Mohon tunggu...
IJAH NURJANNAH IJAH
IJAH NURJANNAH IJAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi memasak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Lumut sebagai Bioindikator Lingkungan

2 Januari 2024   23:12 Diperbarui: 2 Januari 2024   23:14 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Transportasi menjadi salah satu sektor yang berkontribusi terhadap buruknya kualitas udara. Gas buang sisa kendaraan yang terbakar merupakan sumber pencemar udara. Banyaknya kendaraan listrik berdampak pada emisi CO2. Seiring bertambahnya jumlah kendaraan listrik, emisi CO2 pun meningkat. Memburuknya kualitas udara akibat pencemaran gas dari kendaraan  berbahan bakar fosil merupakan permasalahan lingkungan yang memerlukan upaya berkelanjutan untuk mengurangi pencemaran udara. Pemantauan kualitas udara merupakan tindakan yang harus dilakukan saat ini. Cara mudah untuk memantau kualitas udara dan mewakili kondisi lingkungan yang tercemar adalah dengan menggunakan bioindikator (Lukitasari, 2018).Lumut (Bryophytes) merupakan salah satu tumbuhan tingkat rendah yang dapat digunakan sebagai bioindikator untuk memantau pencemaran udara (Mahaprata et al,. 2019).

Tumbuhan lumut (bryophytes) merupakan indikator biologi yang potensial di kawasan hutan tropiss (Rini, 2019). Hutan tropis merupakan habitat yang sangat cocok bagi lumut, karena  lumut (filum Bryophyta) dapat tumbuh di daerah lembab. Lumut (lumut) mempunyai peranan penting dalam ekosistem hutan, namun karena ukuran tubuh lumut (lumut) yang kecil, keberadaannya sering diabaikan. Lumut dapat tumbuh pada substrat yang berbeda seperti pohon, cabang, batu, dan tanah  dengan mengadaptasi siklus hidup yang berbeda tergantung pada kondisi lingkungan(Lukitasari, 2018).

Indonesia mempunyai banyak jenis tanaman yang berbeda-beda.  Indonesia  mempunyai musim tropis, kemarau dan hujan, sehingga tanaman tumbuh  dengan baik disana. Pada musim  hujan tidak terjadi kekurangan air sehingga tanaman cepat  tumbuh dan berbagai  jenis tumbuhan bawah seperti lumut (lumut) tumbuh. Diperkirakan terdapat 24.000 spesies lumut (filum Bryophyta) di seluruh dunia, dan 6,5% dari spesies tersebut tersebar di Indonesia. Ciri khas lumut adalah hidup pada thallus yang membentuk daun, namun ada juga jenis thallus, thallus, dan thallus yang mirip rimpang. merupakan tumbuhan pionir karena lumut merupakan salah satu tumbuhan penyusun vegetasi  hutan dan  lumut dapat menjadi awal terbentuknya ekosistem baru yang berperan penting dalam keseimbangan air dan penimbunan humus dalam tanah. Kalau tidak, lumut Dapat menutupi seluruh area dan mencegah erosi(Kamaludin, 2021).

Bryophytes merupakan  tanaman dengan pertumbuhan rendah yang dapat mengurangi polusi dan menyediakan sumber energi  ramah lingkungan. Lumut digunakan sebagai bioindikator karena sensitif terhadap polutan dan dapat menunjukkan gejala penurunan kualitas udara. Selain itu, lumut mempunyai kemampuan mengakumulasi zat pencemar dalam jumlah yang  besar dibandingkan dengan kelompok lumut lain yang tumbuh pada habitat yang sama (Husamah dan Rahardjanto, 2019). Karena struktur jaringan lumut yang sederhana, lumut dapat mengikat ion logam dan menahannya di dalam jaringan untuk waktu yang lama tanpa merusak tanaman . Kondisi kualitas lingkungan yang berbeda  mempengaruhi keanekaragaman  lumut (Fanani, et al., 2019). Lumut Lumut (filum Bryophyta) merupakan tumbuhan yang termasuk dalam kelompok epifit yang terdapat pada substrat darat dan terestrial (Fitria et al., 2018). Substrat di atas tanah meliputi kayu mati, tanah, dan batu. Substrat arboreal merupakan substrat pepohonan hidup. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kekayaan dan komposisi spesies lumut meliputi ketersediaan substrat, keanekaragaman substrat, dan kondisi iklim Mikroorganisme dan jenis vegetasi (Fitria et al., 2018). Lumut tumbuh paling baik pada suhu antara 15 dan 25C, namun tanaman ini dapat beradaptasi  pada suhu antara 40 dan 50C dan tumbuh paling baik pada kelembaban lebih tinggi dari 50%, atau sekitar 85 hingga 98% (Nuriati, 2022).

Kualitas lingkungan yang baik salah satunya ditandai dengan adanya tingkat keanekaragaman lumut yang tinggi sehingga kondisi lingkungan masih bersih tanpa adanya pencemaran pada tanah, air dan udara.

Sedangkan semakin buruk kualitas lingkungan ditandai dengan adanya tingkat keanekaragaman lumut yang semakin rendah. Yang mana mengalami perubahan kondisi lingkungan yang diduga karena adanya pencemaran lingkungan yang terjadi pada tanah, air dan udara yang berasal dari polusi transportasi atau limbah pabrik.

Daftar pustaka

Fanani.,  Mirza.,  Afriyansyah,  B.  (2019).  Keanekaragaman  Jenis  Lumut  (Bryophyta)  Pada Berbagai  Substrat  di  Bukit  Muntai  Kabupaten  Bangka  Selatan.  Jurnal  Penelitian Biologi, Botani, Zoologi dan Mikrobiologi. 4(2), 43--47.

Fitria, R., Kamal, S., dan Eriawati. (2018). Keanekaragaman Lumut (Bryophytes) pada berbagai Substrat di Kawasan Sungai Pucok Krueng Raba Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Prosiding Senimar Nasional Biotik : Aceh.

Husamah dan Rahardjanto, A.(2019). Bioindikator (Teori dan Aplikasi dalam Biomonitoring). Malang : Universitas Muhammadiyah Malang Press.

Kamaludin.(2021). Studi jenis lumut di kawasan taman wisata alam baning Kabupaten Sintang. Jurnal PIPER. 17(2), 144-147. doi.org/10.51826/piper.v17i2.543

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun