Dahulu kau berdiri kokoh
Bagaikan gerbang negeri senapan
Dengan kapal laut, kau seakan menyambut penuh mesra
Laut jernih, parade lumba-lumba ketika pagi dan petang
Hamparan pasir putih, kau bak si jelita, pesona-sungguh menawan
Dahulu, rimbun lebat
Angin senja menghampiri, burung-burung bernyanyi
Pohon-pohon kasuari berdansa sepanjang pantai
Bagaikan perawan dimalam purnama
Nelayan mengadar
Di kasuari mereka menambat sampan
Nikmati ikan segar hasil tangkapan yang dibakar
Merebah dipasir putih, istrahat tubuh sejenak
Lepas lelah, lepas beban hidup
Mimpi tentang surga datang membelai
Pagama, simbol eksotis
Sempurnakan keindahan Sula Negeri Senapan
Kini, banyak laut dikeringkan untuk hunian
Hutan terus digunduli, bumi kian panas
Es dikutub Utara mencair
Muka air laut naik, Pagama Kian tenggelam.
Kelak, aku hanya bisa mengenang mu melalui bait-bait lagu :
Sio Pagama
Ibau bisa alam bo sua
Mora ibufa hama deba, tud bo Pagama
Lal ik faata, sai bareha, sio PagamaÂ
O, Mamae
Ombak kian ganas, Pagama kian pilu
Akankah Pagama jadi kenangan?
Sanana, 19 Oktober 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!