Mohon tunggu...
Iis Nur Azizah
Iis Nur Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia

Apa kabar hari ini?

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Ekranisasi Alur Cerita dan Tokoh dari Novel "School Nurse Ahn Eunyoung" Bagian 1 ke Film "The School Nurse File" Episode 1

3 Januari 2022   16:01 Diperbarui: 5 Januari 2022   19:32 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel 'School Nurse  Ahn Eunyoung' dan Film 'The School Nurse File'/dokpri

Pada zaman dahulu pemindahan suatu seni ke seni lainnya  itu disebut alih wahana. Salah satu contoh alih wahana yaitu karya sastra wiracarita atau epos—karya sastra tradisonal yang menceritakan kisah kepahlawanan, yang kemudian dialihwahanakan atau diadaptasi ke seni pertunjukkan pewayangan, baik itu wayang kulit ataupun wayang golek. Contohnya karya sastra epos Ramayana dan Mahabharata, yang dialihwahanakan ke seni pertunjukkan pewayangan. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi informasi pada saat ini, yang mana salah satunya ditandai dengan perkembangan perfilman yang begitu pesat.  Hal tersebut ternyata berdampak juga terhadap alih wahana sastra, yang mana dulunya media pemindahan suatu karya sastra hanya ke seni pertunjukkan pewayangan, saat ini alih wacana dikerucutkan dari karya sastra ke film yang disebut sebagai ekranisasi sastra.

Pada awal perkembangannya tercatat dalam sejarah terdapat penyimpangan dalam proses ekranisasi. Hal tersebut terjadi pada film yang diangkat dari novel berjudul Roro Mendut karya Y.B Mangunwijaya. Beliau sebagai penulis sampai tidak bersedia namanya dicantumkan sebagai penulis cerita asli. Selain itu, pernah terjadi juga pada film yang diangkat dari novel Atheis karya Achdiat K. Mihardja. Penulis mengutarakan secara langsung bahwa adanya kekurangan dalam film yang disutradarai oleh Sjumandjaya. Hal itu nampak pada amanat dalam film yang dirasa tidak sesuai dengan amanat dalam novel (dalam Faidah, 2019).

Meskipun terdapat sejarah kelam dalam proses ekranisasi. Fenomena ekranisasi tidak menjadi redup sampai saat ini. Hal tersebut dibuktikan oleh film Spider-Man: No Way Home yang berasal dari komik berhasil memecahkan rekor rating penonton tertinggi dari semua film box office mencapai 99% di Rotten Tomatoes. Selain film Spider-Men ada juga film Indonesia yang berasal dari novel berhasil menjadi peringkat teratas mengalahkan film-film lainnya dengan memeroleh jumlah penonton sebanyak 1 juta lebih, yaitu film Surga Yang Tak Dirindukan. Dari sini dapat diketahui bahwa karya sastra yang difilmkan memiliki tempat sendiri bagi khalayak. Alihwahana novel ke film disebut sebagai ekranisasi.

Ekranisasi merupakan proses pemindahan sebuah novel ke film. Pemindahan novel ke layar putih akan mengakibatkan timbulnya berbagai perubahan. Perubahan dalam proses ekranisasi tidak dapat dihindari, baik dari segi alur cerita maupun segi tokoh dan penokohannya. Hal tersebut terjadi dikarenakan beberapa faktor, seperti perbedaan media dari novel dan film. Novel merupakan media pikiran yang dibangun melalui bahasa, sedangkan film dipahami sebagai media visual. Sastra dan film dalam proses penciptaannya memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut nampak bahwa proses penciptaan karya sastra lebih diorientasikan pada kepentingan seni tulis, sedangkan industri perfilman lebih berorientasi pada kepentingan dasar dunia industri film. Perubahan yang tidak dapat dihindari dalam proses ekranisasi adalah pengurangan, penambahan dan perubahan bervariasi. Pengurangan biasanya terjadi pada durasi waktu. Hal itu dikarenakan film memiliki standarisasi durasi, yang kurang lebih selama 40 menit. Penambahan biasanya dilakukan oleh sutradara setelah mencapai mufakat dengan penulis untuk menyesuaikan keadaalm dalam menyampaikan kisah. Perubahan biasanya dilakukan pada beberapa kejadian yang terkadang berpengaruh pada alur cerita. Perubahan bervariasi ini terbagi menjadi dua, yaitu perubahan total dan perubahan bervariasi.

Penelitian proses ekranisasi ini meranik karena novel School Nurse Ahn Eunyoung karya Chung Serang dan film The School Nurse File karya sutradara Lee Kyoung-Mi menyuguhkan cerita sub-genre horor fantasi yang unik. Selain itu, Chung Serang selaku penulis movel merupakan penulis kisah fantasi dan fiksi ilmiah dari Korea Selatan yang telah memenangkan Chanbi Novel Award ke-7 pada tahun 2014 dan Hanbook Ilbo Literary Award pada tahun 2017. Novel berjudul School Nurse Ahn Eunyoung terbit pada tanggal 24 Agustus 2020. Berjumlah 276 halaman, dengan 10 bagian cerita didalamnya. Berikut sinopsisnya, “Ahn Eunyoung adalah perawat sekolah yang ceria, ramah, dan sangat antusias dengan pekerjaannya. Ia juga suka berlarian ke sana kemari dengan mengenakan sandal bersol tebal sambil menghunuskan pistol BB dan pedang plastik warna-warni. Itu karena Ahn Eunyoung bukan perawat sekolah biasa. Ia adalah pemusnah roh jahat. Dan ia sudah merasakan firasat buruk sejak pertama kali menginjakkan kaki di SMA M". 

Adapun film berjudul The School Nurse File rilis pada tanggal 2020 dilayanan streaming Netflix. Berjumlah 6 episode. Berikut sinopsisnya, “Seorang perawat dengan bakat tak lazim mengibaskan pedang menyala menembus sudut-sudut gelap SMA, melindung para siswa dari monster tak kasatmata”. Keunikan cerita dan prestasi penulis memang menjadi salah satu alasan keterarikan peneliti melakukan penelitian pada novel dan film tersebut. Fokus utama penelitian ini yaitu menemukan perubahan dalam proses ekranisasi, yang mancakup pengurangan, penambahan dan perubahan bervariasi pada alur cerita serta tokoh dan penokohan dengan menggunakan teori Bluestone.

Berdasakan hasil rumusam implikasi metologis Woodrich (2017: 26-41) dikatakan bahwa terdapat dua filsafat yang memengaruhi teori Bluestone yaitu ontologi dan epistomologi. Ontologi merupakan cabang dari metafisika yang mempertanyakan sifat keberadaan, eksistensi, dan realitas serta berusaha untuk menjelaskan dan mengelompokkannya (Blackburn, 1994: 261). Filsafat ini berusahan menjawab pertanyaan “Apakah ‘ada’ itu?”, “Bagaimanakah sesuatu menjadi ada?”, “Bagaimana keadaannya sesuatu tersebut?”, “Bagaimana hubungannya sesuatu tersebut dengan hal yang lain?”. 

Berbeda dari ontologi, epistemologi merupakan cabang filsafat yang mempertanyakan sifat pengetahuan. Ia bertanya bagaimana pengetahuan dapat diperoleh dan apa sifat kebenaran (Blackburn, 1994: 118). Untuk memeroleh pengetahuan tersebut, Bluestone mengutamakan empirisme dimana peneliti sendiri yang harus membaca novel, membaca skenario, dan menonton film yang diteliti, lalu membandingkan ketiganya sehingga dapat memeroleh pengetahuan yang dicarinya. Ia tidak sekedar mengingat apa yang pernah dibaca sebelumnya (pengetahuan memorial), atau tergantung pada ringkasan yang dihasilkan oleh orang lain (pengetahuan testimonial).

