John Wila Huki, atau panggil saja John. Kenaikan kelas kemarin John terancam tidak naik kelas bukan karena “bodoh” atau tindakan nakal lainnya, tapi lebih pada alpanya yang melampaui kunjungan presiden ke negara tetangga. Enam puluh delapan hari dalam satu semester. Anggap saja semester kemarin ada 104 hari, kurangi 68 hari akan ditemukan angka 36, yupz cukup 36 hari john menikmati kelas tujuh semester dua
Melihat John, jangan Cuma sekali tatap atau sekelebat mata, karena kalian hanya mendapati seorang remaja berusia 16 tahun pada umumnya di Sumba Timur, kurus, tinggi, hitam, “dekil” adalah satu kata praktis yang dapat merangkum semua tentang John.
Tapi cobalah kalian menatap John lebih lama, lebih dekat dan seksama, yang terlihat adalah John yang tampak lebih cakep, manis mungkin juga iya, apalagi saat mendapati dia memakai baju gereja minggunya* akan terlihat John memang punya bakat ganteng
Tapi sesungguhnya semua hal yang terkait dengan fisiknya John tak jadi soal, saya sendiri dia buat jungkir balik hanya untuk mengerti posisinya, hanya demi membungkam semua omongan guru tentang siswa bandel, nakal, suka bolos yang ujung-ujungnya, mana guru Bknya???
Akhir tahun 2011
Ayah kandung John harus ditahan pihak kepolisian, dengan bukti telah membunuh adik kandungnya, tak lain paman Jonh sendiri.
John menjadi salah satu tumbal keegoisan ayahnya, teman-teman yang menatapnya dengan rasa takut, cibiran, atau perasaan dikasihani yang berlebihan membuat John mulai jauh dari teman-teman. Perasaan malu, tak ingin dikasihani membuatnya semakin jauh, jauh, jauh, dan lebih jauh. Jika biasanya dala seminggu kita menemukannya tiga sampai empat kali minggu berikutnya tidak sama sekali.
68 hari bukanlah waktu yang singkat untuk menjadikan sebagai alasan alas sekolah, izin sakit, atau acara keluarga, lagi pula John belum menyatakan izin resmi telah keluar dari sekolah. Kejadian ini tentunya membuat sebagian besar guru marah dengan ketidakhadirannya, malaslah, sudah ga niat sekolah lagilah, ujungnya dikeluarin sajalah. Sebagian lagi masih berusaha membujuknya, datang kerumahnya tiap sore, bercerita tentang teman-teman sekolahnya. John hanya mendengarkan sambilsenyam-senyum, sesekali dijawab “iya ibu” itu saja. Besok paginya ia tak juga datang.
Dua minggu sebelum ujian akhir semester
Seorang ibu-ibu usia tanggung datang ke kantor menemui ibu Fia yang juga wakil kepala Sekolah. Berdua, mereka ngobrol panjang lebar, lama, dan pamit pulang. Wakasek cuman senyam-senyumsaja, dan berkata “itu ibunya John, bu is. Mungkin John sudah masuk sekolah.
Terlihat dari pintu kantor, John melangkah dengan takut bercampur malu, John tetap dekil, berjalan menuju ruang kelas tujuh.