Mohon tunggu...
Andreas Sutono
Andreas Sutono Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mitos 350 Tahun Penjajahan Belanda di Indonesia

14 November 2015   19:21 Diperbarui: 14 November 2015   19:37 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

MITOS 350 TAHUN PENJAJAHAN BELANDA DI INDONESIA

(Sisi Lain dan Pengaruhnya terhadap Munculnya Kebangkitan Nasional)

 

Selama ini, kita dihantui dengan angka 350 tahun yang menggambarkan ketidakberdayaan bangsa pribumi Nusantara[1] di bawah cengkeraman penjajahan kolonial Belanda. Angka tersebut diambil dari tahun 1596 hingga 1942 (kekuasaan Belanda di Indonesia beralih ke Jepang) sehingga menemukan angka 346 yang kemudian diekuivalensikan menjadi 350 tahun. Padahal, jika kita kritis menelusuri sejarahnya, maka angka itu hanyalah suatu imajinasi yang jauh dari kenyataan.

Tidak perlu mempedulikan siapa yang menghembuskan desas-desus 350 tahun tersebut, yang jelas angka itu berdampak negatif terhadap psikologis generasi Indonesia hingga ke masa depan, setidaknya menimbulkan perasaan minder (merasa di bawah/sub-ordinasi) pada diri orang Indonesia saat bertemu orang Belanda.

Angka tersebut menyudutkan nenek moyang kita seolah-olah mereka tidak mampu sama sekali untuk melawan kaum penjajah. Ingat, bentuk penjajahan intelektual adalah dengan cara mengaburkan/menghapus sejarah suatu bangsa dan meyakinkan bangsa tersebut bahwa nenek moyangnya sangat lemah. Apakah nenek moyang kita demikian? Mari kita lihat sekilas jejak historisnya.

Memang benar bahwa pada tahun 1596, armada laut Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman mendarat di Banten, namun kedatangan awal mereka adalah untuk berdagang demi mendapatkan rempah-rempah. Jauh sebelum waktu itu, pedagang-pedagang Nusantara sudah terkenal berpetualang hingga ke berbagai wilayah luar, termasuk China dan India, terutama sejak Kerajaan Siriwijaya dan Majapahit. Dengan demikian, posisi orang pribumi Nusantara ketika bertemu dengan ekspedisi Cornelis de Houtman pada tahun 1596 masih dalam derajat yang sama, tidak lebih rendah.

Hubungannya bersifat kolegial, semacam partner dalam bisnis yang derajatnya sama. Antara tamu dengan tuan rumah, bukan tuan dengan budak, atau majikan dengan buruh. Jadi, tidak dalam posisi terjajah. Bahkan ketika VOC berdiri tahun 1602, statusnya hanya sebatas perusahaan dagang yang berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah di Nusantara, meskipun dengan cara-cara licik yang didominasi tipu muslihat hingga pada akhirnya mengarah ke penjajahan secara sitematis sejak J.P. Coen menjadi gubernur Jenderal VOC.

Lagi pula, pada saat VOC mulai melebarkan sayap, di Nusantara masih terdapat kerajaan-kerajaan besar yang berdaulat penuh atas wilayahnya, seperti Mataram Islam, Aceh, Bali, dsb. Baru pada tahun 1749, wilayah Mataram Islam sepenuhnya menjadi taklukkan VOC. Setidaknya, hingga pertengahan abad ke 18, wilayah Nusantara belum terjajah sepenuhnya oleh Belanda.

Berikut ini beberapa akhir perang besar melawan kolonialis Belanda di beberapa daerah: Perang Tondano (Sulawesi Utara) tahun 1809, Perang Pattimura (Maluku) tahun 1817, Perang Diponegoro (Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta) tahun 1830, Perang Padri (Sumatera Barat) tahun 1837, Perang Banjar (Kalimantan Selatan) tahun 1862, Perang Aceh (Aceh) tahun 1903, Perang Puputan (Bali) 1906, dan Perang Batak (Sumatera Utara) tahun 1907. Kita kesampingkan dulu bahwa setelah tahun-tahun tersebut, masih ada sisa-sisa gerakan yang melanjutkan perlawanan dalam intensitas kecil.

Lalu kita asumsikan saja bahwa pada tahun-tahun tersebut merupakan tanda beralihnya kedaulatan dari pemimpin daerah kepada pemerintah kolonialis Belanda, yang berarti daerah-daerah tersebut mulai dikuasai sepenuhnya oleh Belanda. Jika kita hanya bertolak pada data-data di atas, dapat disimpulkan bahwa Belanda dapat menguasai sepenuhnya wilayah Nusantara (yang sekarang menjadi wilayah NKRI) sejak tahun 1907, yaitu berakhirnya Perang Batak di Sumatera Utara. Mari kita hitung dari 1907 hingga 1942, maka kita akan menemukan angka 35 tahun, bukan 350 tahun!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun