Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Peluru Tinta: Melawan Tulisan dengan Tulisan (Catatan untuk Para Perazia Buku)

6 Agustus 2019   14:45 Diperbarui: 6 Agustus 2019   14:57 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa orang yang melihat tulisan tersebut sebagai sesuatu yang penting dalam membaca sejarah politik Indonesia berusaha menyelamatkannya. Di antara orang itu, ada seorang pejabat sipir penjara, yang memberi nasihat kepada Pramoedya dan tawanan politik pulau Buru saat itu dalam menyebarkan gagasannya.

Katanya; "Hadapi semuanya seperti bermain layangan. Angin kencang ulur benangnya. Tak ada angin, tarik benangnya."

Pada 1988-1989, catatan (tulisan) itu akhirnya terbit. Bukan di Indoenesia pada awalnya, melainkan di Negeri Belanda. Tulisan tersebut terbit dengan judul; "Lied Van Een Stomme." Belakangan baru diterbitkan di Indonesia oleh penerbit Hasta Mitra dengan judul Nyanyi Sunyi Seorang Bisu. Jelas sekali, apa pun yang dilakukan rezim orde baru pada masanya, ternyata tidak bisa membendung satu tulisan.

Benarlah Sub Comandante Marcos, Wakil Komandan Perlawanan Zapatista, ketika bertutur begini:

"Bunga dari tulisan (kata) tak akan mati. Wajah bertopeng yang hari ini mempunyai nama mungkin akan terkubur, tetapi tulisan (kata) yang datang dari kedalaman sejarah dan dunia tak dapat lagi dihabisi oleh kesombongan penguasa.


sapawarga.com
sapawarga.com
Dalam sejarah peradaban Islam, para intelektual muslim mengajarkan kepada kita, bagaimana menghadapi tulisan atau buku, yang tidak sesuai pemikiran dan ideologi yang kita anut.  Lihatlah apa yang dilakukan Ibn Rusyd atas ketidak-setujuannya terhadap buku Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Filsafat), karya Imam Al-Gazali.

Ibn Ruyd tidak meminta buku tersebut dilarang beredar, tetapi ia menulis buku untuk melawannya. Judulnya, Tahafut at tahufut (Kerancuan atas Kerancuan).

Akan halnya Imam al-Gazali sendiri, ia juga menulis Tahafut al-falasifah, karena ia merasa tak sejalan dengan buku-buku filsafat karya para kaum filosof. Di antaranya mengenai ketidak-setujuannya Al-Gazali terhadap filsafat materialisme (al-dhariyun).

Imam Al-Gazali pun tidak meminta penguasa untuk memberedel buku-buku filsafat tersebut, tetapi ia melawan buku-buku filsafat itu dengan buku dan ketajaman peluru tinta.

Sikap para ulama dan intelektual kita pada masa itu, yang melawan buku dengan buku, menghadapi peluru tinta dengan peluru yang sama, justru mengangkat peradaban pemikiran Islam menjadi gilang-gemilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun