Cukup lama saya gantung kopiah. Istilah itu saya gunakan karena saya tidak lagi aktif berdiri di atas mimbar seperti dulu, khususnya saat di Pesantren. Boleh juga mungkin pake istilah lain, 'gantung serban' misalnya...hehe. Saya tidak melakoni lagi aktifitas mulia ini karena saya merasa tak pantas. Siapalah saya yang berani mengkhotbahi orang lain, sementara diri sendiri dalam dekapan kehidupan yang berdebu.
Tapi ramadhan tahun ini, saya kembali memasang kopiah itu, meski belum pake serban, sebab dulu juga tidak biasa pake serban. Â Saya tidak usah jelaskan apa alasannya. Yang saya mau cerita pengalaman saya malam ini.
Memenuhi jadwal ceramah di suatu mesjid, berangkatlah saya menggunakan gojek. Si drivernya merasa tahu dengan mesjid yg saya tuju. Sampailah saya di mesjid yg dimaksud. Nama mesjidnya benar, tapi ketika melihat jalannya sepertinya ada yg keliru. Saya bertanya pd seorang jemaah, Ia menjelaskan mesjid dengan alamat yg saya maksud bukan di tempat ini, tapi masih jauh. Mesjid yg ini hanya sama namanya. Â Lantas saya nyari lagi gojek dan kembali melanjutkan perjalanan.
Tempat yang dituju ternyata memang jauh. Melewati beberapa bulak panjang yang sunyi, berbelok beberapa jalan, memasuki lorong barulah....sampai di satu mesjid. Tapi....!, ternyata  mesjid yg lain. Alamatnya sih...benar. "Masih di sana pak mesjidnya", begitu seorang warga bilang setelah bertanya tentang mesjid yg saya maksud. Jalan lagi.Â
Saya mulai was-was, soalnya waktu isya sudah jatuh dari tadi. Pikiran saya mulai berselimut mendung,  driver  juga terlihat bingung dan google map ikut-ikutan linglung. Perempuan google map dengan suara khas, yang selama ini menjadi penunjuk jalan,  kadang menyuruh berbelok ke kiri...eh ketemunya jalan buntu. Lain waktu menyuruh ke kanan di sana yg ada malah tanah kosong.
Seorang anak kecillah yg akhirnya menjadi penunjuk arah yang tepat. Mesjid ditemukan. Benar dugaanku, shalat Isya telah usai. Begitu saya menginjakkan kaki di mesjid, imam telah salam ke kiri. "Kebiasaan masbuk sih..." suara teman saya tiba-tiba terngiang-ngiang di telinga...hehe...
Saya shalat Isya, di tengah orang yang sedang shalat sunat. Tak lama protokol naik ke mimbar. Saya membenahi pakaian, memperbaiki letak kopiah, siap-siap tampil. Â Yang ini memang kebiasaan lama..hihi.. Tiba tiba protokol menyebut nama penceramahnya dan ternyata bukan saya ha...ha...!
Saya bertanya pada jemaah di sebelah saya, "benar pak ini mesjid anu dan jalan anu?"
"Ya benar" katanya. Saya mengangguk-angguk, Â sambil bergumam: "Salah jadwal rupanya".
Saat pulang ternyata tidak ada ojek on line. Berkali kali coba aplikasi, ngak ada respons. Maka dengan agak sungkan minta tolong pada seorang anak muda untuk di antar ke tempat yg bisa dapat gojek. Anak muda yg baik itu mengantar dg semangat. Sepanjang perjalanan pulang saya tersenyum-senyum. Pengalaman ini mengingatkan saya saat dulu menelusuri jalan-jalan di kampung, naik bukit, turun lembah dan keluar masuk kampung untuk berdiri di mimbar-mimbar mesjid.Â
Masa-masa yang membahagiakan karena semuanya dijalankan dg kegembiraan. Â Kini apakah kegembiraan dan rasa yg sama masih menyertai, saat kembali berkelana dg kopiah di kepala? Entahlah...tapi malam ini seakan Tuhan sengaja melempar saya pada kenangan beberapa puluh tahun yg silam. Seakan DIA berkata: "Masihkah kau segembira dan punya niat yg sama saat engkau sering tampil di mimbar dulu?" Dan senyum saya sekonyong-konyong patah, lalu kini mata saya yg mendadak berembun. "Tuhan maafkanlah hambaMu!"