentuk norma keluarga dengan persepsi bahwa ayah sebagai pencari nafkah utama dan ibu sebagai pengurus rumah tangga. Ini mencerminkan suatu pandangan gender yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki, sehingga transformasi dalam pandangan gender menjadi sangat penting dalam mengevaluasi dan merekonstruksi peran laki-laki dalam konteks rumah tangga.
Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa perubahan pandangan gender telah memberikan dampak pada persepsi dan perilaku laki-laki terkait peran dalam rumah tangga. Beberapa laki-laki mungkin menggunakan pembenaran bahwa emansipasi perempuan sebagai alasan bagi pasangan mereka untuk bekerja dan tidak mengambil peran domestik tradisional. Meskipun demikian, studi juga menunjukkan bahwa ketika perempuan mengambil alih peran tradisional laki-laki, laki-laki sendiri tidak selalu mengambil alih peran tradisional perempuan dalam mengelola urusan rumah tangga.
Dengan demikian, perubahan pandangan gender telah memengaruhi dinamika peran laki-laki dalam rumah tangga, baik dari perspektif konsep diri maupun tanggung jawab praktis dalam mengurus rumah tangga. Hal ini menegaskan urgensi untuk terus mengevaluasi dan merenungkan evolusi pandangan gender dalam menilai kembali peran laki-laki dalam konteks rumah tangga modern.
2.3 Perspektif Perempuan terhadap Peran Laki-laki dalam Rumah Tangga
Perspektif perempuan terhadap peran laki-laki dalam lingkup rumah tangga menjadi sorotan utama, terutama dalam konteks perubahan pandangan gender. Adanya budaya patriarki di dalam rumah tangga telah menciptakan ketidakadilan dalam hubungan gender, dengan perempuan selalu ditempatkan pada posisi yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Dinamika ini tercermin dalam pembagian peran tradisional, di mana perempuan diarahkan untuk mengemban peran domestik reproduktif, sementara laki-laki memegang peran dalam ranah publik.
Dalam menghadapi perubahan pandangan gender, gerakan feminisme mengadvokasi persamaan hak antara perempuan dan laki-laki, menunjukkan kesadaran terhadap ketidakadilan dalam pembagian peran dan tanggung jawab dalam lingkup rumah tangga. Perubahan ini juga turut memengaruhi pandangan dan harapan perempuan terkait peran laki-laki di dalam rumah tangga. Dengan semakin banyaknya perempuan yang berkarir, upaya dilakukan untuk membentuk kemitraan gender yang adil di dalam rumah tangga, yang mendorong peran laki-laki untuk lebih aktif terlibat dalam urusan rumah tangga.
Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa perubahan pandangan gender juga memengaruhi persepsi dan perilaku laki-laki terkait peran dalam rumah tangga. Beberapa laki-laki mungkin menggunakan alasan emansipasi perempuan sebagai justifikasi bagi pasangan mereka untuk bekerja dan tidak mengambil peran domestik tradisional. Namun, studi juga menyoroti bahwa ketika perempuan mengambil alih peran tradisional laki-laki, laki-laki sendiri tidak selalu mengambil alih peran tradisional perempuan dalam mengurus rumah tangga.
Dengan demikian, perspektif perempuan terhadap peran laki-laki dalam rumah tangga mencerminkan tuntutan akan kesetaraan gender dan pembagian peran yang lebih adil. Perubahan pandangan gender mendorong perempuan untuk menilai kembali peran laki-laki dalam rumah tangga, sambil mendesak keterlibatan aktif laki-laki dalam urusan rumah tangga sebagai bagian dari usaha menciptakan kemitraan gender yang lebih seimbang.
2.4 Tantangan dan Manfaat dari Perubahan Peran Laki-laki dalam Rumah Tangga
Perubahan peran laki-laki dalam konteks rumah tangga telah melahirkan sejumlah tantangan dan manfaat yang perlu diperhatikan. Di dalam budaya Indonesia, norma peran gender tradisional telah membentuk struktur keluarga dengan pemikiran bahwa ayah bertanggung jawab sebagai pencari nafkah utama, sementara ibu memiliki peran sebagai pengurus rumah tangga. Pandangan ini mencerminkan hierarki gender yang meletakkan perempuan pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki, sehingga penting untuk merespons dan merekonstruksi peran laki-laki dalam konteks rumah tangga.
Tantangan utama dari perubahan ini terletak pada resistensi terhadap pergeseran peran laki-laki di dalam rumah tangga. Beberapa laki-laki mungkin mencari alasan seperti emansipasi perempuan sebagai justifikasi bagi pasangan mereka untuk bekerja dan mengabaikan peran domestik tradisional. Selain itu, ketika perempuan mengambil alih peran yang biasanya dipegang oleh laki-laki, laki-laki sendiri tidak selalu menanggapi dengan mengambil alih peran tradisional perempuan dalam mengurus rumah tangga. Ketidakseimbangan ini dalam pembagian tugas rumah tangga dapat menimbulkan konflik dalam dinamika keluarga.