DATA BUKU
Penulis    :  Neng Dara Affiah
Penerbit   :  Nalar
Cetakan   :  Jakarta, April 2009
Tebal     :  x + 122 hlm; 13 cm x 20 cm
Buku ini di awali dengan rasa syukur penulis kepada sang pencipta karena telah di takdirkan menjadi anak kedua orang tua yang bernama KH Tb A Rafi`I Ali dan H Siti Sutihat. Dan juga penulis tidak lupa untuk mengucapkan rasa syukur karena telah di pertemukan oleh orang-orang hebat yang membuat nya terinspirasi untuk selalu mencintai Ilmu Pengetahuan. Pengakuan buku ini menggunakan gaya tutur bahasa yang sangat elok nan indah dengan menggunakan majas yang membuat pembaca menjadi tertarik untuk menelisik lebih jauh titik akhir buku ini. Buku ini menceritakan tentang biografi perjalanan hidup penulis dalam mencari jati dirinya melalui gerakan feminis dan menungkapkan bagaimana Multi Identitas bercengkrama dalam kehidupannya. Buku ini terdiri dari Empat Bab yaitu Aku dan Etnisitas,Aku Sebagai Muslim,Aku Sebagai Perempuan, dan Aku Sebagai Anak Bangsa. Prolog pada buku Muslimah Feminis: Penjelajahan Multi Identitas karya Neng Dara Affiah ini di sampaikan oleh M Dawam Rahardjo yang mengantarkan bagaimana kisah budaya Patriarki yang menghantui kehidupan Neng Dara dan hiruk pikuk yang di alaminya saat mulai menginjak Perguruan Tinggi.
"Aku Dan Etnisitas": Pada bab ini penulis menceritakan bagaimana etnis melekat dalam diri seseorang dan menceritakan bagaimana asal-usul banten sekaligus lingkungan asalnya. Sama seperti halnya penulis, Banten (kec.Labuan, Kabupaten Pandeglang)  merupakan etnisitas penulis  di lahirkan dari ibu seorang guru agama dan ayah pemimpin pesantren sekaligus pemimpin masyarakat, sebagian besar masyarakat banten adalah penganut agama islam dengan menjunjung tinggi tradisi keislaman yang masih sangat kental. Latar Belakang keluarga penulis merupakan tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam mengajarkan nilai-nilai keislaman di lingkungannya dan mempunyai identitas sosial sebagai warga NU.
"Aku Sebagai Muslim": pada bab ini penulis menghadirkan agama yang begitu saja melekat ke dalam diri seseorang sejak lahir. Ayah penulis meneruskan sekaligus mengelola pesantren dan madrasah ibtidaiyyah (sekolah dasar agama) yang telah di rintis oleh kakek penulis, kakek penulis juga merupakan salah satu tokoh yang berpengaruh di lingkungannya dengan mendirikan organisasi pendidikan Mathlaul Anwar. Di lingkungan seperti itu lah penulis di besarkan dan belajar dasar-dasar agama islam. Dari lingkungan seperti itu lah penulis mempelajari bagaimana membaca dan memahami al-quran, mempelajari ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu akhlak, sejarah islam dan keilmuan islam lainnya, bahkan sejak duduk di sekolah dasar penulis sudah mendiskusikan novel Sutan Takdir Alisyahbana yang berjudul Anak Perawan di Sarang Penyamun. Di Bawah Lindungan Ka`bah karya Hamka,majalah Islam Panjimas. Mulai dari situlah identitas dan kecintaan penulis terhadap islam mulai terbangun. Setelah melewati sekolah dasar penulis meneruskan ke sekolah pesantren Al-Quran yang berada di Serang. Ibu penulis mengharapkan anak nya menjadi qiroah ( ahli baca al-quran dan melagukannya). Di sekolah seperti inilah penulis di ajarkan tentang islam yang bersikap puritan dan menerjemahkan Al-quran secara tekstualis yang mengajarkan bahwa negara yang tidak berdasarkan hukum islam adalah thogut(setan) dan menolak pancasila sebagai dasar negara.Â
Di dalam pesantren ini penulis berkecimpung dengan suatu pengajian yang bernama Usroh. Siswa-Siswi yang menjadi anggota organisasi ini harus melakukan baiat dan melakukan sebuah ucapan janji untuk setia pada organisasi ini. Pelaksanaan pengajian organisasi ini dilakukan secara sembunyi-bunyi karena pada saat itu siapapun yang memperbincangkan permasalahan negara berlandaskan agama akan di tangkap oleh pemerintah. Dalam perjalanannya penulis mulai resah dan gelisah akan doktrin yang di berikan oleh organisasi tersebut dan penulis memutuskan untuk pindah dari pesantren tersebut dan mencari pesatren yang kualitas pendidikannya jauh lebih baik. Akhirnya penulis mendapatkan keputusan untuk pindah ke suatu pesantren di Tasik Malaya, di pesantren ini penulis mendapatkan pengetahuan dan pegalaman yang sesuai dengan keinginan hati dan pikiran penulis yang menurutnya membawa pengaruh positif bagi perkembangan dirinya. Setelah lulus dari pesantren,penulis melanjutkan pendidikan di IAIN jakarta yang sekarang berubah menjadi UIN. Sebenarnya penulis ingin mengambil jurusan favorite nya yaitu Agama dan Filsafat. Tetapi keinginan itu sirna karena paman penulis lebih menginginkan nya masuk ke dalam jurusan perbandingan Agama.Â
Penulis cenderung tidak aktif dalam organisasi ekstra kampus seperti PMII,HMI,GPII,IMM dll. Karena tidak menemukan keilmuan yang di harapkannya, sehingga penulis teralienasi dari politik kampus. Maka dari itu penulis mengembangkan potensi yang di milikinya melalui Forum Mahasiswa Ciputat (FORMACI), sebuah kelompok diskusi yang memiliki latar belakang berbeda seperti Muhammadiyah,Persis,NU,Matlaul Anwar dll dan tidak memandang latar belakang organisasi ekstra kampus. Dalam menempuh studinya penulis mendapatkan mata kuliah seperti Hinduisme, Budhisme, Kristologi, Konfusionisme, Sintoisme dll karena ia berada di jurusan perbandingan agama. Walaupun mata kuliah yang di pelajarinya berbeda dengan agama nya sendiri penulis tetap bisa terbuka dengan perbedaan keyakinan tersebut. Bahkan saat penulis berinteraksi dengan latar belakang agama yang berbeda, penulis berusaha mengeyampingkan perbedaan suku,agama, dan ras. Pada tahun 2000 penulis di undang ke Finlandia untuk acara yang di selenggarakan oleh organisasi perempuan Kristen dunia dan di minta menjadi narasumber gerakan perempuan muda dalam aktivitas lintas agama di indonesia. Pada saat perjalanan di pesawat penulis merasakan menjadi minoritas dan merasakan citra islam di sebagian orang barat masih buruk. Pada tanggal 28 April 2004 Penulis di undang ke Amerika untuk program "Ohio University Inter-Religious Dialogue And Exchange Project" saat di sana penulis merasakan pengalaman yang berbeda, dimana terdapat kebebasan beragama dan terdapat sejumlah orang yang memparaktikan kehidupan yang religius tetapi tidak memperlihatkan identitas keagamaannya.
"Aku Sebagai Perempuan": Pada bab ini penulis menceritakan bagaimana budaya patriarki yang menghantui kehidupannya dan merasakan adanya ketidakadilan terhadap perempuan. Penulis di didik menjadi perempuan yang terampil mengerjakan rumah tangga,membersihkan rumah dan memasak, berbeda dengan kakak laki nya yang bisa leluasa bermain, bergaul ,nonton film, nonton konser(pertunjukan musik). Harapan orang tua terhadap penulis dan kakak laki-laki pun berbeda, dimana kaka laki-laki penulis menempuh pendidikan ke Mesir untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang tinggi untuk menjadi pewaris utama dan tradisi keluarga, berbeda dengan penulis yang hanya mempunyai wawasan bagi dirinya dan lingkungan yang terbatas. Penulis tidak pernah diizinkan untuk keluar malam dengan alasan apapun, keluar malam hanya di perbolehkan untuk anak laki-laki dan tabu bagi anak perempuan. Di lingkungan penulis,perempuan yang keluar malam akan di cap buruk oleh lingkungan sekitarnya. Dalam perjalanan hidupnya, penulis mempunyai tokoh inspirasi yang sangat di kaguminya yakni nenek penulis sendiri yaitu H Siti Masyitoh. Seorang perempuan yang tidak memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi, hanya mendapatkan illmu yang di peroleh dari pesantren tetapi dapat memberi manfaat bagi banyak orang di lingkungan sekitarnya.Â