Akhir-akhir ini dunia pendidikan dinodai oleh pengaruhi perkembangan teknologi komunikasi yang berdampat negatif. Dimana tren yang berkembang dalam dunia maya menjadi konsumsi anak-anak usia sekolah bakhan usia SD. Salah satu tren yang sedang hangat-hangatnya adalah barcode tangan  yang telah memasuki anak usia SD. Barcode tangan ini biasanya dilakukan oleh anak-anak perempuan. Masalah tersebut sudah membentuk sebuah kelompok yang anggota tidak terbatas dengan usia yang sebaya.
Fenomena Barcode Korea yang sedang tren di media sosial merupakan aksi menyakiti diri sendiri karena tekanan psikologis. Rasa takut, kecemasan, hingga kesedihan berpotensi membuat seseorang ingin menyakiti dirinya sendiri, termasuk dengan mengikuti tren barcode Korea tersebut. Ini merupakan satu hal yang perlu diwaspadai, karena menjadi salah satu gejala mental illness (sakit mental).
      Ketika seseorang memiliki kecenderungan ingin menyakiti diri sendiri, kemudian melihat di media sosial banyak orang lain yang juga melakukannya, maka akan muncul pemikiran bahwa perilaku tersebut adalah hal yang normal. Perilaku ini sangat mengkhawatirkan, terlebih apabila tidak ditangani dengan baik.
      Beberpa kasus yang saya temui, setelah diadakan pendekatan dengan anak yang bersangkutan, sebagaian besar alasan yang dikemukankan adalah adanya rasa kecewa yang dialami baik yang dipicu dari masalah orang tua atau temen sekitarnya.  Sebagai pelapisannya anak-anak tersebut tuangkan dengan melukai anggota tubuhnya, bukan hanya di tangan tapi ada juga yang dilakukan di kaki atau bagian tubuh lainnya.
      Beberapa faktor yang melatarbelakangi barcode tangan pada anak antar lain;
- Adanya rasa kecewa dari perlakuan orang tua yang selalu membandingkan dengan saudaranya baik itu berhubungan dengan prestasi maupun tingkah laku dalam keluarga.
- Kesibukan kedua orang tua yang mengakibatkan kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya.
- Perlakuan tidak adil oleh orang tua
- Pengaruh pergaulan sehari-hari baik di sekolah  maupun lingkungan sekitar.
- Adanya idikasi terpengaruh oleh ajakan teman yang disebarkan melalui media sosial.
- Rasa ingin  mencoba sebagai rasa kepuasan dan kebanggaan diantara teman sebaya.
- Sulit mengekspresikan emosi dan perasaan.
- Tidak tahu ingin meluapkan rasa trauma, sakit, dan tekanan secara psikologis.
- Tidak memiliki solusi terhadap rasa kesepian, diabaikan, dan kebingungan yang mereka miliki.
Bagaimanakah anak-anak melabuhi orang tuanya biar aksinya tidak diketahui orang tuanya?
Biasanya mereka akan menutupi bagian tubuh yang dilukai dengan kebiasaan yang tidak biasa. Mereka akan mengenakan pakaian panjang agar lukanya tidak terlihat. Dan saat orang tua tidak sengaja melihat luka tersebut, maka si anak akan mengatakan bahwa luka tersebut karena jatuh atau alasan lainnya.
      Nah bagaimana untuk memastikan anak kita tidak termasuk dalam komunitas barcode tangan?
Lakukan pengecekan sesering mungkin kepada anak kita. Adakan pendekatan dan jika anak sudah terlanjur melakukan barcode tangan, jangan dihakimi tapi rangkulah agar anak mau menceritakan alasan melakukan perbuatan tersebut. Beri pengarahan sesuai dengan bahasa anak SD.
Harapan kita sebagai seorang pendidik sekaligus sebagai orang tua, tren ini bisa diatasi sesegera mungkin. Dan hal yang paling efektif adalah dimulai dari keluarga. Untuk itu mari kita sama-sama jaga anak kita aset bangsa yang sangat berharga dari penyakit-penyakit yang terdampak dari teknologi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H