Mohon tunggu...
iis noor
iis noor Mohon Tunggu... -

Girl who always try to write, Another blog : iisnoor.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sentimeter Indonesia (Sebuah Cerita dari Pare-Kediri)

12 November 2015   06:25 Diperbarui: 12 November 2015   07:30 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pare, sebuah kampung di Tegalrejo ini menjadi sayap kebangkitan kota Kediri. Menjadi tempat mengunduh ilmu bahasa, yang terkenal adalah bahasa Inggrisnya. Kedatanganku kedua kalinya kesini menjadi perjumpaan yang tidak biasa lagi.

Kereta yang mengantarku ke Kediri seperti perjumpaan dengan kawan lama. Bahagia meski kembali canggung. Kemudian ia menjadi tempat tidur paling nyaman saat perjalanan. Lalu tepat di arah aku melihat ke kanan, aku melihat seorang lelaki berkulit coklat tua duduk disana. Dengan pakaian hitam, dari wajahnya aku bisa menebak kalau ia orang Jawa, maksudku dengan bahasa Jawa pula. Kemudian, suasana Jawa mulai tercium dari pemuda itu.

Dua belas jam kurang lebih, telah berlalu, perjalanan sudah sampai di statsiun Lempuyangan. Stasiun yang sering aku temui, bercerita dan kurindukan. Kotanya selalu memanggilku, selalu memberiku sebuah imajinasi untuk segera menyambanginya sekedar berjalan kaki di senja hari atau menikmati terik mentarinya. Ya, Jogja bagiku tidak hanya sekedar cantik, tapi anggun dan bersahaja.

Datang ke gerbong satu, tempat dimana aku duduk dua orang berkacamata. Kulit sawo matang dan hidung yang bagus. Bibir yang sama besar tapi tipis, serta berjaket merah dengan kaos di dalamnya. Aku yakin dia seorang mahasiswa, dan ternyata benar, setelah temanku sempat berbincang dengannya. Ia duduk di bangku yang sama denganku. Tepat berada di depan kursi ku duduk. Sampai aku tidak tahu harus membuang pandangan kemana, karena disampingku jendela, maka ku putuskan berpura-pura melihat jendela di sebelahku. Padahal raut muka pria itu lebih menarik.

Perjalanan kereta api adalah perjalanan yang paling berkesan. Tahui saja, Kereta Api itu seperti raja di perjalanan. Ia menyingkirkan orang yang lewat di jalan untuk Ia berjalan di rel. Ya, sebab ia raja kendaraan. Dan untuk orang kampung sepertiku itu adalah hal yang sangat menyenangkan. Meskipun untuk kesekian puluh kalinya aku naik kereta. Tapi kesannya selalu saja berbeda di setiap kesempatan. Dengan kereta api kita diajak kembali ke alam. Menyapa alam dari sudut pandang masing-masing yang melihat pemandangannya. Dan itu hanya bisa kau dapat dengan hati yang tenang, dengan fikiran yang jernih. Maka, aku yakin senyummu akan melebar saat kau melihat sawah-sawah yang terbentang luas. Hutan-hutan yang seharusnya lebih rimbun, dan kebun-kebun yang bersahabat dengan petani.

Kemudian Cleaning Servis Perjalanan mulai membersihkan kereta. Mereka menyusuri tiap gerbong memunguti sampah yang berserakan. Ia adalah seorang bapak yang usianya mungkin sudah 40-an dan seorang lelaki yang usianya sekitar 28-an. Mereka kompak memunguti sampah. Hingga kemudian aku mendengar suara si bapak yang berumur 40-an itu berbicara, dan memerhatikan koperku yang ada di bawah menghalangi jalan. Si bapak bilang “nanti saya bereskan ya mbak kopernya”. Dengan wajah datar namun penuh tanggung jawab dan rasa sayang. Demikian kesan yang aku dapat. Si bapak itu kemudian menggeser ransel yang ada di atas dan menempatkan koperku disana. “terimakasih ya pak” kata temanku. “Iya, sama-sama” sambutnya masih dengan wajah yang datar namun terdengar sopan dari logat Jawanya. Ah, sungguh.

Lalu stasiun demi stasiun kereta menurunkan penumpang. Stasiun Madiun, Stasiun Barok, stasiun Balapan, ahhh asyik sekali melihatnya. Yang di dalam, seperti keluarga yang harus singgah di tempat-tempat yang mereka tuju. Tapi ada perasaan lega, dan ingin tersenyum saja.

Kemudian, aku turun di stasiun kediri. Membawa koper dan mengikuti orang-orang melewati pintu yang sama. Sampai disana, sumringah yang ada. Perjalanan yang sangat menggembirakan. Lalu, kita disambut oleh para lelaki yang berseragam kuning, sponsor dari salah satu kartu perdana. Mereka tahu bahwa kami menuju ke Pare dan menawarkan jasa becak untuk sampai ke tempat mobil yang menuju ke desa Pare. Mereka menawarkan Jasa sebesar Rp. 20.000 untuk satu becak. Aku setuju saja untuk membayar mereka sebesar itu, dan sebenarnya sama sekali tidak ingin menawar kembali. Sebab, dari raut muka mereka aku melihat lelahnya mencari uang. Legamnya kulit mereka yang harus mengakrabi matahari membuatku enggan untuk menawar lebih rendah daripada harga itu. lalu, kami putuskan untuk naik becak, meskipun temanku sempat enggan naik becak, sebab menurut informasi yang ia dapat harganya cukup mahal.

Perjalanan becak mengajaku menelusuri Kota Kediri meskipun sedikit, tapi lagi-lagi nuansa Jawa membuat tubuhku memberikan respon positif untuk selalu menikmati perjalanan, dan segala hal yang ada disana. Terik matahari tidak canggung ku nikmati, sebab bagian dari Jawa adalah terik matahari.

Lalu becak menurunkan kami di tempat lewatnya kendaraan umum menuju ke Pare. Ada tukang becak juga disana. Dan mereka bertanya kepada kami hendak kemana. Entahlah, yang selalu ku rasa dari logat Jawa adalah bahasa dan logat mereka yang selalu anggun dan bersahaja. Lalu, mereka pun membantu kami memberhentikan setiap kendaraan umum yang lewat yang memang tujuannya ke Pare.

Sedikit informasi, di daerah Kediri memang kalau untuk pendatang akan sulit menemukan kendaraan seperti di kota-kota besar, semisal Bandung yang memiliki banyak kendaraan umum seperti angkot. Tapi di Kediri, kita tidak akan menemukan kendaraan semacam itu, kendaraan umum yang dipakai lebih mirip kendaraan pribadi dan sebagian kendaraan tidak ada tertera nama tujuan mobil tersebut. Maka, jika tidak dibantu oleh tukang becak entah bagaimana aku mendapatkan kendaraan menuju ke Pare.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun