Mohon tunggu...
Iis Permata
Iis Permata Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Hobi jalan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Perjalanan dari Otak ke Hati

19 September 2022   11:49 Diperbarui: 19 September 2022   11:53 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Bulan juli 2014 menjadi kali pertama saya mendaki gunung papandayan, pada saat itu menjadi pengalaman pertama yang saya lakukan bersama beberapa teman, perjalanan yang ditempuh terasa berat dikarenakan pada saat itu pengalaman pertama bagi saya dan barang bawaan yang bisa dibilang tidak layak untuk mendaki gunung, terlebih ditambah dengan cuaca yang buruk, yang mana hujan dan kabut yang terus mengguyur menemani sehingga seluruh perlengkapan basah kuyup karena diterpa hujan deras.

Tepat pukul 05.00 pagi kami memulai perjalanan karena mengharapkan bisa menyaksikan keindahan sunrise papandayan, dengan perlengkapan seadanya yang saya bawa bahkan bisa dibilang tidak layak untuk dikatakan peralatan untuk mendaki gunung, namun, tetap saya paksakan untuk mendaki hingga pada akhirnya Selama perjalanan mendaki banyak hal yang terjadi, dari mulai rasa sakit dikaki karena tidak memakai kaos kaki dan sepatu khusus hingga pakaian yang digunakan tidak sesuai dengan setelan untuk digunung, sayapun mendapatkan pengalaman pertama seperti bagaimana cara menggunakan tas carerr agar tidak sakit dipunggung ketika dibawa hingga membaca situasi dan kondisi jarak yang ditempuh.

Waktu demi waktu kian berlalu kian lama perjalanan yang dihadapi semakin menanjak menukik dan curam. Energi, emosi dan mental kami terkuras, hingga pada akhirnya sunrise yang kami ingin lihat tidak sesuai dengan ekspektasi kami. Kabut dan gerimisnya hujan yang mengguyur menjadi penghalang kami untuk melihat keindahan jingga dipagi hari.

Seiring berjalanya waktu kabut semakin pekat mengelilingi kami, jalur yang kami hadapi semakin sulit, jangan sampai rintikan hujan semakin deras. Namun, tetap saja sebagaimana sudah menjadi rahasia umum bahwa gunung papandayan bukan gunung yang terlalu menantang, dengan kata lain gunung papandayan sangat cocok bagi pemula karena jarak dan jalur yang dilalui tidak terlalu sulit untuk di daki.

Tetapi walaupun termasuk gunung yang kurang menantang bagi para pendaki gunung papandayan memiliki keindahanya tersendiri yang tak kalah dengan gunung-gunung yang lebih tinggi daripadanya.  Terdapat beberapa tempat indah yang dapat dijadikan spot untuk berswafoto seperti pondok salada dengan keindahan hamparan bunga edelweisnya, hutan mati dengan keeksotisanya dan kecantikan ghober hoet yang sangat cocok untuk melihat sunrise.

Seiring perjalanan yang semakin tinggi kabut sedikit demi sedikit kian menghilang diujung horizon tampak hamparan awan nan indah hingga rasa haru tak tertahankan yang saya rasakan membakar kembali api semangat dalam diri, diiringi mentari pagi jingga yang semakin tinggi dengan kehangatanya memamerkan kecantikan disekitar kami, hingga pada akhirnya kami sampai ke puncak gunung papandayan. Selama beberapa jam kami beristirahat dan menikmati hamparan awan dan bunga edelweis yang anggun dan mempesona.

Rasa lelah yang dirasakan setelah mencapai puncak gunung papandayan terbayarkan dengan melihat keindahan hamparan awan dan bunga edelweis. Rasa syukur tak henti-hentinya terucap dari bibir. Setelah beristirahat beberapa jam dipuncak gunung papandayan kami pun bergegas untuk kembali turun gunung. Rasa lelah membuat kami kerap duduk dan berteduh dibawah pepohonan.

Selama proses perjalanan turun gunung saya hampir tidak percaya atas pencapaian yang saya raih ini, dimana keindahan alam menyadarkan saya kita begitu kecil di dunia yang begitu luas dan besar ini, kita bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan makhluk tuhan lainya. Bahkan kita ibarat setitik debu diantara gunung-gunung yang berjejer menghiasi bumi ini.

Titik Tolak

Perjalanan naik dan turun gunung menyimpan pesan-pesan yang saya dapatkan, rasa sakit karena luka, lelah karena perjuangan, hingga menguras emosi dan mental. Penjalanan mendaki gunung dalam kehidupan diibaratkan suatu tantangan hidup ketika berproses, mau tidak mau halangan dan rintangan harus dilalui, walaupun pelan-pelan yang terpenting adalah sampai ditempat tujuan dengan selamat dan menikmati setiap prosesnya. Pelan-pelan bukan berarti malas-malasan, tidak masalah pelan-pelan dalam mencapai tujuan yang terpenting tidak berhenti dan mundur.

Perjalanan mendaki gunung haruslah dapat mengendalikan ego diri sendiri, karena dalam proses pendakian kita berjalan bersama dimana terdapat teman-teman kita yang membutuhkan pertolongan ketika terjatuh, dimana emosi dilatih ketika menunggu teman yang tertinggal jauh dibelakang. Apa yang saya sadari adalah perubahan yang ganjil dalam diri saya. Saya lebih menyadarinya dibanding sebelumnya bahwa inilah saatnya beralih dari egoisme ke altruisme-dari perspektif egoistis ke perspektif cinta. Perjalanan belum selesai. Saya masih berjuang sambil mendekat ke depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun