Mohon tunggu...
Iji Asrul Tabona
Iji Asrul Tabona Mohon Tunggu... Politisi - Alhamdulillah

Nikmati Tuhan Yang Mana Yang Kau Dustakan?

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Negerilamo dan Benteng Daun Semanggi di Sanana

14 November 2021   00:26 Diperbarui: 14 November 2021   00:30 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Ilustrasi (Sumber : gerbongtiga.wordpress.com)

Malam itu cahaya terang yang terpencar dari bulan purnama, mampu membuat malam yang gelap, suram, dan sunyi menjadi hidup dan indah. Purnama itu tersenyum dari balik pohon-pohon meranti di Lida Kota (Gunung Kota) sebelah timur Kampung Negerilamo.

Negerilamo mempunyai wilayah dari Fat Paroma sampai Tanjung Kuma. Dengan demikian dinamakan  Negerilamo (Negeri Besar/Kampung Besar).

Malam itu di tahun 1512 Masehi, dibawah sinar bulan purnama. Kepala Kampung Negerilamo, tokoh agama, tokoh adat,  dan warga biasa semuanya keluar menuju tempat pertemuan. Pertemuan malam itu sangat penting.

Kepala Kampung mengundang seluruh warga Kampung untuk melaksanakan pertemuan tersebut, guna membahas surat dari Sultan Bayanullah. Surat itu diberikan oleh Utusan Sultan dari Ternate yang akan ke Ambon menjemput Francisco Serrao, orang Portugis yang baru tiba dari Malaka. Sebelum ke Ambon Utusan Sultan mampir di Pulau Sulabesi untuk beristrahat sambil menambahkan perbekalan mereka serta menyerahkan surat dari Sultan kepada beberapa pimpinan Kampung yang ada di Pulau Sulabesi. Isi surat tersebut kaitan dengan pembangunan benteng, di Pulau Sulabesi.

Seluruh warga berduyun-duyun keluar dari rumah menuju ke tempat pertemuan. Sudah banyak warga kampung yang yang hadir diruang pertemuan. Para ibu-ibu sibuk menyiapkan gorengan dan kopi untuk peserta pertemuan.

Tak lama kemudian, Kepala Kampung dan Ketua Adat serta Imam Kampung pun hadir di balai pertemuan. Semua warga Kampung pun berjalan dengan rapi memasuki ruang pertemuan.

"Terima kasih kepada para tokoh adat, tokoh agama dan seluruh warga masyarakat yang telah hadir. Mari kita panjatkan puja dan puji syukur ke Allah SWT, Tuhan Penguasa Jagat. Karena atas rahmat dan karunia_Nya sehingga kita dapat bertemu di tempat ini", Sambutan Kepala Kampung dalam membuka pertemuan pada malam itu.

Selanjutnya Kepala Kampung pun menyampaikan kepada warga yang hadir pada malam itu terkait dengan surat dari Sultan Bayanullah untuk pembangunan Benteng Fat Mata. Setelah menyampaikan pengumuman tersebut Kepala Kampung pun bertanya kepada warga apakah seluruh setuju untuk berpartisipasi membangun benteng tersebut atau tidak. Bahkan Kepala Kampung pun memberikan kesempatan kepada warga yang hadir untuk menyampaikan pendapatnya jika ada.

"Jadi semua sudah tahu kaitan dengan pertemuan pada malam ini. Apakah semua warga setuju dengan pembangunan benteng tersebut?" tanya Kepala Kampung kepada warga yang hadir.

"Iya, setuju", teriak warga serentak.

"Apakah Bapak Imam dan Ketua Adat punya pendapat terkait pembangunan ini?" tanya Kepala Kampung kepada Bapak Imam dan Ketua adat.

Kepala Kampung merupakan sosok yang bijak dan sangat demokratis. Seluruh keputusan yang berhubungan dengan pembangunan dikampung selalu dimusyawarahkan. Dan kesepakan dalam musyawarah itulah yang menjadi keputusan bersama. Kepala Kampung tak pernah memaksakan kehendaknya kepada warga kampung.

"Saya ada masukan sehubungan dengan sistem kerja nanti" ucap Bapak Imam penuh semangat.

"Oke, jadi menurut Bapak Imam bagaimana cara kerja kita nanti? Tanya Kepala Kampung penuh hormat.

"Baiklah. Tentunya kerja membangun benteng ini tidak mudah. Karena terlepas dari waktu yang lama, tentunya kita juga membutukan partisipasi penuh dari warga masyarakat. Untuk itu, saya sarankan kita bagi dalam tujuh kelompok. Setiap kelompok terdiri dari lima puluh orang. Sedangkan untuk bahan konsumsi pekerja saat kerja itu dapat ditanggung oleh kelompok yang bekerja pada saat itu. Nanti ibu-ibu yang suaminya bekerja tolong membantu untuk memasak". Jelas Bapak Imam dengan panjang lebar.

"Selain dari Bapak Imam apakah ada yang lain?" tanya Kepala Kampung kepada seluruh warga.

Warga masih diam, belum merespon pertanyaan Kepala Kampung. Kemudian Kepala Adat berdiri dan meminta izin kepada Kepala Kampung untuk menyampaikan pendapatnya.

"Bagi saya, masukan dari Bapak Imam tadi sangat bagus. Jadi kita bagi dalam tujuh kelompok kerja. Nanti setiap kelompok kerja dikordinir oleh Kepala Lingkungan mereka". Jelas Ketua Adat.

"Oke baiklah. Bagaimana semua setuju dengan masukan ini?" tanya Kepala Kampung kepada seluruh peserta pertemuan.

"Setuju.. setuju.." jawab warga secara serentak.

"Kalau begitu mulai jumat kita bekerja ya. Nanti kita bagi setiap kelompok lima puluh orang. Untuk konsumsi ditanggung oleh kelompok yang bekerja". Kepala Kampung menyimpulkan hasil dari pertemuan malam itu.

"Oke. Kalau begitu, sekarang Ibu-ibu dapat langsung menyajikan gorengan dan kopi yang telah siap itu. Biar kita bisa menikmatinya" pinta Kepala Kampung kepada ibu-ibu.

Tak butuh waktu lama. Sajian pisang goreng dan ubi goreng pun sudah tersaji diruang pertemuan. Kopi dan teh juga sudah siap. Dan semua warga menikmatinya dengan hati yang senang dan gembira.

Kepala Kampung, Ketua Adat, Bapak Imam dan Ketua Pemuda menikmati kopi hangat sambil berdiskusi kecil. Menurut Kepala Kampung waktu pembangunan adalah dua bulan lebih. Jadi mulai lusa, hari jumat ini sudah mulai bekerja. Informasi ini juga akan disampaikan ke dusun Paratina dan dusun Wainin yang merupakan anak dusun dari Kampung Negerilamo.

Saat itu waktu sudah menunjukan pukul 22.00 wit. Pertemuan pun selesai, semua warga memilih kembali kerumah masing-masing.

Sementara cahaya bulan diluar makin terang. Malam itu Kepala Kampung sibuk menyiapkan surat pemberitahuan ke pihak kesultanan kaitan dengan kesediaan warga untuk melaksanakan pembangunan benteng tersebut. Selain surat, Kepala Kampung juga menyiapkan bentuk gambar pembangunan benteng. Tak terasa waktu subuh telah tiba. Suara adzan di mesjid Kampung pun bergema. Kepala Kampung keluar mengambil air wudhu sambil menuju masjid kampung untuk menunaikan shalat subuh berjamaah.

***

Beberapa kampung yang berada di kaki gunung Lida Kaipa (Gunung Kaipa) juga telah melaksanakan musyawarah untuk membahas surat Sultan Bayanullah tersebut. Semua warga yang menghadiri pertemuan juga telah menyetujui pembangunan Benteng Daun Semanggi (Benteng Het Klaverblad).

"Kira-kira lokasi pembangunan benteng ini dimana yang baik? Tanya salah satu tokoh masyarakat yang hadir pertemuan.

"Menurut kami lokasi benteng itu sebaiknya dekat tepi pantai agar bisa dengan leluasa dapat memantau seluruh pergerakan dilaut. Dan alangkah baiknya benteng itu juga harus berada dekat di daerah sungai atau muara sungai, agar sungai tersebut bisa digunakan sebagai tempat berlabuh kapal-kapal atau perahu ketika musim ombak" jelas panjang lebar salah satu Kepala Kampung yang hadir pada saat pertemuan.

Maka akhirnya, lokasi benteng ditentukan dipinggir Sungai Waigub yang dekat dengan laut. Lokasi benteng ini diapit oleh dua sungai dan berhadapan langsung dengan pelabuhan laut.

Pada saat itu, banyak pohon semanggi yang tumbuh di tepi sungai. Semanggi (Marsilea Crenata) merupakan tumbuhan air golongan hydrophyte yang banyak tumbuh di areal sungai, rawa dan danau. Konon, bagi yang menemukan pertanda orang tersebut akan mendapatkan keberuntungan atau kemujuran.

Benteng yang dibangun itu kemudian dikenal dengan nama Benteng Benteng Daun Semanggi. Jadi dari sisi geografis lokasi benteng ini sangat strategis.

Setelah waktu yang ditentukan untuk mulai bekerja tiba, maka seluruh warga masyarakat baik tua maupun muda, laki-laki maupun perempuan semuanya bekerja bahu membahu melaksanakan pembangunan benteng tersebut.

***

Tak terasa waktu pembangunan sudah tinggal seminggu. Sementara benteng yang dibangun di Kampung Negerilamo belum juga mencapai tujuh puluh persen. Kepala Kampung dan beberapa pemuka kampung pun mengadakan pertemuan untuk membahas keterlambatan pembangunan tersebut.

"Sampai saat ini, kerja kita belum selesai, bahkan belum juga sampai tujuh puluh persen. Jadi saya rasa kita tidak akan mampu menyelesaikan pekerjaan tersebut. Sedangkan waktu kita tinggal seminggu ini" ucap Kepala Kampung kepada sesepuh-sesepuh kampung dengan nada sedih. Sambungnya "Sementara banyak juga warga kita yang telah sakit mungkin terlalu lelah dalam bekerja selama kurang lebih 2 bulan ini".

"Iya saya juga pikir ini tidak mungkin dapat diselesaikan" Sambung Kepala Adat.

 "Apa pun hasilnya yang penting kita telah berusaha" begitulah pendapat Bapak Imam.

Malam itu diluar rumah Kepala Kampung para pemuda dan pemudi tetap semangat melatih tarian yang akan ditampilkan pada acara peresmian Benteng Fat Mata, jika benteng tersebut selesai dibangun. Ketua pemuda dengan sabar melatih gerakan tarian dan harmonisasi bunyi alat musik tersebut.

"Ayo suara gendang itu harus agak keras" perintah ketua pemuda kepada pemukul alat gendang

"Variasinya gerakan itu harus kompak, biar kelihatan indah" jelasnya pada pemuda dan pemuda peserta tarian.

Setelah lelah berlatih, mereka pun istrahat sambil menikmati air guraka dan pisang goreng yang telah disiapkan oleh beberapa pemudi yang tidak menjadi peserta tarian. Malam itu dibawah cahaya obor dan lampu kecil mereka menikmati hidangan sambil mengobrol. Mereka mengobrol tentang cita-cita dan harapan mereka, agar Benteng Fat Mata itu dapat diselesaikan dengan tepat waktu.  Setelah air guraka dan pisang goreng ludes, mereka pun kembali kerumah masing-masing.

Pagi itu awan hitam mengantung di kaki langit utara. Gerimis mulai turun tanpa suara. Tapi warga kampong yang bertugas bekerja pagi itu tetap semangat. Mereka melepas selimut, lalu sarapan. Setelah sarapan, mereka bermandikan hujan menuju ke lokasi pembangunan benteng. Mereka tetap semangat bekerja. Semangat mereka tak pernah luntur.

Sementara itu, dilokasi pembangunan benteng di dekat Sungai Waigub juga hampir sama. Belum juga selesai. Sedangkan waktu untuk pekerjaan tinggal tiga hari lagi. Akhirnya, para tetuah kampung mulai melakukan musyawarah untuk menyikapi keterlambatan pekerjaan tersebut.

Sekitar dua jam lebih mereka pun mendapatkan kata mufakat untuk menyikapi keterlambatan itu. Tak lama mereka pun bubar untuk menyiapkan hal-hal yang butuhkan nanti.

Tepat besok subuh sebelum matahari pagi bersinar, di depan Benteng Daun Semanggi semua sudah ditutupi dengan kain putih sepanjang pantai. Dan hari itu adalah hari jumat.  

Hari itu juga, bertepatan dengan kedatangan Utusan Kesultanan yang telah kembali dari Ambon. Utusan Kesultanan datang bersama Francisco Serrao, orang Potugis. Mereka mampir di Pulau Sulabesi sebelum, melanjutkan perjalanan ke Ternate. Mereka mampir untuk melihat dan menilai secara langsung proses pembangunan benteng sebagaimana perintah Sultan Bayanullah.

***

Malam itu terjadi kesibukan di rumah Kepala Kampung Negerilamo. Tepatnya setelah Shalat Isya semua orang berkumpul, karena jam 12 malam rombongann Kepala Kampung akan menuju ke tempat Utusan Kesultanan yang telah kembali dari Ambon. Tempat musyawarah untuk proses penilaian pembangunan benteng ditentukan di pinggir Sungai Waigub.

Di Negerilamo, malam itu diputuskan  sepuluh orang yang akan berangkat. Masing-masing Kepala Kampung, Ketua Adat, Bapak Imam dan tujuh orang pemuda yang bertugas sebagai pendayung. Perahu arumbai telah disiapkan oleh para pemuda di pelabuhan.

Sebelum berangkat, mereka pun membacakan doa selamatan di rumah Kepala Kampung. Setelah selesai doa tepatnya jam dua belas malam, mereka pun menuju kepelabuhan. Kepala Kampung, Imam Kampung dan Ketua Adat di antar dengan tarian laka baka (tarian pelepasan / tarian antar berangkat). Beberapa menit didepan rumah kepala kampung, rombongan ini menikmati tarian laka baka dari muda mudi Negerilamo. Setelah tarian selesai para utusan pun menuju ke pelabuhan untuk menaiki perahu arumbai dan menuju ke lokasi pertemuan dengan Utusan Kesultanan.

Setelah semua rombongan naik ke perahu. Maka para pemuda, yang bertugas pun mulai mendayung. Setelah mereka mendayung sekitar satu jam lebih, akhirnya rombongan itu pun telah melewati Tanjung Kuma. Lalu atas saran Ketua Adat mereka pun singgah sebentar di lokasi Air Santosa yang terletak di kaki Gunung Gai. Disitu mereka mengambil Air Santosa untuk mengisi tempat air mereka.

"Itu ada mangga masak yang jatuh!, apakah bisa diambil?" tanya seorang pemuda kepada Kepala Kampung

"Boleh, ambil saja. "fuk in weu" Itu ade pe manga"! kata Kepala Kampung

Akhirnya pemuda tersebut pun mengambil buah mangga masak yang jatuh didekatnya tadi. Setelah selesai mengambil air, para utusan itu pun kembali ke perahu untuk lanjut mendayung. Saat itu waktu sudah menunjukan pukul 02.00 wit.

Setelah melewati Tanjung Kamea waktu subuh telah tiba. Dan para pemuda yang bertugas mendayung pun makin bersemangat.

"Itu Tanjung Batupon sudah terlihat. Ayo semangat", Ucap seorang pemuda kepada teman-temannya.

"Sudah pagi sekarang. Man Gega pel. Ayam sudah bangun" Ucap Kepala Kampung.

Kepala Kampung pun mulai gelisah. Membayangkan keputusan apa yang nanti diambil oleh pihak kesultanan nanti. Apakah pihak kesultanan akan menyatakan Benteng Fat Mata yang harus diteruskan ataukah benteng yang dibangun di tepi Sungai Waigub itu, Benteng Daun Semanggi.

Ketika itu, perahu mereka sudah sampai didepan gaiyon mereka melihat kearah lokasi pembangunan benteng semua sudah terang/bersih dengan kain putih sepanjang pantai.

"Sanana" Sanana mua peh. Sudah terang semua / semua sudah bersih" ucap Imam Kampung kepada Kepala Kampung dan Ketua Adat.

"Iya Sanana mua peh" Sambung Kepala Kampung.

Tak lama rombongan dari Kampong Negerilamo pun tiba di tepi pantai. Mereka disambut oleh beberapa Kepala Kampung dan juga tokoh adat. Tanpa basa-basi mereka langsung menuju ke lokasi pertemuan. Sementara perahu arumbai tadi sudah di dorong masuk ke Sungai Waigub. Sungai yang banyak ditumbuhi oleh Het Klaverblad.

"Selamat datang para peserta pertemuan" ucap Utusan Kesultanan.

Setelah melakukan musyawarah kurang lebih 3 jam, mereka pun akhirnya memutuskan bahwa pembangunan Benteng Daun Semanggi (Benteng Het Klaverblad) harus diteruskan. Sedangkan untuk Benteng Negerilamo (Benteng Fat Mata) dihentikan proses pembangunannya.

Lalu Utusan Kesultanan pun meminta semua warga, termasuk warga Kampung Negerilamo untuk membantu menyelesaikan pembangunan Benteng Daun Semanggi. Dan semua peserta pertemuan pun sepakat dengan hasil pertemuan tersebut.

Untuk menyelesaikan proses pembangunan Benteng Daun Semanggi, beberapa pemuda pun datang dari Kampung Negerilamo untuk turut membantu menyelesaikan pembangunan Benteng Daun Semanggi. Selama membantu penyelesaian pembangunan Benteng Daun Semanggi, para pemuda dari Kampung Negerilamo itu membangun rumah atau tenda di belakang Benteng Daun Semanggi, Atau disekitar sungai waigub tersebut.

Makin lama mereka yang datang makin banyak. Untuk kepentingan Shalat, maka mereka pun membangun langgar kecil yang letaknya di belakang Benteng Daun Semanggi itu. Atas kerjasama akhirnya benteng itu pun selesai dibangun.

Demi suksesnya pembangunan maka dibutuhkan kerjasama dan saling memahami antara satu sama lain. Perbanyak kolaborasi dan hindari kompetisi. Apalagi bila kompetisi itu saling menghancurkan dan mengalahkan.


Selesai

Negerilamo, 14 November 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun