Indonesia, seperti banyak negara berkembang lainnya yang menghadapi masalah serius terkait pencemaran udara, air, dan tanah. Polusi udara, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta,  menjadi perhatian utama karena dampaknya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Pemerintah Indonesia dan organisasi lingkungan hidup setempat terus berupaya mengatasi masalah ini melalui peraturan yang ketat dan upaya kesadaran masyarakat. Hal ini disebabkan olah iklim yang memburuk yang disebut pancaroba. Pancaroba adalah istilah yang digunakan di Indonesia untuk menyebut pergantian musim antara musim hujan dan  kemarau. Masa peralihan terjadi apabila cuaca berada pada masa peralihan antara musim hujan dan kemarau atau sebaliknya.  bisa sangat tidak stabil dan keras, dengan suhu yang berfluktuasi, hujan lebat, badai petir, angin kencang, atau suhu panas yang tiba-tiba.
Hujan deras sering kali ditandai dengan hujan deras yang dapat menimbulkan banjir, apalagi jika curah hujannya sangat deras dalam waktu singkat. Hujan badai merupakan perubahan iklim yang parah sering kali disertai dengan badai petir. Petir dapat merusak infrastruktur dan menyebabkan pemadaman listrik. Tiupan juga dapat membawa angin kencang, terutama saat badai mendekat atau surut. Fluktuasi suhu udara dapat berfluktuasi secara signifikan. Pagi hari bisa sangat sejuk, sedangkan sore hari bisa sangat panas. Kabut juga dapat terjadi pada masa transisi, terutama di daerah yang sangat lembab. Sinar matahari yang tiba-tiba meski cuaca seringkali berawan saat pergantian musim, namun terkadang matahari bisa bersinar  secara tiba-tiba sehingga menyebabkan perubahan suhu yang drastis. Penting untuk selalu memantau perubahan kondisi cuaca pada masa transisi dan melakukan tindakan pencegahan yang diperlukan, terutama di daerah rawan banjir, tanah longsor, atau badai petir.
Memasuki musim pancaroba yang terjadi secara menyeluruh di daerah Indonesia merupakan suatu hal buruk yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan yang disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya kesehatan pernapasan yang disebabkan oleh debu. Khususnya Infeksi Saluran Pernapasan Akut atau ISPA telah menjadi perhatian masyarakat.
ISPA adalah singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang mengacu pada berbagai infeksi yang menyerang saluran pernafasan, antara lain infeksi virus, bakteri, atau jamur yang dapat menimbulkan gejala seperti batuk, pilek, sakit tenggorokan, dan kesulitan bernapas. ISPA bisa  ringan atau berat, tergantung pada jenis patogen dan kekuatan sistem kekebalan tubuh orang yang terkena.
Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan sebagai penurunan cepat dan tiba-tiba pada fungsi filtrasi ginjal, dapat berkisar dari  ringan hingga berat. Pada kebanyakan orang, AKI biasanya ringan dan dapat disembuhkan dengan istirahat yang cukup,  banyak cairan, dan perawatan suportif lainnya. Namun, pada orang dengan daya tahan tubuh lemah seperti bayi, lansia, dan penderita penyakit kronis, ISPA dapat menyebabkan komplikasi serius seperti pneumonia, bronkitis, atau bahkan kematian. Oleh karena itu, meskipun AKI biasanya tidak serius bagi kebanyakan orang,  penting untuk mengambil tindakan pencegahan dan mencari pertolongan medis jika gejalanya menjadi lebih parah.
Kasusnya sendiri penderita Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di Kota Batu, Jawa Timur meningkat signifikan. Pada Januari hingga Agustus 2023, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batu menerima laporan sebanyak 18.789 kasus ISPA. Meski jika dirangkum pada tahun sebelumnya (2022), jumlah kasus ISPA hanya mencapai 12.686. Cuaca panas disertai kemarau berkepanjangan sehingga masyarakat sulit untuk menemukan sumber air dan polusi udara yang kian meningkat akibat hujan yang tidak datang membuat masyarakat kewalahan mempertahankan kekebalan tubuh pada kondisi ini.
Kepala Dinas Pencegahan, Pengendalian  dan Penanggulangan Bencana Dinas Kesehatan Kota Batu, Dr. Susana Indahwati menjelaskan ISPA pada tahun 2023 akan terjadi karena untuk mengurangi daya tahan tubuh dan kondisi cuaca buruk. "Pembakaran sampah yang  akhir-akhir ini semakin banyak dilakukan masyarakat juga bisa menyebabkan penyakit ISPA," ujarnya.
Saat ini, dampak pembakaran sampah mungkin  belum terasa secara jelas. Namun, Susan mengatakan, semakin banyak  sampah yang kita bakar, maka udara  akan semakin tercemar. "Udara yang terkontaminasi bahan kimia pasca pembakaran dapat menyebabkan infeksi  saluran pernafasan. Kualitas hidup juga akan menurun," jelasnya.
ISPA dapat menyerang berbagai kelompok umur. Dari 6 hingga 60 tahun. Terutama pada usia produktif, masyarakat dengan mobilitas tinggi. Susan melanjutkan: Gejala ISPA ada beberapa, yaitu batuk, pilek, dan tenggorokan kering. "Ada pula yang disertai  demam dan sesak napas," jelasnya. Sementara itu, hingga kemarin, pembakaran sampah sembarangan masih terjadi di Kota Batu. Kebakaran ini sering terjadi di kawasan yang relatif sepi. Biasanya, limbah yang menumpuk di darah liar akan dibakar. Terjadi kebakaran di Jalan Mustari, Ngaglik, masyarakat masih  membakar sampah di pinggir jalan. Kemudian di sudut North Stadium Road. Kemudian menuju Abdul Gani Atas,  menuju Villa Panderman Hills dan beberapa kawasan lainnya. Pembakaran seperti ini diperkirakan akan terus terjadi hingga ada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) baru di Kota Batu  yang bisa menggantikan TPA Tlekung.
Terkait pembuangan sampah sembarangan, warga RT 3 RW 13 Desa Ngaglik, Heri Cahyono mengatakan, banyak masyarakat yang membuang sampah di Jalan Mustari. Ia mengatakan, sejak TPA Tlekung ditutup akhir bulan lalu, sampah mulai dibuang di sisi kanan atau kiri jalan. Bahkan ada yang dibuang ke selokan Jalan Mustari. "Wilayah ini rawan  banjir. "Kekhawatirannya adalah jika semakin banyak masyarakat yang membuang sampah ke selokan, maka risiko banjir akan meningkat," ujarnya.
Siapa pun bisa terkena ISPA, namun kelompok orang tertentu berisiko lebih tinggi terkena infeksi saluran pernapasan, terutama jika daya tahan tubuh melemah. Contohnya bayi dan anak kecil karena daya tahan tubuh anak belum berkembang sempurna sehingga lebih rentan terhadap infeksi, orang tua karena daya tahan tubuh lansia seringkali melemah seiring bertambahnya usia sehingga lebih rentan terkena ISPA, orang dengan penyakit kronis karena orang dengan penyakit jantung, diabetes, penyakit pernapasan kronis (seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronik), dan kondisi medis lainnya berisiko lebih tinggi terkena AKI.  Baik perokok aktif maupun perokok pasif memiliki risiko lebih tinggi terkena AKI karena terus menerus terpapar zat iritan pada asap rokok, orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah karena orang dengan HIV/AIDS, penerima transplantasi organ, atau mereka yang menjalani pengobatan kanker atau memakai obat imunosupresif mempunyai risiko lebih tinggi terkena AKI, dan staf layanan kesehatan karena orang yang bekerja di lingkungan yang  banyak  orang sakit mempunyai risiko lebih tinggi  terkena ISPA.