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa teori Bluestone dilandasi oleh dua filsafat yaitu ontologi dan epsitomologi. Hal tersebut berdampak pada penerapan teori, yang mana dalam penggunaannya menjadikan peneliti perlu mengandalkan pengetahuan empirisme dan rasionalisme—berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan pikirin dan akal dalam memecahkan masalahnya—dengan cara menekankan bahwa ketika novel mengalami proses ekranisasi selalu akan mengalami perubahan seperti, pengurangan, penambahan, dan perubahan. Perubahan terjadi diyakini karena perbedaan teknis antara media novel dan film karena novel merupakan media pikiran yang dibangun melalui bahasa, sedangkan film dipahami sebagai media visual. Perubahan dalam proses ekranisasi tidak dapat dihindari, bagi dari segi alur cerita maupun tokoh dan penokohannya. Melalui teori Bluestone, peneliti akan mencari perubahannya, sebabnya, dan implikasinya. Penyebab perubahan yang paling berpengaruh menurut Bluestone adalah medianya, dalam pengertian teknis, dan implikasinya. Novel dipahami sebagai media yang walaupun dicetak di atas kertas, berupa bahasa ketika novel disunting, maka yang diubah bahasanya, bukan kertasnya.

Penelitian ekranisasi berdasarkan teori Bluestone digunakan untuk membuktikan hipotesis bahwa dalam proses ekranisasi, ada pengurangan, penambahan, dan perubahan, yang dapat terjadi karena sebab dan implikasi tertentu. Teori ini memiliki beberapa variabel yang harus disadari oleh peneliti, yaitu variabel bebas berpengaruh adalah jenis perubahan naratif yang terjadi dalam proses ekranisasi, yang memiliki tiga klasifikasi, mencakup additions, subtractions, dan deletions, atau, dalam bahasa Indonesia, penambahan, pengurangan, dan penghapusan. Dari variabel ini muncul dua variabel lain, yaitu sebab atau alasan mengapa perubahan tertentu terjadi (misalnya, karena alasan teknis, adanya perubahan lain, tuntutan sensor, tuntutan audiens, tuntutan waktu, dan seterusnya) dan implikasi dari perubahan naratif tersebut (misalnya, perubahan maksud pengarang, reproduksi maksud pengarang,suksesnya film, tidak suksesnya film, dan seterusnya). Secara singkat, dapat disimpulkan bahwa variabel yang digunakan dalam teori ini terdapat variabel bebas berpengaruh untuk mengungkapkan perubahan yang terjadi dalam proses ekranisasi, serta variabel terikat untuk mengungkapkan sebab dan akibat dari perubahan yang terjadi pada variabel bebas. Satuan data dalam teori ini adalah perubahan yang signifikan yang dapat dipahami sebagai perubahan yang berpengaruh pada cerita. Data pelengkap seperti konteks sosial digunakan untuk mendukung analisis dari data utama. Data yang dapat digunakan sebagai sumber yaitu novel, skenario film, dan film.

HASIL PENELITIAN

The School Nurse File merupakan film ekranisasi dari novel School Nurse  Ahn Eunyoung dengan sub-genre horor fiksi. Film ini menceritakan tentang perawat sekolah yang memiliki kemampuan tidak biasa yaitu melihat jeli. Jeli dalam cerita ini merupakan perwujudan dari roh yang berkeliaran disekitar manusia. Film ini berjumlah 6 episode, yang setiap episodenya memiliki cerita berbeda-beda. Penelitian ini akan berfokus pada episode 1 dengan durasi waktu 50 menit.

Sebelum memasuki pembahasan mengenai hasil penelitian, terlebih dahulu peneliti akan menyampaikan informasi film secara keseluruhan. Film ini memiliki perbedaan dengan novel, hal tersebut terdapat pada jumlah episodenya. Jumlah episode film lebih sedikit yaitu 6 episode apabila dibandingkan dengan jumlah bagian cerita novel yang terdiri dari 10 bagian cerita, meliputi aku mencintamu jellyfish, teman kencan di hari sabtu, si lucky dan si kacau, Mackenzie—si guru Bahasa Inggris, guru bebek—Han Areum, ladybug lady, Kim Kangseon di bawah lampu jalan, tingau dan murid pindahan, Park Daeheung—si guru moderat, dan berpelukan di tengah pusaran angin. Dari 10 bagian cerita terdapat 4 bagian cerita novel yang dihilangkan atau tidak divisualisasikan kedalam film, yaitu teman kencan di hari sabtu, guru bebek—Han Areum, ladybug lady, dan Park Daeheung—si guru moderat. 

Pengurangan episode pada film dilakukan untuk menyesuaikan durasi waktu. Adapun pengurangan lainnya yaitu dengan cara menghilangkan bagian cerita ladybug lady, dimana sutradara tidak memvisualisasikan bagian cerita tersebut dikarenakan untuk membuka cerita film jilid kedua yaitu dengan menceritakan tokoh Readi, yang dalam film masih menjadi misteri. Padahal dalam novel, kehidupan Raedi sudah diceritakan oleh penulis pada bagian cerita ladybug lady.

Gambar 1. Cuplikan Film Episode 6 Menit 50.51
Gambar 1. Cuplikan Film Episode 6 Menit 50.51

Untuk memeroleh hasil penelitian pada episode 1 yang berdurasi 50 menit ini peneliti akan mengategorikan pembahasan menjadi pengurangan, penambahan, dan perubahan bervariasi yang terjadi pada alur cerita dan tokoh. Berikut hasil penelitiannya.

Sinopsis Episode 1

Pada episode 1, film ini menceritakan misteri ruang bawah tanah sekolah yang tidak boleh dimasuki oleh siapapun kecuali petugas sterilisasi Ilgwang. Eunyoung—perawat sekolah—dan Inpyo—guru mandarin—melanggar pantangan tersebut. Di sana mereka menemukan lempengan batu bertuliskan huruf mandarin yang berarti Batu Apji. Inpyo yang tidak tahu apa-apa dengan lancang mengangkat batu tersebut. Seketika angin berhembus kencang dari balik batu, roh jahat keluar dari sana. Kekacauan mulai terjadi di sekolah, tanah berguncang, beberapa murid jatuh pingsan, gagak hitam beterbangan di atas langit sekolah, dan jeli yang merupakan perwujudan roh jahat tersebut keluar dari bawah tanah mengincar jiwa para murid yang sedang patah hati.

Ekranisasi Alur Cerita

Hasil penelitian pertama yaitu dari ekranisasi alur cerita terbagi menjadi tiga, yang meliputi tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir.

1. Tahap Awal

Film pada tahap awal mengalami proses penambahan cerita. Film diawali dengan menceritakan kisah Eunyoung di masa kecil yaitu saat dimana Eunyoung baru menyadari bahwa ia bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain yaitu jeli.

Gambar 2. Cuplikan Film Episode 1 Menit 10:04
Gambar 2. Cuplikan Film Episode 1 Menit 10:04

Berbeda dengan tahap awal pada novel yang menceritakan tentang murid SMA M yaitu Seungkwon yang sudah menyukai Hyehyeon sejak lama. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut ini, “Namun, hal semacam itu sama sekali tidak menarik minat Seungkwon ... hanya ada satu hal yang menarik perhatiannya. Hyehyeon.” (halaman. 9). Penambahan cerita pada film dilakukan untuk menegaskan posisi Eunyoung sebagai tokoh utama dalam cerita tersebut. Karena apabila sutradara mengikuti alur cerita dalam novel akan mengakibatkan fokus penonton yang seharusnya pada kisah utama yaitu tentang petualangan perawat sekolah dalam membasmi roh jahat berwujud jeli, malah teralihkan ke kisah romansa remaja antara Seungkwon dan Hyehyeon, yang mana posisi keduanya hanya sebagai tokoh pendukung dalam cerita.

2. Tahap Tengah

Dalam film pada tahap tengah mulai terjadi konflik. Pada tahap ini terdapat proses pengurangan cerita. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak divisualisasikannya beberapa cerita dalam novel, diantaranya (a) penyebab cacatnya kaki Inpyo, dalam novel cerita tersebut terdapat pada kutipan berikut ini, “...tentang kecelakaan sepeda motor yang dialami Inpyo ketika ia masih kecil dan yang membuat kakinya terluka parah.” (halaman. 17). (b) kencan buta yang dilakukan Inpyo, dalam novel cerita tersebut terdapat pada kutipan berikut ini, “...teman kencan butanya yang sangat bersemangat bahkan membandingkannya (Inpyo) dengan seorang aktor Prancis.” (halaman. 18). (c) ketika Inpyo menghubungi ayah dan pamannya untuk memastikan kebenaran dari informasi yang tertulis mengenai keberadaan kolam disekitar sekolah pada batu Apji yang ditemukannya di ruang bawah tanah, cerita tersebut terdapat pada dua kutipan berikut ini, “Inpyo mengeluarkan ponsel dan menelpon ayahnya, ‘...Ada yang ingin kutanyakan kepadamu tentang lahan di sekeliling sekolah. Apakah dulu pernah ada kolam?’ ” (halaman. 29), dan “...Oh, paman punya informasi tentang hal itu? Koran zaman dulu?. Itu bagus” (halaman. 29). Pengurangan cerita tersebut dilakukan untuk  menyesuaikan kerterkaitan cerita pada setiap episodenya dan durasi waktu. Kondisi kaki pincang Inpyo dan kencan buta yang dilakukannya tidak berkaitan dengan misteri di ruang bawah tanah. Adapun penghilangan cerita Inpyo yang menelpon ayah dan pamannya itu dikarenakan durasi waktu. Dalam upaya memenuhi capaian standarisasi durasi film sutradara memangkas cerita yang memang bisa dihilangkan tanpa memengaruhi inti ceritanya.

Selain proses pengurangan, terjadi juga proses perubahan bervariasi pada cerita. Dalam novel informasi mengenai misteri ruang bawah tanah didapat dari artikel surat kabar dari abad ke-18 yang dikirimkan oleh pamannya Inpyo melalui mesin faks. Terdapat pada kutipan berikut ini, “Inpyo berjalan menghampiri mesin faks ... Menurut keterangan singkat yang ditulis sendiri oleh pamannya, dokumen yang dimaksud adalah artikel surat kabar dari abad ke-18.” (halaman. 31). Cara mendapatkan informasi mengenai misteri ruang bawah tanah diubah oleh sutradara. Dalam film informasi tersebut Inpyo dapatkan dengan cara menerjemahkan tulisan mandarin yang ada dibalik lempengan batu Apji oleh dirinya sendiri tanpa bantuan dari pamannya.

Gambar 3. Cuplikan Film Episode 1 Menit 40:52
Gambar 3. Cuplikan Film Episode 1 Menit 40:52

3. Tahap Akhir

Film pada tahap akhir mengalami proses pengurangan pada cerita. Film episode 1 diakhiri dengan ketegangaan konflik yang belum terselesaikan. Sedangkan dalam novel bagian 1 yang berujudul aku mencintaimu jellyfish telah mencapai resolusi yaitu lenyapnya roh jahat yang mengicar jiwa para murid yang sedang patah hati. Dengan beberapa cerita penyelesaian yang tidak divisualisasikan dalam film diepisode 1, diantaranya (a) berita meledaknya pipa gas di sekolah, dalam novel cerita tersebut terdapat pada kutipan berikut ini, “Berita yang dimuat di koran menyatakan bahwa pipa gas yang terkubur di bawah lapangan olahraga Sekolah M meledak...” (halaman. 37). (b) perjalanan pulang Seungkwon dan Hyehyeon, dalam novel cerita tersebut terdapat pada kutipan berikut ini, “Seungkwon yang tidak berhasil menyatakan cinta, tetapi pada hari terakhir kelas tambahan, dalam perjalanan pulang dalam bus, Hyehyeon menyandarkan kepala ke bahu Seungkwon.” (halaman. 38), (c) pertemuan antara Eunyoung dan Inpyo di atap sekolah, dalam novel cerita tersebut terdapat pada kutipan berikut ini, “...Inpyo dan Eunyoung naik ke atap gedung walaupun tidak ada yang perlu ditangkap...” (halaman. 39). Ketiga cerita penyelesaian diatas tidak divisualisasikan dalam film. Pengurangan cerita tersebut dikarenakan tidak berkaitan dengan cerita misteri kolam di ruang bawah tanah. Pengunrangan cerita pun menyebabkan perubahan bervariasi pada tahap resolusi film diepisode 1, yang mana sutradara mengakhiri film dengan cara yang berbeda dari cerita aslinya didalam novel. Pada novel diceritakan roh jahat berwujud jeli yang mengerikan telah Eunyoung lenyapkan, hal tersebut dibuktikan pada kutipan berikut ini, “...sesuatu yang tak kasatmata meledak..” (halaman. 37). Sedangkan dalam film diakhiri dengan adegan menegangkan ketika beberapa murid yang sedang patah hati berniat melompat dari atap gedung karena pengaruh roh jahat yang Inpyo bebaskan sebelumnya. Sutradara melakukan pengurangan dan perubahan bervariasi cerita adalah untuk meningkatkan rasa penasaran penonton agar menonton episode selanjutnya.

Gambar 4. Cuplikan Film Episode 1 Menit 42:58
Gambar 4. Cuplikan Film Episode 1 Menit 42:58

Ekranisasi Tokoh

Hasil penelitian kedua yaitu dari ekranisasi tokoh. Terdapat 6 perubahan mencakup pengurangan, penambahan, dan perubahan bervariasi tokoh dalam film, yaitu sebagai berikut.

1. Tokoh Sung Ara

Terdapat perubahan bervariasi yaitu perubahan nama tokoh. Dalam novel bernama Sung Hyehyeon, ketika proses ekranisasi mengalami perubahan menjadi Sung Ara. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan berikut ini, “Seungkwon harus menemui Hyehyeon lebih dulu daripada si kapten bola basket.” (halaman. 10). Adapun dalam film orang yang ditemui oleh Seungkwon adalah gadis bernama Ara.

Gambar 5. Cuplikan Film Episode 1 Menit 28:00
Gambar 5. Cuplikan Film Episode 1 Menit 28:00

2. Tokoh Roh

Tokoh menurut KBBI adalah rupa (wujud atau keadaan). Walaupun dalam film tokoh roh tidak berdialog, tetapi tokoh tersebut memiliki wujud. Sehingga peneliti menganggap bahwa roh masuk kedalam kategori tokoh. Dalam film terdapat 4 penambahan tokoh, yang mana beberapa tokoh roh divisualisasikan dengan beragam bentuk dan warna oleh sutradara, diantaranya.

Gambar 6. Cuplikan Film Episode 1 Menit 09:43
Gambar 6. Cuplikan Film Episode 1 Menit 09:43

Penambahan tokoh yang pertama adalah tokoh roh cinta. Berikut adalah kutipan dalam novel yang mendeskripsikan roh cinta, “..sesuatu yang jahat menancapkan entah apa ke leher para murid.” (halaman. 15). Roh yang menusuk tengkuk Seungkwon dalam novel tidak dideskripsikan secara rinci. Hal itu menjadikan sutradara melakukan penambahan terhadap tokoh tersebut dengan cara memvisualisasikan tokoh roh cinta menjadi berbentuk hati dan berwarna merah.

Gambar 7. Cuplikan Film Episode 1 Menit 02:43
Gambar 7. Cuplikan Film Episode 1 Menit 02:43

Penambahan tokoh yang kedua adalah tokoh roh ibu. Tokoh roh ibu dari Eunyoung tidak ada dalam novel, tetapi dimunculkan oleh sutradara. Roh ibunya Eunyoung yang sudah meninggal dunia dalam film divisualisasikan berbentuk sama dengan wujud aslinya.

Gambar 8. Cuplikan Film Episode 1 Menit 14:54
Gambar 8. Cuplikan Film Episode 1 Menit 14:54

Penambahan tokoh yang ketiga adalah tokoh roh pelindung. Berikut adalah kutipan dalam novel yang mendeskripsikan roh disamping “Ahn Eunyoung masih terkesan pada energi besar yang melindungi guru Sastra Klasik tadi.” (halaman. 15). Roh yang melindungi Inpyo dalam novel tidak dideskripsikan secara rinci. Hal tersebut membuat sutradara melakukan penambahan terhadap tokoh tersebut dengan cara memvisualisasikan tokoh berwarna transparan dan melingkupi seluruh bagian tubuh Inpyo.

Gambar 9. Cuplikan Film Episode 1 Menit 10:59
Gambar 9. Cuplikan Film Episode 1 Menit 10:59

Penambahan tokoh yang keempat adalah tokoh roh seungkwon. Tokoh roh seungkwon merupakan tokoh yang dimunculkan oleh sutradara, tidak ada dalam novel. Asal roh seungkwon terbentuk bukan karena ia sudah meninggal dunia, tetapi berasal dari kecemasan dan pikiran berat dalam dirinya.

Gambar 10. Cuplikan Film Episode 1 Menit 19:10
Gambar 10. Cuplikan Film Episode 1 Menit 19:10

Roh tersebut dalam film divisualisasikan berbentuk sama dengan wujud aslinya dan berjumlah banyak—sebanyak orang yang bersangkutan tinggalkan disembarang tempat atas kecemasan dalam dirinya.

Selain itu, terdapat juga pengurangan tokoh dalam film yaitu tokoh roh penunggu dapur. Keberadaan tokoh tersebut terdapat pada kutipan berikut ini, “Ada wanita berwajah cacat namun baik hati tinggal di dalam dinding.”. Sutradara tidak memvisualisasikan tokoh tersebut karena tidak memiliki keterkaitan cerita dengan misteri ruang bawah tanah di sekolah.

SIMPULAN

Hasil penelitian ekranisasi film The School Nurse File Episode 1 ditemukan beberapa proses perubahan, yang meliputi pengurangan, penambahan, dan perubahan bervariasi pada alur cerita dan tokoh. Ekranisasi alur cerita terbagi menjadi tiga yaitu tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir. Pada tahap awal terdapat 1 penambahan cerita yaitu kejadian masa kecil Eunyoung. Pada tahap tengah tedapat 3 pengurangan cerita, diantaranya (a) penyebab cacatnya kaki Inpyo, (b) kencan buta yang dilakukan Inpyo, (c) Inpyo yang menghubungi ayah dan pamannya untuk menanyakan perihal misteri kolam di sekolah. Serta terdapat 1 perubahan bervariasi cerita yaitu mengenai pemerolehan informasi tentang Batu Apji yang berubah dari cerita aslinya, yang dibuktikan oleh perbedaan cerita yang ditulis oleh penulis novel dengan yang divisualisasikan oleh sutradara film. Pada tahap akhir terdapat 3 pengurangan cerita, diantaranya (a) berita meledaknya pipa gas di sekolah, (b) perjalanan pulang Seungkwon dan Hyehyeon, (c) pertemuan antara Eunyoung dan Inpyo di atap sekolah. Serta terdapat 1 perubahan bervariasi yaitu akhir cerita dalam film diubah oleh sutradara, yang mana berbeda dengan cerita aslinya. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan rasa penasaran penonton agar menonton episode selanjutnya.

Adapun hasil penelitian ekranisasi tokoh terdapat 1 perubahan bervariasi tokoh yaitu perubahan nama tokoh Hyehyeon dalam novel menjadi Sung Ara dalam film. Serta terdapat 4 penambahan tokoh yaitu roh cinta, roh ibu, roh pelindung, dan roh seungkwon dan terdapat juga 1 pengurangan tokoh yaitu roh penunggu dapur.

Secara keseluruhan terdapat 9 perubahan pada alur cerita dan 6 perubahan pada tokoh, yang mana perubahan tersebut terjadi sebagai bentuk penyesuaian terhadap durasi waktu, keterkaitan cerita, dan dramatisasi cerita agar penonton tertarik pada film tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Alfatoni, Muhammad Ali Mursid. 2017. Ekranisasi Unsur Naratif Dalam Film Cahaya Cinta Pesantren Sutradara Raymond Handaya. Jurnal Proposi. Vol. 2: 2.

Armiati, Yenni. 2018. Ekranisasi Novel Assalamualaikum Beijing ke Dalam Film Assalamualaikum Beijing. Master Bahasa. Vol. 6: 3.

Blackburn, Simon. 1994. The Oxford Dictionary of Philosophy. Oxford: Oxford University Press.

Chlistina, Zhafira. 2021. “Spider-Man: No Way Home pecahkan rekor rating penonton tertinggi di Rotten Tomatoes” https://www.tek.id/culture/spider-man-3-pecahkan-rekor-rating-di-rotten-tomatoes-b2cF79mRA Diakses pada 31 Desember 2021.

Damono, Sapardi D. 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Eneste, P. 1997. Novel dan Film. Flores: Nusa Indah.

Faidah, Citra Nur. 2019. Ekranisasi Sastra Sebagai Bentuk Apresiasi Sastra Penikmat Alih Wahana. Hasta Wiyata. Vol. 2: 2.

Serang, Chung. 2020. School Nurse Ahn Eunyoung. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Woodrich, Christopher Allen. 2017. Implikasi Metodologis Dari Teori Ekranisasi George Bluestone Dalam Buku Novels Into Film. Vol. 7: 1.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun