Mohon tunggu...
Istikanah SE
Istikanah SE Mohon Tunggu... -

penulis adalah sarjana ekonomi spesifik akuntansi universitas negeri malang yang memiliki ketertarikan dalam bidangn keuangan islam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Indonesia, Milik Siapa?

13 November 2014   18:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:53 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan Indonesia semakin mendekati Kapitalistik. Tidak hanya pada sektor pembiayaan pendidikan, nilai yang ditanamkan dalam pendidikan pun mulai bersifat kapitalis. Pendidikan yang berdedikasi untuk membentuk generasi berjiwa pancasila kini mulai mencari kiblat lain. Sebut saja dalam pendidikan ekonomi, universitas-universitas terkemuka di Indonesia lebih menganjurkan para mahasiswanya untuk menggunakan untuk menggunakan referensi buku-buku ekonomi karya ilmuwan USA. Tidak lain nama yang sering disebut sebagai referensi perkuliahan adalah Brigham and Housten dengan Principle of Management-nya. Atau buku Akuntansi pengantar sampai lanjutan karya Kieso and Weygant. Tak ayal jika hal ini menyebabkan perekonomian indonesia yang dibangun oleh orang-orang berpendidikan justru semakin bersifat kapitalis.
Referensi- referensi tersebut adalah murni karya ilmuwan negara dengan sistem ekonomi kapitalis. Sementara kita ketahui bahwa indonesia menggunakan sistem ekonomi pancasila. Sistem ekonomi yang lebih mengarah pada pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Yakni pertengahan antara sosialis dan kapitalis. Nilai-nilai pada keduanya jelas jauh berbeda. Jika pendidikan sebagai pondasi utama pembangunan negeri sudah tak percaya dengan nilai pada negerinya sendiri, lalu pendidikan ini milik siapa?
Kurangnya referensi pendidikan pun muncul sebagai alasan utama berkiblatnya pendidikan indonesia ke negeri barat. Tidak banyak stok buku karya ilmuwan indonesia jika dibandingkan dengan karya ilmuwan luar negeri. Referensi mutakhir yang kerap diunggulkan dalam pembelajaran pun bersumber dari berbagai buku terjemahan. Dengan paham negara yang berbeda tentu value yang ditanamkan dalam buku yang dibuat pun berbeda.
Tidak hanya dilingkungan kampus, karya-karya dilingkungan sekolah pun jarang terlihat variasinya. Hanya ada modul-modul singkat berupa Lembar Kerja Siawa(LKS) yang tak banyak membantu pembentukan pola pikir siswa. Jarang sekali terdapat karya-karya monumnetal sebagai bahan utama pengajaran. Jika sudah demikian, pendidikan paradigmatik sulit ditanamkan. Yakni paradigma agar terbentuk insan yang berjiwa pancasila, politikus non oportunistik, individu dengan basic sosial dan religiusitas yang baik.
Begitu pentingnya pendidikan yang tepat. Bagi negara, pendidikan memberi kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta membangun watak bangsa (nation character building). Melalui pendidikan disemaikan pola pikir, nilai-nilai, dan norma-norma masyarakat, agama dan selanjutnya ditransformasikan dari generasi ke generasi untuk menjamin keberlangsungan hidup sebuah masyarakat. Oleh karena itu proses pendidikan berkelanjutan demi mewujudkan cita-cita bangsa pun harus disiasati sedemikian rupa keberhasilannya.
“Cara terbaik yang membuat seseorang dapat menjalankan revolusi adalah menulis sebaik yang dapat ia lakukan” Demikian diucapkan Grabeil Garcia Marquez, seorang jurnalis dan juga penulis kelahiran Kolombia. Menulis adalah cara yang tepat untuk melakukan perubahan. Baik bagi perubahan dalam diri sendiri maupun orang lain. Terlebih dalam dunia pendidikan, maka menulis menjadi salah satu tonggak pokok untuk menjaga continuitas pendidikan. Sejarah dunia pun tak terlepas dari kegiatan tulis-menulis.
Menggalakkan budaya menulis dikalangan para pendidik dirasa sangat penting sebagai sarana transfer wacana dan nilai-nilai yang ingin ditanamkan pada peserta didik. Hal tersebut bertujuan agar pola pikir yang ingin ditanamkan sebagai warisan nilai dan ilmu di Indonesia menjadi kuat. Menulis yang ditunjang dengan budaya membaca, diskusi dan meneliti ialah sarana untuk memperkaya pengetahuan. Semakin banyak karya Ilmuwan Pribumi, maka pendidikan Indonesia akan semakin mendekati kesesuaian dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Pemahaman peserta didik juga akan diperdalam melalui sumber tambahan bacaan. Jika sudah demikian bukan tidak mungkin jika pendidikan di Indonesia akan menjadi kiblat pendidikan bagi negara lain di masa depan.
Tanoto Foundation

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun