Mohon tunggu...
IK1_Finna F
IK1_Finna F Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Seorang mahasiswa ilmu komunikasi yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Gender dalam Program Keluarga Berencana

8 Februari 2024   18:09 Diperbarui: 8 Februari 2024   18:24 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Peran Gender dalam Program Keluarga Berencana

ditulis oleh

Finna Fitriani

Kamis, 8 Februari 2024

 Partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana (KB) dan isu-isu kesehatan reproduksi adalah suatu keharusan, mengingat peran mereka sebagai partner dalam proses reproduksi dan seksualitas. Keterlibatan pria dalam KB dan kesehatan reproduksi sangat penting karena keduanya merupakan aspek yang saling mempengaruhi satu sama lain, baik pria maupun wanita. Oleh karena itu, adanya keseimbangan dalam pembagian tanggung jawab dan peran antara pria dan wanita dianggap krusial untuk mencapai kehidupan seksual yang aman dan memuaskan. Pria memiliki peran yang signifikan dalam proses fertilitas, dan baik suami maupun istri memiliki tanggung jawab dalam memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan serta memberikan dukungan satu sama lain dalam menjalani perjalanan reproduksi.

 Sejak tahun 1999, terjadi perubahan keyakinan atau kepercayaan masyarakat dalam pelaksanaan Program Keluarga Berencana (KB) yang lebih menekankan partisipasi aktif kaum laki-laki. Sebelumnya, fokus utama pelaksanaan Program KB cenderung terpusat pada kaum perempuan, menyebabkan stigma bahwa inisiatif KB secara eksklusif menjadi tanggung jawab dan urusan para perempuan.  

Di negara-negara berkembang, layanan Keluarga Berencana (KB) umumnya ditujukan kepada perempuan, sehingga perhatian terhadap keterlibatan pria cenderung minim, dan sering kali bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan. Program KB umumnya kurang memperhatikan keterlibatan pria dalam penggunaan kontrasepsi yang efektif dan konsisten, dengan metode yang memerlukan partisipasi pria seperti kondom, pantang berkala, senggama terputus, dan vasektomi jarang digunakan. Hingga saat ini, program KB masih terfokus pada perempuan sebagai sasaran utama informasi, pendidikan, dan komunikasi untuk meningkatkan pengetahuan dan penggunaan kontrasepsi, sehingga mengabaikan peran signifikan pria dalam pengambilan keputusan kontrasepsi ini. Meskipun beberapa program KB mempromosikan metode kontrasepsi yang hanya digunakan oleh perempuan seperti pil dan suntik, keberlanjutan dan efektivitasnya sering terkendala oleh ketidaksetujuan suami. Partisipasi pria di Indonesia masih rendah, hanya sekitar 5,5%, jauh di bawah negara-negara lain seperti Bangladesh (19,1%), Pakistan (10,9%), dan Nepal (18%).

Rendahnya partisipiasi pria dalam program Keluarga Berencana (KB) dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang mencakup pengetahuan, sikap, praktek, dan kebutuhan pria sendiri. Keterbatasan pengetahuan menyebabkan pemahaman yang terbatas dan kurangnya kesadaran pria terhadap aspek kesehatan reproduksi. Faktor lingkungan, seperti sosial, budaya, masyarakat, keluarga, dan pasangan hidup, juga memainkan peran penting, termasuk keterbatasan informasi dan aksesibilitas terhadap layanan KB pria serta keterbatasan jenis kontrasepsi yang tersedia untuk pria. Penerapan program KB yang lebih mendominasi wanita sebagai sasaran utama dengan penyediaan alat kontrasepsi yang mayoritas ditujukan untuk wanita. Hal ini mencerminkan pola pikir yang menempatkan wanita sebagai pemegang tanggung jawab KB.

Di sisi lain, persepsi masyarakat yang masih mengaitkan penggunaan alat kontrasepsi sebagai tanggung jawab eksklusif wanita juga mempengaruhi partisipasi pria dalam program KB.

 Paradigma terkait budaya patriarki yang masih kental di Indonesia, di mana peran pria dianggap lebih besar daripada wanita, turut memengaruhi keputusan pria terkait penggunaan kontrasepsi yang seringkali dianggap bukan sebagai kewajiban mereka.

Partisipasi pria dalam Program Keluarga Berencana (KB) dan aspek kesehatan reproduksi menjadi sangat dibutuhkan dengan alasan-alasan berikut. Pertama, sebagai mitra dalam aspek reproduksi dan seksualitas, keterlibatan seimbang pria dan wanita diperlukan untuk mencapai kepuasan hidup seksual serta membagi tanggung jawab dalam mencegah penyakit dan komplikasi KB serta menjaga kesehatan reproduksi. Kedua, tanggung jawab sosial dan ekonomi pria terhadap anak-anaknya menuntut keterlibatan dalam keputusan reproduksi untuk memperkuat ikatan emosional dengan istri dan keturunannya. Ketiga, peran nyata pria dalam penentuan metode kontrasepsi mendukung pasangan sepanjang perjalanan reproduksi, dari konsepsi hingga periode pascamelahirkan dan menyusui. Partisipasi pria dalam KB dapat terwujud baik secara langsung maupun tidak langsung, melibatkan penggunaan metode kontrasepsi seperti kondom, vasektomi, serta metode KB alami seperti senggama terputus dan pantang berkala yang menekankan keterlibatan pria secara aktif.

Pengetahuan mengenai Program Keluarga Berencana (KB) di masyarakat, baik di perkotaan maupun pedesaan, belum mencapai tingkat optimal, meskipun pendidikan umumnya lebih maju di kota. Kesalahpahaman seputar KB, seperti persepsi negatif terhadap vasektomi yang dikaitkan dengan risiko impotensi, dan pandangan merugikan terhadap penggunaan kondom yang dianggap mengurangi kenikmatan seksual, merepotkan, serta dianggap hanya untuk mencegah penyakit kelamin dan HIV/AIDS, menjadi hambatan utama dalam partisipasi kaum pria dalam program KB. Pemerintah, dalam beberapa tahun terakhir, telah berupaya meningkatkan peran kaum pria dalam KB dengan memberikan informasi yang akurat tentang program ini. Di sini, harapannya adalah agar partisipasi kaum pria tidak hanya sebatas sebagai peserta pasif atau mendukung pasangan dalam penggunaan kontrasepsi, melainkan turut aktif dalam mendukung kesehatan reproduksi, seperti memberikan dukungan kepada ibu hamil, terlibat dalam perencanaan persalinan bersama tenaga medis, mencegah keterlambatan dalam mencari perawatan medis, memberikan perawatan kepada ibu dan bayi setelah persalinan, dan memainkan peran sebagai ayah yang bertanggung jawab. Selain itu, mereka diharapkan untuk mencegah penularan penyakit menular seksual, menghindari kekerasan terhadap perempuan, serta mengadopsi sikap non-diskriminatif dalam menafsirkan ajaran agama, termasuk kesiapan untuk menggunakan kontrasepsi.

Demikian hal yang sepatutnya dilakukan untuk mengambil langkah mempromosikan KB pada pria adalah dengan cara penyuluhan ke tiap-tiap daerah beserta memberikan iklan layanan masyarakat dari pemerintah mengenai KB untuk pria. Dengan begitu, mereka yang masih buta akan pengetahuan ini bisa perlahan-lahan memahami program KB untuk pria sebagai keadilan gender dalam rumah tangga.

REFERENSI

Anitasari, B., & Sarmin. (2021). FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PARTISIPASI PRIA DALAM PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANASITOLO. 1(3), 73--83. https://doi.org/10.55606/jikki.v1i3.177

Hartanto, H. (2002). Pustaka Sinar Harapan.

Ibrahim, I. S. (2007). , , . Jalasutra.

Melani, N., Setiyawati, N., Estiwidani, D., & Suherni. (2012). ( ). Fitramayana.

Sari, P., Febriani, C. A., & Farich, A. (2023). (Analisis Data SDKI Tahun 2017). 9(1), 138--148. https://doi.org/10.25311/keskom.Vol9.Iss1.1306

Sutinah, S. (2017). Partisipasi laki-laki dalam program Keluarga Berencana di era masyarakat postmodern. , ,30(3), 290. https://doi.org/10.20473/mkp.V30I32017.290-299

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun