Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nekat Ijtimak Ulama dalam Situasi Pandemi Virus Corona, Ada Apa dengan Jamaah Tabligh?

27 Maret 2020   18:13 Diperbarui: 27 Maret 2020   18:38 1438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jamaah Tabligh tiba-tiba menjadi buah bibir dalam beberapa hari terakhir ini. Gara-garanya adalah kegiatan Ijtimak Ulama yang mereka adakan. Apa pasal?  Kegiatan Ijtimak Ulama yang menghadirkan ribuan orang, termasuk anggota Jamaah Tabligh dari beberapa negara Asia, sejatinya tidaklah menjadi masalah. Kegiatan ini sangat baik, karena akan menghadirkan berbagai anggota Jamaah Tabligh dari berbagai daerah, bahkan beberapa dari ulama mereka. Ajang ini bisa menjadi tempat silaturahmi sekaligus sumur untuk menimba ilmu. 

Persoalannya, Jamaah Tabligh menggelar acara ini dalam situasi dunia tengah diserang wabah virus corona, termasuk di Indonesia.  Kerumunan manusia dalam jumlah besar menurut para ahli tentang virus menular ini, berpotensi menjadi arena penyebaran virus. Karena itu pemerintah daerah, baik Gubernur Sulawesi Selatan, maupun Bupati Gowa tidak memberikan izin pelaksanaan acara ini.

Namun ternyata, tanggal 18-19 Maret 2020, peserta Ijtimak Ulama dari berbagai penjuru Nusantara, termasuk dari beberapa negara Asia tetap datang ke lokasi acara.  Mereka mulai berkumpul di Pakatto-Gowa untuk menggelar acara Ijtimak Ulama.

Sebelum berkumpul di Pakatto,  beberapa panitia pelaksana kegiatan Ijtimak Ulama memang mengindikasikan adanya upaya melaksanakan acara tersebut.  Dalam penjelasannya, mereka merasa tidak puas, hanya karena gara-gara virus corona, makhluk kecil yang diciptakan Allah,  mereka tidak bisa menggelar kegiatan tersebut.

Masyarakat Sulawesi selatan dan Pemerintah Daerah pun akhirnya dibuat tercengang, Jamaah Tabligh ternyata betul-betul berkumpul di Pakatto dalam jumlah yang cukup besar. Beberapa media melansir, kurang lebih 8000 orang telah hadir di Pakatto.   Pemerintah pun dibuat kalang kabut.  Akhirnya dengan negosiasi yang lumayan melelahkan, Jamaah Tabligh memutuskan untuk menghentikan kegiatannya. Mereka kemudian pulang ke daerah masing-masing. Sebagian lainnya, harus dikarantina terlebih dulu.

Sikap Jamaah Tabligh yang akhirnya mengalah, patut kita  syukuri dan apresiasi, tetapi kenekatan Jamaah Tabligh untuk tetap menggelar Ijtimak Ulamanya, sementara pemerintah sudah tidak memberi izin, terasa agak janggal.  Sependek yang saya tahu, Jamaah Tabligh adalah kelompok yang tidak pernah membangkang pada pemerintah (Amir).

Demikian halnya dalam berbagai gerakan dakwah yang dilakukan, Jamaah Tabligh biasanya melakukannya dalam sunyi. Mereka tidak pernah memublikasikan kegiatannya, apalagi sampai berkali-kali memberikan komentar di media massa. Tetapi tidak untuk kegiatan kali ini. Jamaah Tabligh justru sering muncul memublikasikan rencana kegiatan di media-media online. Apakah karena kegiatan ini melibatkan jemaah dalam jumlah besar? Menghadirkan pula anggota Jamaah Tabligh dari luar? Ataukah prinsip dakwah Jamaah Tabligh telah mengalami perubahan?

***

Saya berkenalan pertama kalinya dengan Jamaah Tabligh di titimangsa 1994.  Saat itu saya duduk di kelas II SMA di salah satu pesantren di Makassar. Guru kami yang saat itu mengampuh mata pelajaran olahraga, yang memperkenalkan ajaran kelompok ini. Jika sebelumnya setiap guru olahraga tersebut datang, biasanya kami diajak ke lapangan bola, kini sang guru olahraga kami menggantinya dengan tabligh.  Dia mengajak kami untuk sungguh-sungguh melaksanakan ajaran agama dan jangan meninggalkan salat jamaah.

"Ajakan yang bagus." Batin saya ketika itu.

Ketika awal-awal guru olahraga kami bertabligh, kami diam terkesima. Takjub atas perubahan guru olahraga kami dan kagum dengan cara penyampaiannya yang terkesan tulus. Sayangnya lama kelamaan kami mulai jenuh, di samping setiap saat juga kita pengajian di masjid dan hal yang nyaris sama yang kami dengar, kami saat itu juga mulai merindukan bermain bola. Guru olahraga kami inilah yang selalu mengajak kami bermain bola, tetapi kini tidak lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun